Oleh: Saiful Huda Ems
Penulis merupakan seorang lawyer dan aktivis 98
Menstruasi yang jika dipanjangkan menjadi Menteri Segala Urusan dan Situasi. Presiden Jokowi ada dalam kendali satu menteri ini. Jika Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) 22 April 2024 nantinya tidak dapat merubah keadaan, dimana Pilpres 2024 harusnya dua putaran dan Prabowo atau setidaknya Gibran harusnya didiskualifikasi, maka Prabowo Subianto akan menjadi Presiden di tengah hutan (IKN), dan Gibran Rakabuming Raka akan menjadi Wakil Presiden di Istana Kepresidenan di Jakarta yang lebih berkuasa dari Presiden Prabowo sendiri.
Usia Prabowo yang makin menua akan semakin melemah, sedangkan Partai Gerindranya sendiri sudah berhasil dilemahkan oleh Jokowi menjadi partai yang perolehan suaranya berada dibawah PDIP dan Golkar.
Prabowo yang sudah hafal benar bagaimana politisi-politisi pendukung utamanya memiliki banyak riwayat pengkhianatan, tidak akan bersedia mau bekerja sama secara serius dengan Airlangga Hartarto, Zulkifli Hasan, Yusril Ihza Mahendra, Anies Matta/Fahri Hamzah.
Jika Prabowo bekerja sama dengan Airlangga, itu sama halnya akan memperkuat kekuatan politik Jokowi yang sudah lama diprediksi banyak orang mengincar menjadi Ketua Umum Golkar, sedangkan jika bekerja sama secara serius dengan Zulkifli Hasan (PAN), Prabowo akan banyak dirugikan sebab Zulkifli Hasan sudah sangat terkenal sebagai raja lompat, yang partainya tidak seberapa besar tapi sangat lihai melobi dan memanfaatkan keadaan.
Dan bila Prabowo bekerjasama secara serius dengan Yusril (PBB) dan Anies Matta (Partai Gelora) itu tidak akan mendapatkan keuntungan apa-apa, sebab kedua-duanya partai gurem dan hanya besar diomongannya saja.
Untuk bekerjasama dengan PSI ya sangat tidak mungkin, soalnya Ketua Umumnya (Kaesang Pangarep) masih bocil dan masih terus berlatih pidato.
Apalagi setelah usaha penggelembungan suaranya sudah ketahuan hingga partainya tak lolos ke Senayan. Sedangkan kalau bekerjasama dengan Nasdem, Prabowo tentu sudah sangat tahu Surya Paloh itu siapa, kepentingannya apa.
Prabowo pasti cemas. Lalu kalau kerja sama dengan PKS, Prabowo juga tentu akan berpikir berulang-ulang, khawatir para pendukungnya akan kabur.
Prabowo akan nyaris sendirian dan merasa kesepian, karena itu tidak akan ada pilihan politik lain lagi bagi Prabowo kecuali harus mengingat siapa sosok negarawan yang pernah menganjurkannya balik pulang ke Tanah Air setelah pelariannya beberapa tahun di Yordania.
Prabowo pastinya akan mengingat siapa Putri Proklamator yang pernah memberinya karpet merah dan kembali hidup terhormat di tengah rakyat yang dahulunya melaknatnya.
Ya, dialah Megawati Soekarnoputri, pejuang perempuan tangguh dan bijaksana yang sering disalah pahami banyak orang.
Dengan merapatnya Prabowo Subianto pada Megawati, kekuatan Jokowi perusak demokrasi akan tersingkir, dan Prabowo akan leluasa menebus dosa-dosa politik dan kemanusiaan masa lalunya dengan menata kembali Indonesia yang sudah "cacat" di mata dunia.
Kerja sama Gerindra dan PDIP akan dapat mengangkat kembali derajat dan martabat kaum marginal, yang semasa Pemerintahan Jokowi kerap dipermalukan dengan mengejar-ngejar bansos dan kaos yang dilempar-lemparkan presiden dari mobilnya hingga banyak yang berjatuhan.
Pertanyaannya kemudian, jika saja PDIP nantinya mau dirangkul Gerindra, lantas siapa yang akan tampil menjadi kekuatan kelompok kritis di negeri ini?
Siapa nanti partai yang mau pasang badan untuk memberikan kritikan-kritikan tajam pada kebijakan pemerintahan yang merugikan rakyatnya?
Mungkin karena dilematisnya persoalan ini, kemudian Hasto Kristiyanto (Sekjen PDIP) sampai harus memberikan pernyataan, bahwa PDIP saat ini masih memilih untuk berangkulan dengan rakyat.
PDIP memang partai yang terkenal lebih mengedepankan visi juangnya, tidak seperti Pak Presiden dan pak menstruasi yang lebih mengedepankan keluarga dan gerombolannya. Semoga PDIP segera menemukan solusi. [Benhil Online]