Tak banyak yang tahu bahwa Islam pernah menjadi agama mayoritas di Filipina sebelum kedatangan kolonial Spanyol. Catatan sejarah mencatat bahwa jejak awal penyebaran Islam di negeri itu tak lepas dari peran seorang perantau asal Minangkabau, Raja Sulaeman.
Jejak Minangkabau di Filipina
Sebelum Spanyol menjajah Filipina, wilayah ini berada di bawah kekuasaan sejumlah pemimpin Islam, termasuk Raja Sulaeman yang berasal dari Minangkabau.
Menurut penelitian Mochtar Naim dalam disertasinya, Merantau: Pola Migrasi Suku Minangkabau (1974), Raja Sulaeman adalah pendiri Kota Manila, sementara Kerajaan Sulu di Filipina Selatan didirikan oleh Raja Baginda, yang juga berasal dari Minangkabau.
Profesor Gusti Asnan, sejarawan Universitas Andalas, mendukung temuan ini. Ia menjelaskan bahwa pola migrasi masyarakat Minang yang luas memungkinkan jejak mereka tersebar hingga Sabah, Sarawak, Brunei, dan Filipina.
Menurutnya, beberapa kelompok di Sulu diyakini memiliki hubungan erat dengan leluhur Minangkabau, meskipun tidak semua orang Sulu berasal dari Minang.
Tiga Raja Besar di Manila
Pada pertengahan abad ke-16, Manila dipimpin oleh tiga tokoh besar: Raja Sulaeman, Raja Matanda, dan Raja Lakandula. Mereka membagi kekuasaan atas wilayah di sekitar Sungai Pasig, dengan Raja Sulaeman dan Raja Matanda menguasai selatan, sementara Raja Lakandula memimpin bagian utara.
Nama "Manila" sendiri diyakini berasal dari frasa Arab fi’ amanillah, yang berarti "di bawah lindungan Allah". Hal ini mencerminkan akar Islam yang kuat di kawasan tersebut sebelum kedatangan armada Spanyol.
Perjuangan Melawan Spanyol
Namun, kedatangan Spanyol mengubah peta kekuasaan di Filipina. Pada 27 April 1521, armada Spanyol yang dipimpin Ferdinand Magellan menghadapi perlawanan dari pasukan lokal. Lapu-Lapu, seorang pemimpin Muslim di wilayah itu, berhasil membunuh Magellan. Meski demikian, dominasi kekuatan Spanyol akhirnya meruntuhkan pengaruh Islam di Filipina.
Raja Sulaeman, yang kala itu menguasai Pulau Luzon (sebelumnya dikenal sebagai Seludung), turut berjuang melawan penjajahan Spanyol. Meskipun akhirnya kalah, jejak peninggalannya masih bisa dilihat hingga kini.
Peninggalan Sejarah Islam di Filipina
Salah satu warisan terbesar Raja Sulaeman adalah pembangunan Intramuros Wall City, sebuah benteng besar yang menjadi cikal bakal Kota Manila. Dibangun di atas lahan seluas 64 hektare, kawasan ini pada awalnya menjadi pusat pemerintahan Spanyol sekaligus benteng pertahanan. Di dalamnya terdapat Fort Santiago, bangunan bersejarah yang hingga kini menjadi saksi bisu masa lalu.
Selain itu, Masjid Syekh Karim al-Makdum di Filipina Selatan menjadi jejak penting Islam di negeri ini. Dibangun pada tahun 1380 oleh seorang saudagar Arab, masjid ini adalah tempat penyebaran Islam pertama di Filipina. Tiang-tiang asli masjid ini masih berdiri kokoh dan telah diakui sebagai warisan budaya oleh Museum Nasional Filipina.
Jejak Islam lainnya terlihat di Distrik Quiapo, Manila, yang dahulu merupakan pusat perdagangan berbasis sistem Islam. Meskipun kini telah dipenuhi gedung-gedung modern, sebagian pedagang di kawasan ini masih menggunakan sistem transaksi sesuai prinsip Islam.
Mengenang Raja Sulaeman
Sebagai penghormatan atas perannya dalam sejarah Filipina, patung Raja Sulaeman kini berdiri megah di Rizal Park, Manila. Patung ini menjadi pengingat tentang kejayaan Islam di Filipina dan jejak seorang perantau Minangkabau yang membawa pengaruh besar di tanah seberang.
Melalui kisah Raja Sulaeman, kita dapat melihat bagaimana migrasi orang Minangkabau bukan hanya memperluas wilayah penyebaran budaya, tetapi juga memainkan peran signifikan dalam sejarah bangsa lain. Jejak sejarah ini seharusnya menjadi kebanggaan bersama yang terus dikenang. [Benhil Online]