Salah satu warisan budaya yang lahir dari dinamika tersebut adalah ayam taliwang, hidangan khas Lombok yang kini menjadi primadona di berbagai penjuru Nusantara.
Lahir di Tengah Konflik Kerajaan
Kisah ayam taliwang bermula dari sejarah panjang hubungan Lombok dan Bali. Meski kedua daerah memiliki kemiripan bahasa dan logat, penyebaran etnis Bali ke Lombok pada abad ke-17 memicu interaksi budaya yang tidak selalu harmonis.
Saat itu, Kerajaan Karangasem, Bali, mengirimkan pasukan pendahulu yang dipimpin Patih Arya Sudarsana ke wilayah Lombok, tepatnya ke Kerajaan Selaparang, yang mayoritas penduduknya sudah menganut Islam.
Namun, kehadiran pasukan dari Bali tersebut tidak diterima baik oleh Suku Sasak, penduduk asli Lombok. Ketegangan pun berujung pada konflik yang memanas hingga perang pecah.
Dalam catatan Tanwir mengenai pemberontakan rakyat Sasak terhadap Kerajaan Bali (1891–1894), disebutkan bahwa pasukan Arya Sudarsana harus mundur dari Selaparang dengan bantuan pasukan Sumbawa yang dipimpin Amasa Samawa pada 1723–1725 M.
Baca juga: Sensasi Manis Gurih Tajin Sobih, Kuliner Otentik Madura yang Memikat Lidah
Di sisi lain, Kerajaan Selaparang mencoba meredakan konflik dengan mengundang pasukan dari Kerajaan Taliwang, sebuah kerajaan kecil yang dikenal menjunjung tinggi nilai-nilai damai. Pasukan Taliwang ditugaskan menjalin dialog dengan Kerajaan Karangasem demi menghentikan pertumpahan darah.
Dalam misi tersebut, bukan hanya para pemuka agama dan prajurit yang dilibatkan, tetapi juga juru masak dari Kerajaan Taliwang. Para juru masak inilah yang memperkenalkan ayam pelalah manok, yaitu ayam bakar dengan bumbu khas yang mengombinasikan bawang putih, bawang merah, cabai, terasi, dan garam.
Hidangan ini, yang awalnya digunakan untuk menjamu pemimpin perang, menjadi cikal bakal ayam taliwang yang kita kenal hari ini.
Dari Tradisi Adat ke Sajian Komersial
Transformasi ayam taliwang dari makanan ritual menjadi komoditas dimulai dari tangan seorang perempuan bernama Nini Manawiyah, atau yang akrab disapa Papin Manawiyah.
Beliau memanfaatkan keahlian memasak ayam bakar pelalah untuk berjualan di rumahnya di Karang Taliwang pada pagi hari dan di Pasar Cakranegara pada malam harinya. Hidangannya, yang terdiri dari nasi, ayam bakar pelalah, dan beberuk (lalapan khas Lombok), cepat menarik perhatian warga setempat.
Keunikan rasa ayam bakar ini—pedas, gurih, dan kaya rempah—membuatnya dikenal luas. Nama "ayam taliwang" pun diambil dari tempat asal Manawiyah, Karang Taliwang. Bahkan, dikabarkan Jenderal Ahmad Yani, salah satu Pahlawan Revolusi, pernah menikmati sajian ini saat singgah di warung Manawiyah.
Baca juga: Bebek Songkem, Kuliner Tradisional Madura dengan Filosofi dan Rasa Berkelas
Sepeninggal beliau, warung-warung ayam taliwang mulai bermunculan di seluruh Pulau Lombok, menjadikan hidangan ini ikon kuliner khas daerah tersebut.
Simbol Pembauran Budaya
Ayam taliwang bukan sekadar makanan, melainkan simbol pembauran budaya antara Suku Sasak, penduduk Karang Taliwang, dan Kerajaan Karangasem. Kehadirannya mempererat hubungan sosial sekaligus menjadi pengingat akan pentingnya diplomasi dalam menyelesaikan konflik.
Untuk menikmati hidangan khas ini, plecing kangkung sering kali menjadi pendamping yang tak terpisahkan. Plecing kangkung—rebusan kangkung dan taoge dengan sambal khas Lombok, kelapa parut, gula Jawa, dan kacang goreng—menambah kesempurnaan rasa.
Kini, Anda pun dapat menghadirkan ayam taliwang di meja makan sebagai sajian istimewa untuk keluarga. Dengan resep yang mudah ditemukan, memasak ayam taliwang sekaligus plecing kangkung bisa menjadi cara menyenangkan untuk merayakan momen kebersamaan. Nikmati warisan sejarah ini dalam setiap gigitan, dan rasakan kehangatan budaya Nusantara di rumah Anda. Selamat mencoba! [Benhil Online]