Lombok, salah satu permata wisata Indonesia, selalu menarik perhatian wisatawan lokal maupun mancanegara. Keindahannya yang meliputi pantai-pantai eksotis hingga gunung-gunung megah menjadikan Lombok sebagai destinasi impian.
Namun, di balik panorama memukau itu, Lombok menyimpan sejarah kelam yang tertulis dalam "Babad Lombok," sebuah warisan budaya yang tersimpan di Museum Negeri Nusa Tenggara Barat. Naskah ini, tertulis di daun lontar dan menggunakan bahasa Jawa Kuno, merekam kisah dahsyat letusan Gunung Samalas pada abad ke-13.
Babad Lombok mencatat peristiwa letusan Gunung Samalas pada tahun 1257 M yang diduga mencapai skala 7 pada Volcanic Explosivity Index. Letusan besar ini melontarkan kolom erupsi hingga puluhan kilometer ke atmosfer, menyebarkan aliran piroklastik yang meluluhlantakkan Pulau Lombok.
Peristiwa tersebut menarik perhatian tim geologi internasional yang dipimpin Frank Lavigne dari Universite Pantheon-Sorbonne bersama ahli gunung api Indonesia.
Pada 2013, mereka mengunjungi Gunung Rinjani dan menganalisis sampel yang mengonfirmasi kesamaan usia abu karbon di kutub utara dan selatan, menguatkan bahwa letusan besar terjadi pada tahun 1257.
Para peneliti mencatat bahwa letusan Samalas berkekuatan delapan kali lebih dahsyat dari Krakatau dan dua kali lebih besar dari Tambora. Dampaknya sangat luas, menyebabkan perubahan iklim mendadak dan gagal panen di Eropa.
Bahkan, ribuan kerangka manusia yang ditemukan di kuburan massal London terhubung dengan periode pendinginan dunia yang disebabkan oleh letusan Samalas pada 1258.
Di Indonesia, letusan ini memuntahkan lebih dari 40 kilometer kubik batu dan abu setinggi 40 kilometer, menghancurkan Kerajaan Lombok. Jejak letusan ini adalah Danau Segara Anak, kawah raksasa yang menjadi sisa-sisa dari gunung purba tersebut.
Babad Lombok mengisahkan bagaimana bencana itu memporak-porandakan masyarakat Lombok. Dalam naskahnya, tertulis detail mengerikan:
1. Gunung Rinjani longsor, Samalas runtuh, dan banjir batu menghancurkan Desa Pamatan. Rumah-rumah hancur, tersapu lumpur, dan banyak penduduk tewas.
2. Gempa selama tujuh hari mengguncang, manusia berlarian menyelamatkan diri, mencari perlindungan di bukit-bukit.
3. Sisa kerabat kerajaan mengungsi, tersebar di daerah-daerah sekitar seperti Jeringo, Samulia, dan Pepumba.
4. Hujan batu besar, pasir, dan abu menyelimuti daratan. Banyak yang mengungsi ke Brang Batun.
5. Mereka berlindung ke berbagai desa seperti Langko dan Pejanggik. Setelah tujuh hari gempa, penduduk mulai membangun pemukiman baru di Lombok.
Babad Lombok mencatat tragedi besar yang mengubah wajah Pulau Lombok. Dari reruntuhan peristiwa itu, masyarakat Lombok membangun kembali kehidupannya. Ingatlah bahwa sejarah adalah fondasi dari keindahan yang kita nikmati hari ini. Mengenang kisah Gunung Samalas bukan hanya menghormati masa lalu, tapi juga mengingatkan kita akan kekuatan alam dan perjalanan panjang Lombok yang menginspirasi. [Benhil Online]