Selama ini, pamor keris kerap disamakan dengan pola pedang Damascus yang dikenal dengan istilah "Damascus patterns". Namun, mengacu pada definisi UNESCO, karakteristik utama keris justru terletak pada bentuknya yang asimetris. Bentuk asimetris ini adalah elemen khas yang membedakan keris dari senjata tradisional lain di dunia.
Dalam tradisi Jawa, asimetri ini dikenal sebagai "condong leleh," yaitu sudut kemiringan bilah keris yang terlihat saat dilihat dari garis horizontal bilah bawah yang berbatasan dengan gonjo. Sudut kemiringan inilah yang memberikan keris keunikannya sebagai belati asimetris, sebuah desain yang tak ditemukan pada senjata tradisional bangsa lain.
Perjalanan Sejarah Keris
Menurut UNESCO, bentuk keris seperti yang kita kenal sekarang diperkirakan mulai muncul sejak abad ke-10 dan menyebar dari Jawa ke berbagai wilayah di Asia Tenggara. Meski demikian, prototipe keris sudah terukir di relief Candi Borobudur (abad ke-8) dan Candi Prambanan (abad ke-9). Namun, desain keris pada relief tersebut masih tegak lurus dan belum menunjukkan asimetri seperti desain keris modern.
Estetika dan Ragam Keris
UNESCO mencatat bahwa keindahan keris mencakup tiga aspek utama: dhapur, pamor, dan tangguh.
- Dhapur merujuk pada model atau bentuk keris, yang bisa berbeda karena variasi ornamen atau ricikan. Ada setidaknya 40 varian dhapur yang tercatat, mencerminkan keragaman bentuk dan detail pada keris.
- Pamor adalah pola dekoratif pada bilah keris yang terbentuk dari teknik tempa-lipat berbagai jenis logam. Terdapat 120 varian pamor yang diakui, yang jelas berbeda dari pola pada pedang Damascus. Teknik pamor mencerminkan tingkat penguasaan seni tempa-lipat oleh para pembuat keris.
- Tangguh mengacu pada interpretasi asal-usul dan estimasi usia keris. Namun, aspek ini sering memicu perdebatan karena setiap komunitas pengeris memiliki perspektif yang berbeda.
Proses Pembuatan dan Keahlian Empu
Kualitas keris ditentukan oleh proses pembuatannya yang melibatkan ribuan kali tempa-lipat berbagai logam seperti besi, baja, dan nikel. Keahlian Empu, sang pengrajin keris, bukan hanya soal teknik metalurgi, tetapi juga mencakup pengetahuan sastra, sejarah, psikologi, hingga ilmu gaib. Profesi ini biasanya diwariskan secara turun-temurun dan sangat dihormati di masyarakat, meski tidak selalu berada di puncak hierarki sosial.
Keris dan Perempuan
Menariknya, keris tidak hanya digunakan oleh kaum laki-laki. Kaum perempuan juga memiliki keris khusus yang disebut cundrik atau patrem, dengan ukuran yang lebih kecil dari keris pada umumnya. Bahkan, keris kerap menjadi bagian dari seni tari, seperti Tari Serimpi yang diciptakan pada masa Sultan Agung.
Keris dalam Tradisi Modern
Hingga kini, keris tetap hidup dalam tradisi masyarakat. Di Madura, Desa Aeng Tong Tong masih menjadi pusat pembuatan keris dengan ratusan pengrajin. Kota-kota seperti Solo, Yogyakarta, dan Magetan juga masih memiliki Empu yang bekerja sesuai tradisi. Meski tidak lagi digunakan sebagai senjata tikam, keris tetap dihormati sebagai simbol budaya dan spiritual.
Pada masa modern, keris lebih banyak difungsikan sebagai pusaka yang diwariskan, simbol identitas, atau elemen dalam upacara adat. Bahkan, dalam pengajuan keris sebagai warisan budaya dunia ke UNESCO pada 2004, disebutkan bahwa keris memiliki lima fungsi utama: tradisi, sosial, seni, filosofi, dan mistis.
Keris Sebagai Fenomena Nusantara
Walau sering dianggap sebagai simbol budaya Jawa, keris adalah fenomena yang mencakup seluruh Nusantara. Setidaknya, ada 15 etnis di Indonesia yang memiliki tradisi keris, termasuk Madura, Bali, Bugis, hingga Toraja. Tradisi perkerisan ini tercermin dalam berbagai ritual, seperti prosesi malam 1 Suro di Kraton Yogyakarta dan Solo, di mana keris diarak bersama pusaka lainnya.
Keberadaan keris tidak hanya sebagai artefak, tetapi juga simbol spiritual dan mitologi yang kaya. Narasi-narasi ini terus hidup, memperkuat posisi keris sebagai warisan budaya yang tak tergantikan di tengah modernisasi. Dengan demikian, keris bukan sekadar senjata, melainkan cerminan identitas dan kearifan lokal yang mendalam. [Benhil Online]