Industri elektronik Jepang sedang di ambang kematian. Produk-produk yang dulu hanya menjadi lelucon bagi buatan Jepang saat ini menjadi produk unggulan, salah satunya Samsung.
Ekonomi Negara Matahari Terbit itu sedang berada pada masa kelabu. Beberapa perusahaan besar di sana mengumumkan kabar yang sangat buruk.
Dikutip dari postingan seorang pengusaha di media sosial (Medsos) bulan Juli 2024, 3 raksasa yaitu Sony, Panasonic, dan Sharp mengumumkan kerugian trilyunan rupiah. Harga saham ketiganya jatuh tidak terkira.
Perusahaan-perusahaan bergengsi lain di sana tidak luput dari nasib buruk itu. Sanyo bahkan harus rela ditawarkan murah karena sudah hampir bangkrut. Sedangkan Sharp berencana menutup produksi AC (air conditioner) dan TV Aquos. Bagaimana dengan Toshiba? produk laptop mereka mungkin bakal gulung tikar, menyusul produk TV yang sudah lama berhenti.
Tulisan tentang kejatuhan produk ekonomi Jepang itu di medsos diberi judul The Death of Samurai (Kematian Pendekar Samurai).
Kabar buruk itu tentu saja membawa efek domino yang tidak bisa ditolak, yaitu gelombang PHK (pemutusan hubungan kerja). Sony dan Panasonic berencaba mem-PHK ribuan pekerja.
Jatuhnya industri elektronik Jepang yang mulai merajai dari 1970'an hingga 2010'an dipengaruhi oleh banyak faktor. Salah satunya adalah serbuan produk luar negeri yang harganya jauh lebih murah.
Membanjirnya produk Samsung dan LG dari Korea Selatan terasa sangat telak menghantam Jepang. Bagi orang Jepang, kedua produk itu telah mengalahkan produk mereka di mana-mana.
Ditambah lagi produk buatan China yang harganya sangat murah membuat produk-produk Negeri Sakura kalah bersaing saat dipajang di rak-rak toko.
Dari segi kecanggihan telekomunikasi, telepon genggam Sony (yang nasibnya mirip Nokia dari Swedia) sama sekali tidak bisa dibandingkan dengan Apple dari Amerika Serikat.
Nama Marjinal Samsu
Padahal saat awal kemunculannya dulu sekitar tahun 1990'an, produk-produk non Jepang itu sama sekali bukan tandingan produk Negeri Samurai itu baik dari segi kualitas dan gengsi.
Hal itu disampaikan Syarif (53 tahun).
"Dulu saya malu beli Samsung karena nama merk-nya mirip nama marjinal, Samsu," ujar pria yang bekerja di SPBU di Semarang.
Syarif menyatakan hal itu sudah tidak berlaku lagi karena produk Korea juga lebih unggul dan harganya bersaing.
Namun Ardi (41 tahun) punya pandangan yang berbeda.
"Selama produknya bagus, saya tetap suka produk Jepang," ujar pria pengusaha properti itu.
Menggunakan produk Jepang, menurut Ardi, sudah terjamin kualitasnya karena sudah berkecimpung di bidang itu selama puluhan tahun. [Benhil]