Sejarah Konferensi Asia-Afrika, Peran Krusial Indonesia dalam Mengakhiri Penjajahan

Konferensi Asia Afrika

Pada 18-24 April 1955, Gedung Merdeka di Bandung, Jawa Barat, menjadi saksi sejarah Konferensi Asia Afrika (KAA), sebuah pertemuan monumental yang mempengaruhi peta politik dunia secara signifikan.

Dipimpin oleh Perdana Menteri Ali Sastroamijoyo dan dibuka oleh Presiden Soekarno, KAA dihadiri oleh perwakilan dari 29 negara di Asia dan Afrika. Meski Afrika Tengah (Rhodesia) absen karena instabilitas domestik, kehadiran negara-negara lainnya tetap menunjukkan solidaritas yang kuat.

Menurut sumber resmi Kemdikbud, gagasan untuk mengadakan pertemuan negara-negara Asia-Afrika pertama kali diajukan oleh Indonesia setelah Konferensi Kolombo pada 28 April 1954. Meskipun sempat diragukan oleh beberapa peserta, ide ini akhirnya mendapat dukungan penuh.

Dalam era Perang Dingin, ketika Amerika Serikat dan Uni Soviet bersaing sebagai dua kekuatan besar, muncul gagasan untuk mengurangi ketegangan dan membangun perdamaian global.

Indonesia memainkan peran vital dalam penyelenggaraan KAA, sebuah forum yang menjadi tonggak penting dalam sejarah diplomasi internasional.


Latar belakang KAA bermula dari pasca Perang Dunia II, ketika Blok Barat yang dipimpin Amerika Serikat dan Blok Timur yang dipimpin Uni Soviet saling bersaing. 

Indonesia memprakarsai dan menyelenggarakan KAA dengan dukungan dari negara-negara Asia dan Afrika, di mana usulan untuk menggelar KAA pertama kali muncul dalam Konferensi Kolombo pada 1954.

Konferensi Kolombo, yang dihadiri oleh perwakilan dari lima negara termasuk Indonesia, membahas berbagai isu penting dan menghasilkan dukungan untuk pelaksanaan KAA.

Tujuan KAA meliputi memajukan kerjasama internasional, membahas isu-isu ekonomi, sosial, dan budaya, mencari solusi untuk masalah kedaulatan nasional dan kolonialisme, serta memperkuat posisi Asia-Afrika dalam upaya perdamaian dunia.

Pelaksanaan KAA di Bandung pada 1955 menjadi bukti nyata peran aktif Indonesia dalam mempromosikan kerjasama antar bangsa di Asia dan Afrika. Indonesia berhasil mempersiapkan Bandung sebagai tuan rumah konferensi tingkat tinggi yang dihadiri oleh 29 negara.


Konferensi ini menghasilkan 'Dasasila Bandung' atau 'The Ten Principles', yang mencerminkan prinsip-prinsip hak asasi manusia, kedaulatan bangsa, dan perdamaian dunia. Konferensi ini meningkatkan citra Indonesia di mata dunia internasional, terutama di kalangan negara-negara Asia dan Afrika yang menginginkan kemerdekaan dan perdamaian.

Dasasila Bandung dianggap sebagai titik akhir era penjajahan dan kekerasan, serta mengubah struktur badan internasional seperti PBB. Konferensi ini juga memicu semangat solidaritas di antara negara-negara Asia dan Afrika.

Dalam konteks ekonomi global, KAA menekankan pentingnya negara-negara berkembang untuk saling membantu dan mengurangi ketergantungan pada negara-negara industri besar.

Komunike akhir KAA menyoroti pentingnya bantuan teknis antar negara berkembang, pertukaran pengetahuan teknologi, dan pembentukan lembaga pelatihan serta penelitian regional.

Konferensi Asia-Afrika tidak hanya menjadi tonggak sejarah dalam diplomasi global, tetapi juga memberikan kontribusi signifikan dalam mewujudkan perdamaian, solidaritas, dan kerjasama antar bangsa di Asia dan Afrika serta memperkuat posisi Indonesia di panggung politik internasional. [Benhil Online]
Previous Post Next Post

Contact Form