Secara geografis, Suku Huaulu mendiami bagian utara Pulau Seram, tepat di kaki Gunung Binaiya. Suku ini memiliki hubungan kekerabatan yang dekat dengan Suku Naulu yang menghuni wilayah selatan pulau tersebut.
Sejak zaman dahulu, Baileo, rumah adat khas Suku Huaulu, menjadi simbol penting dalam kehidupan komunitas mereka. Pembangunan Baileo disertai upacara adat yang sarat dengan ritual.
Konon, di masa lalu, ritual pendirian Baileo mengharuskan penggunaan tengkorak manusia. Tengkorak tersebut, yang merupakan milik musuh-musuh suku yang telah gugur, ditempatkan sebagai pondasi tiang-tiang utama bangunan.
“Dulu, kepala manusia memang digunakan sebagai bagian dari ritual. Tapi sekarang, kami sudah menggantinya dengan tempurung kelapa,” jelas Wilhemus Kogoya, seorang tokoh adat Suku Huaulu, dalam sebuah pertemuan beberapa waktu lalu.
Wilhemus menambahkan bahwa Baileo merupakan rumah adat utama yang digunakan sebagai pusat kegiatan masyarakat. Dahulu, Baileo juga berfungsi sebagai tempat tinggal raja atau kepala desa serta menjadi tempat ibadah.
Selain itu, rumah adat ini menjadi lokasi pertemuan penting untuk membahas strategi perang atau hal-hal lain terkait kehidupan mereka. Kini, Baileo lebih berfungsi seperti balai desa yang digunakan untuk rapat dan upacara adat.
“Warga desa berkumpul di Baileo atas panggilan kepala suku. Pertemuan ini bisa untuk membahas keadaan desa atau mempersiapkan pertahanan,” kata Wilhemus.
Ruang Serbaguna dengan Sentuhan Tradisional
Baileo berbentuk rumah panggung dengan banyak tiang penyangga yang dihias ukiran. Untuk memasuki Baileo, pengunjung harus menaiki tangga setinggi 1,5 meter, yang mengantar mereka ke ruang utama. Ruangan ini luas dan terbuka tanpa jendela atau pintu, dikelilingi oleh bangku panjang yang digunakan untuk berbagai keperluan seperti rapat atau makan bersama.
Di sudut Baileo, terdapat sebuah ruangan privasi yang berfungsi sebagai kamar tidur. Menariknya, ruangan ini tidak hanya digunakan untuk tidur tetapi juga sebagai tempat memasak dan kegiatan rumah tangga lainnya.
“Desain rumah ini sederhana namun multifungsi, sehingga satu ruangan bisa dipakai untuk berbagai kegiatan,” ujar Wilhemus.
Secara keseluruhan, rumah Suku Huaulu terdiri dari dua bagian utama: satu bagian terbuka untuk keperluan sosial, dan bagian lain yang lebih tertutup untuk kegiatan keluarga yang bersifat pribadi.
Rumah adat ini juga menunjukkan keharmonisan dengan alam. Bahan bangunannya terbuat dari material alami seperti kayu, bambu, dan atap rumbia. Beberapa rumah bahkan dibangun tanpa menggunakan paku, dengan bagian-bagian yang disatukan secara tradisional. [Benhil Online]