Soto Semarang Kuliner Lezat Anti 'Greges' dan Sejarahnya

Soto Semarang

Saat cuaca tidak menentu kadang panas terik di siang hari kemudian tiba-tiba berhawa dingin di malam hari seperti saat ini, banyak orang yang merasakan kondisi tubuh kurang fit atau istilah bahasa Jawa disebut 'greges-greges'.

Saat mengalami 'greges', alih-alih minum obat atau vitamin, beberapa orang lebih suka mengonsumsi makanan atau minuman yang bisa meningkatkan imunitas. Salah satu makanan yang bisa mengembalikan kondisi tubuh fit adalah soto. 

Soto adalah makanan berkuah yang selain rasanya lezat juga mengandung bumbu dan rempah-rempah yang bisa meningkatkan kekebalan tubuh.

Kuliner sejenis sup yang mengandung jahe, bawang putih, kunyit, daun bawang, dan seledri pada kuahnya. Kemudian di situ juga diisi mie bihun, potongan daging, tauco, dan lain-lain.

Saat ini soto berkembang menjadi berbagai jenis, dari soto bebek di Tegal, soto mie di Bogor, sroto di Purwokerto, coto di Makassar, dan soto Semarang. Yang terakhir itu termasuk yang paling populer di Nusantara.

Soto Semarang yang kuahnya bening dengan potongan daging ayam dirasa paling cocok untuk lidah penikmat kuliner Tanah Air. Selain itu soto jenis ini juga rendah kolesterol karena tidak menggunakan bahan dari santan.

Soto dari ibu kota Jawa Tengah ini relatif mudah ditemui di berbagai kota besar dan kecil di Indonesia. Ciri khas-nya sangat sederhana, yakni berkuah bening dan lauknya daging ayam.

Biasanya di meja saji soto Semarang juga tersedia berbagai makanan kecil pelengkap hidangan, seperti perkedel, tempe, aneka sate (telur puyuh dan kerang), dan lain-lain. 

Sejarah Soto Semarang 

Sebelum berkembang menjadi kuliner populer, soto adalah masakan khas Tionghoa. Hal itu disampaikan oleh Sejarawan Prancis Denys Lombard dalam bukunya, Nusa Jawa Silang Budaya: Jaringan Asia.

Dalam buku itu Lombard mencatat bahwa orang-orang Tionghoa sangat berperan penting terhadap kemunculan masakan Soto. Kosa kata Soto sendiri awalnya berasal bahasa Mandarin, yakni caudu atau jao to. 

Kuliner berkuah itu, menurut Denys Lombard, mulai populer di Semarang pada abad ke-19. Awalnya masakan yang disantap menggunakan sendok bebek dan mangkuk sup keramik Tiongkok ini dijual dengan berkeliling menggunakan pikulan.

Kemudian beberapa pedagang memilih berjualan secara menetap di warung. Selain hidangan utama, banyak juga tempat kuliner yang menyediakan soto sebagai hidangan tambahan.  

Seiring waktu Soto menjadi hidangan yang memadukan beragam tradisi budaya yang berada di pesisir Utara pulau Jawa, yakni Tionghoa, Jawa, Arab, dan India (dengan penggunaan kunyit), sehingga didapat rasa soto yang lezat dan kaya akan rempah seperti saat ini.

Jadi jika Anda saat ini merasa tidak enak badan akibat cuaca tidak menentu, langsung saja ke warung soto terdekat, lalu menikmati sensasi kelezatan soto Semarang ditemani minuman hangat dan makanan pelengkap.

Setelah menyantap soto yang panas tersebut, maka keringat keluar dari pori-pori kulit, dan tubuh akan kembali fit seperti sedia kala. [Benhil]


Surga Tropis

Tropics Paradise is a collection of writings and papers presented at, from, and to the tropics. Actually, the tropics is a place that comfortable, warm, and affluent. But the situation goes undermined by the real interests that not coming from the tropics itself, such as politics, ideology, lifestyle, and others. So for that matters, Tropical Paradise wants to restore a beautiful sense of the area.

Previous Post Next Post

Contact Form