Layanan internet satelit milik Elon Musk, Starlink, telah resmi hadir di Indonesia, dimulai dari Bali pada 19 Mei 2024.
Kehadiran Starlink memicu berbagai spekulasi, terutama di kalangan penyelenggara jasa internet lokal. Pertanyaan yang muncul adalah, apakah kehadiran Starlink akan menggusur bisnis Internet Service Provider (ISP) lokal yang sudah mapan?
Andika Bayu Herbowo, Sekretaris Wilayah Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) Jawa Barat, berpendapat bahwa Starlink bukan ancaman, melainkan pelengkap bagi industri telekomunikasi, terutama dalam upaya pemerataan internet di wilayah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar), jika dikelola dengan tepat.
"Starlink dapat membantu menyediakan layanan akses internet berkecepatan tinggi. Konektivitas Starlink mampu mengirim data lebih cepat dibandingkan jaringan nirkabel tetap 4G, satelit konvensional, dan paket fiber dasar," ujar Andika dalam acara Ngulik (Ngobrol Diskusi Teknologi Informasi dan Komunikasi) di Kota Bandung, pada Rabu, 13 Juni 2024.
Andika menambahkan, ISP lokal bisa memanfaatkan Starlink untuk kebutuhan Bandwidth on Demand (BOD) dalam penyelenggaraan acara besar.
Dengan beroperasi di orbit rendah Bumi atau Low Earth Orbit (LEO), satelit Starlink menjadi solusi broadband bagi daerah pedesaan atau wilayah yang belum terjangkau internet karena ketiadaan fiber optic atau base transceiver station (BTS).
"Ini adalah alternatif yang sangat baik untuk mengatasi tantangan membangun konektivitas di daerah terpencil yang sulit dilayani ISP, terutama di wilayah tanpa fiber optic dan blankspot," kata Andika.
Dari perspektif bisnis, Starlink memiliki segmen pasar yang berbeda dari ISP lokal. Harga layanan internet Starlink mulai dari Rp750.000 per bulan, sementara tarif ISP lokal jauh lebih terjangkau. Starlink lebih cocok bagi konsumen yang melek teknologi dan suka mencoba hal baru.
"Pengguna Starlink umumnya adalah masyarakat yang melek teknologi, early adopter, dan suka bereksperimen dengan teknologi. Instalasi Starlink juga sepenuhnya mandiri, tanpa layanan customer care via telepon, yang mungkin tidak disukai oleh semua konsumen di Indonesia," jelas Andika.
Keamanan data dan kedaulatan data menjadi isu penting lainnya terkait kehadiran Starlink. Hingga saat ini, Starlink belum memiliki Network Operation Center (NOC) di Indonesia, sehingga ada kekhawatiran tentang keamanan data dan kontrol terhadap konten negatif.
Oleh karena itu, Andika mengharapkan adanya penerapan aturan ISP di Indonesia bagi Starlink untuk memastikan pemerataan internet di seluruh wilayah Indonesia.
"Teknologi tidak bisa kita bendung, tapi bisa kita atur dan kelola dengan baik. Mungkin Starlink hanya disediakan untuk wilayah 3T atau blankspot, sementara kota-kota besar dengan fiber optic bisa tetap menggunakan ISP lokal," ujarnya.
"Kehadiran Starlink juga merupakan momentum bagi APJII untuk menjembatani antara inovasi global dan kepentingan lokal, agar masyarakat dapat menikmati akses internet merata dan berkecepatan tinggi, terutama di daerah 3T," tambah Andika. [Benhil Online]