Oleh H.Martogi L.Gaol (Pemerhati Bola Basket & Mantan Pengurus PP Perbasi)
Setiap organisasi memiliki aturan dan prosedur yang harus diikuti dalam proses pencalonan dan pemilihan pemimpin atau pengurus. Aturan tersebut biasanya tercantum dalam anggaran dasar dan statuta organisasi. Sebagai anggota organisasi, kita harus mematuhi aturan-aturan tersebut demi menjaga demokratisasi dan keadilan dalam proses pemilihan.
Apabila ada hal-hal yang bertentangan dengan aturan organisasi, maka peraturan tersebut perlu dikoreksi, diperbaiki atau dicabut.
Proses pencalonan dan pemilihan yang adil dan transparan sangat penting untuk menjaga integritas dan kepercayaan anggota organisasi.
Statuta FIBA menyatakan pada artikel 9.7 bahwa federasi nasional harus melaksanakan proses pemilihan secara demokrasi, transparan dan akuntabilitas yang di lakukan 4 tahun sekali.
Anggaran dasar dan rumah tangga Perbasi yang berbunyi, sebagai berikut :
Anggaran dasar : pasal 18.2 yang berbunyi Munas dilaksanakan 4 tahun sekali. Anggaran rumah tangga : pasal 30.1 yang berbunyi membentuk panitia penyelenggara 3 bulan sebelum berakhirnya masa bakti.
Baca juga: Transformasi Bandung, Jejak Karya Thomas Karsten dalam Menata Kota dengan Sentuhan Tropis
Nah dari beberapa pasal yang ada dan tulisan diatas tidak ada sebuah isyarat untuk membuat aturan baru oleh team penjaringan apalagi aturan yang bertentangan dengan semangat demokrasi.
Semangat perubahan dan mencari sosok untuk menjadi pemimpin organisasi nasional bolabasket
Membuat sebuah aturan yang mengada ada menunjukkan tidak ada semangat demokrasi karena syarat yang dibuat melanggar ad/art dan FIBA statuta, apa saja yang menurut banyak penggemar bola basket tanah air yang kurang berkenaan dan menjadi perbincangan di kalangan masyarakat basket yang coba saya rangkum, antara lain adalah terkait dengan syarat dukungan 15 propinsi oleh bakal calon ketua umum, analogi sederhananya ad/art menjelaskan sangat tegas bahwa peserta Munas dan pemilik suara adalah pengurus kabupaten/kota dan pengurus propinsi maka dari itu hak yang sama (azas Egaliter) yang bisa memberikan dukungan kepada para calon.
Apakah seseorang yang tidak dapat dukungan dari pengurus propinsi adalah seseorang yang tidak layak memimpin organisasi? Dan apakah orang yang mendapatkan dukungan banyak dari para pengurus propinsi menjadi orang yang sangat baik akan memimpin organisasi ? Kenapa tidak saja membuat aturan seorang bakal calon adalah seorang anak raja, keponakan raja atau seorang konglomerat.
Semangat demokrasi tidaklah demikian melainkan mengisyaratkan Semua sama Dimata kita semua dan biarlah peserta Munas (pemilik suara) menjadi hakim dan memutuskan untuk memilih pilihannya bukan dihambat dengan aturan yg tidak ada sama sekali di FIBA statuta dan ad/art Perbasi.
Selanjutnya point terkait pendaftaran dengan menggunakan uang sebesar berapapun tidak menunjukkan bahwa seseorang yg membayar akan lebih baik memimpin dan orang yang tidak punya uang tidak layak memimpin dan kepemimpinan bukan uang yang menjadi patokan maka oleh dari itu perlu di koreksi bunyi syarat atau kriteria ini, dan menurut penulis, panitia hanya menampung para calon saja tidak berhak memutuskan sah atau tidaknya seorang calon.
Dan semua calon wajib berkomunikasi dengan seluruh pengurus basket se Indonesia bukan menjadi kubu2an dengan proses dukung mendukung calon tertentu walaupun itu sah sah saja, tapi yang menjadi hal yang utama adalah persatuan seluruh masyarakat bola basket untuk meraih prestasi setinggi tingginya
Kenapa kita memilih ketum yang asik buat Perbasi orang yang asik bukan berarti dia sok asik, minimal seseorang yang komunikatif, merangkul, punya semangat Egaliter, tidak ada kepentingan pribadi atau kelompok tertentu, jiwa nasionalis yang tinggi untuk kepentingan Nasional bukan dari keluarga presiden, keluarga raja karena kita NKRI, punya semangat anti KKN, bukan anti demokrasi, dan taat pada aturan FIBA & AD & ART punya semangat persatuan yang akan membawa Indonesia Berprestasi.
Sebuah harapan dan keniscayaan. [Benhil Online]