Seorang netizen melontarkan ide brilian untuk pemilihan Gubernur Jakarta di Pilkada (pemilihan kepala daerah) 2024 yang akan dilaksanakan Oktober mendatang.
Di tengah pencalonan Gubernur Jakarta yang hingga saat ini masih adem-adem saja, netizen yang enggan disebutkan namanya itu melontarkan nama mantan Gubernur Jakarta, Ahok atau Basuki Tjahaja Purnama. Sayangnya ide itu terganjal putusan MK (Mahkamah Agung).
Munculnya nama Anies Baswedan dan Ridwan Kamil dalam bursa calon gubernur di Jakarta direspon kurang antusias oleh publik. Padahal keduanya sudah pernah menjabat sebagai gubernur terpilih di Jakarta dan Jawa Barat.
Oleh sebab itu, netizen tersebut melontarkan nama Ahok dan membujuk PDIP (PDI Perjuangan) untuk mencalonkannya ke ajang Pilkada Jakarta 2024.
'Kalau PDIP ingin menjadi partai besar, inilah saatnya mencalonkan Ahok untuk menjadi pemimpin Jakarta pada 2024,' tulisnya di Facebook.
Dia menerangkan kalau integritas Ahok akan memberikannya kesempatan menjadi pemimpin nasional RI 2029 yang saat itu akan menghadapi Wakil Presiden Terpilih Gibran Rakabuming Raka. Menurutnya, masyarakat bakal merespon positif dengan dua calon tersebut karena sama-sama memiliki kinerja bagus.
'Ahok adalah manusia jujur yang perlu memimpin Jakarta dan kalau bisa RI,' tulis netizen itu.
Namun untuk mengamankan serangan politik identitas, elit politik lebih memilih Ahok sebagai wakil gubernur mendampingi Anies Baswedan.
Tanggapan Pesimis
Sayangnya wacana pencalonan politisi PDIP tersebut ditanggapi pesimis oleh sebagian besar netizen.
'Ahok pernah dipenjara, jadi tidak mungkin jadi presiden,' tulis seorang netizen.
'Nggak mungkinlah, dia bakal patuh pada ketum-nya [Megawati],' tulis yang lain.
'Nama Ahok sudah redup. Sudah 12 tahun berlalu,' yang lain menambahkan.
Namun ada juga yang bersikap positif dengan ide tersebut.
'Ide mencerahkan,' tulis netizen itu.
Terganjal MK
Namun ide menjadikan Ahok sebagai Jakarta 2 ternyata terganjal putusan MK. Lembaga negara itu menegaskan larangan kepala daerah mencalonkan diri sebagai wakil kepala daerah pada pilkada yang sama.
Itu artinya, orang yang pernah menjabat sebagai gubernur tidak bisa mencalonkan diri sebagai wakil gubernur di daerah yang sama. [Benhil]