Ibadah Haji 2024 telah dilaksanakan di Tanah Suci oleh sekitar 2,5 juta jemaah umat muslim dari seluruh dunia. Ternyata gelar haji berasal dari Pemerintah Kolonial Belanda atas ide peneliti Negara Kincir Angin itu.
Ibadah haji adalah kewajiban umat Islam bagi mereka yang mampu untuk melakukan ritual ke Mekkad dan Mdinah di Arab Saudi. Ritual tersebut termasuk dalam Rukun Islam ke-5.
Uniknya, hanya di Indonesia, seseorang yang telah melaksanakan ibadah haji akan mendapat gelar haji bagi jamaah pria dan hajjah bagi jamaah wanita. Sekali lagi, gelar tersebut ternyata hanya ada di Indonesia.
Jika ditelisik sejarahnya, penyematan gelar haji (dan hajjah) telah dilakukan umat muslim di indonesia sejak masa pemerintah penjajah Belanda.
Gelar tersebut mulai menjadi sebutan bagi orang yang pulang dari ritual haji sejak tahun 1916.
Peneliti Belanda
Dikutip dari Wikipedia, akibat ketegangan kolonial Belanda dengan masyarakat pribumi yang digerakkan oleh kaum kanan (santri), pada 1871 gubernur Jenderal Hindia Belanda (nama wilayah Nusantara sebelum menjadi Indonesia) meminta seorang penasihat.
Prof. Dr. Christiaan Snouck Hurgronje memenuhi kriteria tersebut karena paham dengan agama Islam (baru saja pulang dari Jeddah yang saat ini masih menjadi wilayah Turki) tahun 1884 dan mengerti adat istiadat dan bahasa melayu.
Kolonial Belanda sendiri beberapa dekade sebelumnya dibuat hampir bangkrut saat menghadapi perlawanan yang dilakukan Diponegoro di Jawa dan kaum Padri di Sumatera Barat tahun 1825-1830 dan masih menghadapi perlawanan dari Aceh sejak tahun 1873.
Peran Snouck Hurgronje untuk mengetahui seluk beluk kehidupan muslim Nusantara sangat signifikan, mengingat laporannya bisa menjadi acuan global. Saat itu Belanda pada khususnya dan Eropa pada umumnya sedang dibuat repot dengan kekaisaran Turki Utsmani (Ottoman) yang selalu mengganggu stabilitas kerajaan-kerajaan di Eropa.
Kekaisaran Turki Utsmani juga punya andil pada beberapa perlawanan besar di Tanah Air yang coba dipadamkan oleh Belanda.
Kecurigaan Belanda terhadap Turki cukup beralasan, dengan terbukti kerajaan itu bergabung dengan Jerman pada Perang Dunia I (1914-1919).
Kembali pada Snouck Hurgronje, peneliti tersebut bertugas di Nusantarara atau khususnya Aceh pada 1889 sampai 1905.
Salah satu hasil penelitian Hurgronje adalah meminta pihak Belanda mengakomodir pelaksanaan ritual bagi pemimpin muslim untuk melaksanakan ritual yang memakan waktu lama dan jaraknya jauh. Dipilihnya ritual itu hanya bagi pemimpin muslim karena perjalanan itu memakan biaya besar.
Ritual yang lama (bisa sampai 6 bulan atau lebih apabila naik kapal layar) dan termasuk dalam Rukun Islam itu diharapkan akan membuat gerakan yang mereka sebut Pan Islamisme itu tidak punya waktu untuk mengadakan perlawanan.
Penelitian Snouck Hurgronje itu dipakai Belanda sejak tahun 1916 dan memberi gelar haji bagi pemimpin muslim yang telah kembali ke Tanah Air. [Benhil]