Kepemimpinan Jokowi Lebih Buruk dari Soeharto? Ini Alasannya

Jokowi

Penulis: Saiful Huda Ems

Lawyer dan Pemerhati politik


Bagi mereka yang memperhatikan perkembangan politik nasional sejak era Orde Lama (Soekarno), Orde Baru (Soeharto), hingga Orde Reformasi dan sekarang di era Jokowi, pasti sudah merasakan berbagai dinamika kepemimpinan di Indonesia. 

Namun, ada satu hal yang perlu direnungkan secara mendalam—kepemimpinan mana yang paling merusak demokrasi dan paling berat dirasakan rakyat? Jawaban dari beberapa pihak bisa mengejutkan, yakni: masa pemerintahan Jokowi dianggap sebagai yang terburuk. Mengapa bisa demikian?

1. Manipulasi Politik yang Belum Pernah Ada Sebelumnya

Di era Soekarno dan Soeharto, bahkan hingga masa kepemimpinan BJ. Habibie, Gus Dur, Megawati, dan SBY, strategi politik yang digunakan jauh lebih lugas dan terbuka. Saat itu, presiden dan penguasa lainnya berhadapan langsung dengan lawan politiknya. 

Koruptor diproses sesuai hukum, dan tidak ada manipulasi atau penyanderaan politik yang menjadikan para pelaku sebagai 'boneka' penguasa. Jokowi dianggap berbeda, dengan berbagai tudingan bahwa banyak aktor politik terjerat hukum tapi kemudian dikendalikan untuk kepentingan pemerintah.

2. Kebijakan Pajak yang Mencekik

Meskipun pemerintahan Soeharto sering dikritik karena otoritarianismenya, satu hal yang tak bisa diabaikan adalah bahwa ia jarang memberlakukan kebijakan yang dianggap memeras rakyat secara berlebihan, seperti pajak yang memberatkan. 

Baca juga: Pertemuan Hangat Eti dan Bamunas Bahas Masa Depan Cirebon dengan Strategi Berbeda

Berbeda dengan Jokowi yang kerap dikritik karena menerapkan kebijakan pungutan dan pajak di berbagai sektor, yang dinilai membebani kehidupan masyarakat kelas bawah. Jika di masa lalu rakyat masih bisa sedikit bernapas, kini seolah tekanan dari segala sisi datang tanpa henti.

3. Pelanggaran Terhadap Konstitusi

Presiden sebelum Jokowi, dari Soekarno hingga SBY, pada umumnya mengikuti aturan main yang ada dalam konstitusi. Jika ada masalah dengan peraturan, mereka akan melalui prosedur resmi untuk memperbaikinya. 

Namun, rezim Jokowi sering dituding melanggar peraturan lebih dulu, kemudian mencari legitimasi setelahnya. Ini menciptakan kekhawatiran besar tentang bagaimana hukum dan aturan diperlakukan oleh pemerintahan saat ini.

4. Nepotisme yang Belum Pernah Terjadi

Tak ada presiden sebelum Jokowi yang menempatkan anak-anaknya di jabatan strategis di partai politik, apalagi mencalonkan mereka sebagai wakil presiden. Ini adalah hal baru dalam politik Indonesia. 

Selain itu, Jokowi dituding memberikan keistimewaan kepada keluarganya dalam akses terhadap proyek-proyek strategis dan bisnis tambang. Hal ini menimbulkan pertanyaan serius tentang integritas dan nepotisme dalam pemerintahannya.

5. Kehidupan Rakyat yang Kontras dengan Keluarga Presiden

Di tengah kesulitan ekonomi yang dirasakan rakyat, kehidupan keluarga presiden Jokowi justru terlihat sangat mewah.

Banyak orang merasa ada ketidakadilan yang mencolok antara rakyat yang berjuang untuk hidup dan keluarga presiden yang terlihat hidup dalam kemewahan, bahkan melakukan perjalanan dengan jet pribadi. Ini menambah rasa frustrasi di kalangan masyarakat, terutama ketika kasus-kasus korupsi besar yang melibatkan elit politik belum tersentuh oleh penegak hukum.

Baca juga: Emak-Emak Majalengka Jadi Korban Manipulasi Politik, Dipaksa Ngaku Kader PDIP dan Deklarasi Dukungan Eman di Pilkada Majalengka

Melihat sejarah pemerintahan Indonesia dari masa ke masa, Jokowi sering dipandang sebagai presiden yang menghadapi tantangan paling berat. Namun, bagi sebagian orang, cara kepemimpinannya justru dinilai sebagai faktor yang memperburuk situasi. 

Korupsi semakin merajalela, pendidikan semakin mahal, dan masyarakat kecil menghadapi berbagai persoalan berat. Pada akhirnya, rakyat merasa seperti hidup di bawah bayang-bayang kepemimpinan yang bukan hanya mengecewakan, tetapi juga merusak demokrasi yang sudah susah payah dibangun sejak reformasi. [Benhil Online]

Previous Post Next Post

Contact Form