Kontroversi Tapera (Tabungan Perumahan Rakyat) masih menjadi topik hangat di masyarakat. Jika dikalkulasi (dihitung) apakah program itu menguntungkan atau merugikan?
Tapera sendiri digagas oleh PDIP (PDI Perjuangan) dan PKS (Partai Kesejahteraan Rakyat) lewat Undang-Undang (UU) nomor 4 Tahun 2016. Tujuannya adalah untuk memudahkan rakyat dalam memiliki rumah sendiri.
Jika memang hal itu yang menjadi tujuan DPR, maka perlu dikalkulasi apakah program tersebut memang menguntungkan atau justru merugikan rakyat dalam memiliki hunian.
Ambil contoh, dengan gaji rata-rata buruh di Indonesia Rp 3 juta dan dipotong untuk Tapera sebesar 3 persen, jadi nominal iurannya adalah Rp 90 ribu. Jika masa kerja aktif buruh (lulusan SMA) adalah 35 tahun, maka dengan iuran sebesar itu akan terkumpul Rp Rp 37.800,000,-.
Apakah uang sebesar itu bisa membeli rumah? Jangankan untuk membeli rumah, untuk membeli kapling tanah (sesuai ukuran untuk dibuat rumah) saja tidak cukup. Kecuali posisi tanah jauh dari akses jalan, mungkin masih bisa terbeli.
Namun baru-baru ini muncul Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 yang merupakan amanat DPR dari UU Nomor 4 Tahun 2016, dimungkinkan negara hadir untuk menjembatani atau mencari solusi tentang iuran Tapera yang tidak mencukupi tersebut.
Menurut pengalaman yang telah dilakukan Pemerintah RI, solusi perumahan untuk rakyat bisa jadi berupa rumah subsidi, ahli fungsi lahan, transmigrasi, dan lain-lain.
Meski begitu, dari saat ini banyak pihak yang menolak wacana Tapera yang dianggap akan menambah beban bagi masyaratat, terutama pekerja berpenghasilan pas-pasan.
Seandainya program Tapera tersebut dijalankan, baru pada 2027 iuran tersebut baru dijalankan, tapi pengusaha wajib mendaftarkan karyawannya sebelum 2027.
PDIP Kritik, Golkar Evaluasi
Kontrovesi Tapera membuat beberapa pihak berpendapat tentang pogram tersebut.
Tidak kurang PDIP yang mengkritik kebijakan itu dengan alasan akan mempersulit beban karyawan menengah ke bawah.
Anggota DPR RI Fraksi PDIP Rahmad Handoyo menyatakan para pekerja menengah bawah masih kesulitan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan biaya keluarga, apalagi ditambah iuran Tapera.
Sedangkan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto akan mengevaluasinya secepatnya.
“Nanti kami lihat. Tentu kan ini nanti dicek (evaluasi) ke Pak Menteri PUPR [Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat],” kata Airlangga di Jakarta pada Rabu, 29 Mei 2024. [Benhil]