Di berbagai daerah di Jambi, terutama di Kabupaten Bungo, Kerinci, Tebo, dan Sarolangun, para perempuan memiliki tradisi unik yang mencerminkan warisan budaya mereka.
Salah satu tradisi tersebut adalah penggunaan kuluk, yaitu penutup kepala yang terbuat dari kain yang dililitkan dengan rapi. Penggunaan kuluk ini menjadi bagian penting dari upacara adat dan memiliki nilai simbolis yang mendalam.
Sejarah dan Asal Usul Kuluk
Tradisi memakai kuluk oleh perempuan Jambi telah ada jauh sebelum masuknya agama Islam ke Nusantara, sekitar abad ke-7. Saat itu, penutup kepala ini berbentuk seperti turban dan dikenal dengan sebutan kuluk beselang mertuo.
Dalam sejarahnya, setiap kerajaan Melayu memiliki jenis penutup kepala atau tengkuluk yang berbeda-beda, termasuk Jambi. Suku Batin yang tersebar di Sarolangun, Merangin, dan Kerinci dikenal memiliki koleksi tengkuluk yang sangat beragam.
Beragam Jenis Tengkuluk
Kuluk tidak hanya berfungsi sebagai pelindung kepala, tetapi juga sebagai penanda status sosial. Terdapat sekitar 98 jenis tengkuluk yang tercatat di museum di Jambi, masing-masing dengan makna dan filosofi yang unik.
1. Kuluk Kembang Duren
Tengkuluk ini sering dipakai oleh para gadis Jambi sebagai simbol kecantikan.
2. Kuluk Pengajian
Digunakan oleh perempuan dewasa saat menghadiri acara keagamaan atau ke masjid. Tengkuluk ini mencerminkan ketaatan terhadap ajaran Islam.
3. Kuluk Kuncup Melati
Tengkuluk ini dikenakan oleh perempuan muda yang belum menikah, khususnya dalam tarian atau penyambutan tamu adat.
4. Kuluk Ketelang Petang
Biasanya digunakan oleh perempuan di daerah pegunungan atau pantai untuk membawa hasil kebun atau kayu dengan keranjang yang dikaitkan pada kepala mereka.
5. Kuluk Daun Manggis
Melambangkan kekayaan alam Jambi, tengkuluk ini sering digunakan oleh penari dari Muaro Bulian, Kabupaten Batanghari. Filosofinya mencerminkan ketulusan hati dan kebijaksanaan.
6. Kuluk Mayang Terurai
Dikenakan oleh istri atau anak pemangku adat saat menghadiri upacara adat. Bentuknya yang menjuntai menyerupai rambut panjang.
7. Kuluk Daun Pandan Berlipat
Tengkuluk ini melambangkan kekuatan tanpa kesombongan dan biasanya dikenakan oleh istri pemangku adat di Desa Tabir, Kabupaten Bungo.
Filosofi dalam Penggunaan Kuluk
Pemakaian kuluk tidak boleh sembarangan. Ada aturan yang harus diikuti sesuai dengan adat istiadat. Misalnya, kain yang menjuntai ke kanan menandakan pemakainya sudah menikah, sementara kain yang menjuntai ke kiri menunjukkan status belum menikah.
Busana Lengkap dengan Kuluk Beselang Mertuo
Saat mengenakan kuluk beselang mertuo, perempuan Jambi juga dilengkapi dengan busana tradisional, seperti kebaya songket, sarung songket, kalung tapak kudo bungo matahari, gelang pilin, dan kerabu bungo matohari.
- Kalung Tapak Kudo Bungo Matahari
Aksesori ini melambangkan ikatan pernikahan dan komitmen terhadap ajaran Islam. Terbuat dari emas, kalung ini dihiasi permata dengan teknik filigree.
- Selendang Songket Merah
Warna merah pada selendang mencerminkan keberanian dalam bersikap dan berbicara. Selendang ini dibuat dari benang katun merah atau hitam.
Kombinasi antara kuluk beselang mertuo dan busana tradisional lainnya mencerminkan nilai demokrasi yang tetap berpijak pada akar budaya.
Tren Modernisasi Kuluk
Seiring perkembangan zaman, tradisi penggunaan kuluk turut beradaptasi. Kini, kuluk dimodifikasi menjadi hijab atau turban yang lebih praktis dan sederhana. Inovasi ini membuat kuluk semakin diminati oleh generasi muda, tanpa meninggalkan nilai-nilai budaya yang melekat di dalamnya. [Benhil Online]