Lawyer dan Analis Politik.
Sejak Prabowo Subianto dilantik sebagai Presiden Republik Indonesia ke-8, pemerintahan yang dipimpinnya menghadapi berbagai tantangan. Salah satu hambatan besar datang dari campur tangan politik Jokowi, yang diduga dilakukan untuk melindungi kepentingan pribadi dan keluarganya. Akibatnya, banyak agenda strategis Presiden Prabowo menjadi terhambat.
Salah satu contoh nyata adalah penggunaan aparat hukum untuk menekan lawan-lawan politik Jokowi, yang memicu kegaduhan politik di tingkat nasional. Situasi ini menciptakan ketidakstabilan yang berdampak pada menurunnya minat investor untuk berinvestasi di Indonesia. Bahkan, investor asing kini semakin enggan menanamkan modal mereka di Tanah Air.
Menyikapi hal tersebut, Presiden Prabowo mulai mengambil sikap tegas terhadap Jokowi. Langkah ini terlihat jelas dalam perintah Prabowo kepada TNI AL untuk membongkar pagar laut sepanjang 30 km, yang sebelumnya diduga terkait proyek ilegal hasil kesepakatan antara oligarki dengan pemerintahan Jokowi. Proyek tersebut diklaim sebagai bagian dari pembangunan reklamasi dan pertukaran kepentingan dengan proyek Ibu Kota Negara (IKN).
Namun, pembongkaran pagar laut ini menjadi pukulan telak bagi ambisi Jokowi untuk mempercepat pembangunan IKN, yang membutuhkan anggaran perawatan sebesar Rp1,4 triliun per bulan. Tanpa dukungan proyek tersebut, IKN terancam menjadi salah satu proyek ambisius paling mangkrak dalam sejarah Indonesia.
Klaim bahwa pagar laut itu dibuat oleh nelayan untuk budidaya udang justru memicu kontroversi. Sulit membayangkan nelayan biasa dapat membangun struktur sebesar itu tanpa sokongan dana besar dari pihak-pihak tertentu. Dugaan keterlibatan oligarki pun mencuat, memperlihatkan bagaimana proyek-proyek era Jokowi kerap memprioritaskan kepentingan kelompok tertentu dibanding rakyat.
Kegaduhan Politik Era Baru
Pemerintahan Prabowo, yang baru berjalan, harus menghadapi warisan politik Jokowi yang penuh intrik. Di tengah upaya membangun konsolidasi nasional, buzzer politik yang diduga masih loyal kepada Jokowi terus menciptakan ketegangan. Mereka kerap memainkan isu untuk memperkeruh hubungan antara Prabowo dan tokoh politik senior seperti Megawati Soekarnoputri, meski sebenarnya Megawati menunjukkan dukungan positif kepada pemerintahan Prabowo.
Pidato Megawati pada peringatan HUT PDIP menjadi bukti nyata dukungannya, terutama ketika ia mengapresiasi pelurusan sejarah Bung Karno di era Prabowo. Namun, sikap positif ini tidak tercermin dalam tindakan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, yang kerap terlihat sibuk berkampanye untuk kepentingan politiknya di 2029. Kampanye terselubung ini dikhawatirkan akan mengganggu stabilitas pemerintahan saat ini.
Krisis Ekonomi dan Tantangan Pemerintahan
Di pasar, harga kebutuhan pokok seperti cabai rawit meroket hingga hampir menyamai harga daging sapi, mencerminkan dampak buruk dari ketidakstabilan politik dan ekonomi. Banyak pengusaha terpaksa melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) karena tidak mampu membayar gaji karyawan. Situasi ini memperparah kondisi ekonomi nasional.
Jika Jokowi dan keluarganya tidak segera menghentikan manuver politik dan kampanye dini, maka pemerintahan Prabowo berpotensi terus terganggu. Dukungan yang dibutuhkan untuk melaksanakan agenda strategis 100 hari pertama pemerintahan pun sulit terwujud.
Kerikil yang Bernama Jokowi
Salah satu tantangan terbesar bagi Prabowo adalah sikap Wapres Gibran, yang kerap bertindak di luar kewenangan. Gibran bahkan memanggil menteri kabinet untuk menginisiasi program-program yang tidak selaras dengan kebijakan presiden. Contoh paling mencolok adalah program Pengaduan Rakyat, yang diduga kuat sebagai langkah awal penjaringan dukungan politik untuk pencalonannya di 2029.
Tindakan Gibran ini menciptakan kesan bahwa ia telah memosisikan dirinya seperti presiden, sementara Prabowo hanya dianggap sebagai bayang-bayang dari Jokowi. Fenomena ini menimbulkan tanda tanya besar mengenai kepemimpinan yang sebenarnya di negeri ini.
Pesan untuk Presiden Prabowo
Kini, saatnya bagi Presiden Prabowo untuk mengambil langkah tegas dalam membersihkan "kerikil dalam sepatu" yang terus menghambat pemerintahan. Tanpa penyelesaian yang jelas, agenda besar untuk membawa Indonesia maju bisa saja terhenti di tengah jalan.
Kerikil itu bernama Jokowi, mantan presiden yang masih berusaha memainkan peran besar di balik layar, dan anaknya, Gibran, yang tampak lebih fokus pada ambisi politik pribadinya daripada tugas sebagai wakil presiden. Jika dibiarkan, mereka tidak hanya menjadi ancaman bagi stabilitas pemerintahan, tetapi juga bagi masa depan bangsa. [Benhil Online]