Oleh: Saiful Huda Ems
Masyarakat umum, pengusaha, dan pekerja, serta PDIP menolak TAPERA. Jadi, siapa sebenarnya yang mendukung Jokowi dalam memaksakan kebijakan ini?
Sebelumnya, proyek kereta cepat yang menghadapi potensi kerugian besar diselamatkan oleh pemerintah dengan menaikkan pajak kendaraan bermotor. Ironisnya, kenaikan ini lebih membebani masyarakat kecil, sementara sepeda motor besar (Moge) dikecualikan.
Selain itu, pemerintah memberikan subsidi besar-besaran untuk kendaraan listrik, yang mayoritas penggunanya adalah orang-orang kaya, termasuk pengusaha dan pejabat negara. Di sisi lain, biaya pendidikan tinggi terus melambung. Ketika hal ini diprotes oleh masyarakat, mahasiswa, dan akademisi, Presiden Jokowi hanya menunda kenaikan UKT sampai tahun depan.
"Kebijakan pemerintah ini sebenarnya mau ke mana arahnya?" tanya banyak pihak. Kebijakan yang diambil terlihat serampangan dan semakin jauh dari keberpihakan kepada rakyat kecil. "Apakah Presiden Jokowi memahami hukum? Apakah dia benar-benar faham?" kata Saiful Huda Ems.
Demokrasi telah dihancurkan, banyak lembaga negara diobok-obok sehingga kehilangan wibawa. Penegakan hukum menjadi bahan tertawaan rakyat, penanganan krisis pangan dan iklim semakin tidak jelas. Korupsi semakin merajalela, bagaikan rumput liar di musim hujan, terutama yang terkait dengan pemerintahan Jokowi.
Nasib Ibu Kota Negara (IKN) pun tidak jelas, investornya sepi. Utang negara menumpuk tanpa rencana pengembalian yang jelas. "Konon negeri ini berada di ambang kebangkrutan," kata Saiful.
Pemerintah mulai mengambil langkah-langkah serampangan yang merugikan rakyat. Di tengah kekacauan ini, ada rencana untuk menambah jumlah kabinet. "Loh, apakah ini tidak semakin kacau?" tanya Saiful.
Bayangkan jika di era Presiden Prabowo nanti kabinet ditambah. Artinya, akan ada penambahan menteri, wakil menteri, departemen baru, gedung baru, dan lahan baru. "Semua ini berbiaya besar," tegas Saiful.
"Ini semua anjuran dari siapa? Jokowi atau Prabowo? Dan untuk kepentingan siapa, rakyat atau mereka berdua, atau hanya Jokowi saja?" tanyanya.
Saiful menutup dengan sebuah harapan, bahwa masih ada waktu 4 bulan lebih bagi Jokowi untuk bertobat, sebelum pintu penjara terbuka lebar bagi siapa saja yang telah mempermainkan rakyatnya. Itupun jika keadilan masih hidup di hati para penegak hukum kita. [Benhil Online]