Oleh: Saiful Huda Ems.
Lawyer dan Pengamat Politik.
Kita perhatikan sekarang perolehan suara untuk Partai Solidaritas Indonesia (PSI) semakin merangkak naik mendekati ambang batas parlemen (Parliamentary Threshold), sedangkan perolehan suara untuk PPP yang awalnya sudah tembus 4 persen, kini terus menurun dibawah 4 persen.
Ini berarti apa yang pernah saya katakan hampir menjadi kenyataan, PSI akan diloloskan ke Senayan meski dengan suaranya yang minim, sedangkan PPP akan dipaksa untuk tidak lolos ke Senayan.
Pun demikian dengan Partai Golkar, yang seharusnya hanya memperoleh suara 7 persen dipush terus menerus untuk mendapatkan suara 16 persen lebih, jauh lebih banyak dari Partai Gerindra yang hanya memperoleh suara 13 % lebih, dan suara partai berlambang pohon beringin itu nyaris menyamai suara PDIP yang berada di kisaran 17 % lebih.
Padahal Golkar saat ini sedang tidak memiliki figur-figur politisi yang populer dan tidak didukung oleh kader-kader partainya yang militan.
Suara partai-partai kecil dan papan tengah juga banyak yang hilang tiba-tiba, bahkan ada caleg yang tidak mendapatkan suara sama sekali, padahal sebelumnya di TPS-TPS ia mendapatkan banyak suara.
Kecurangan Pemilu yang terstruktur, sistematis dan masif (TSM) ini benar-benar telah terjadi, maka sangat tepat kiranya jika Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri mulai berbicara dan menunjukkan dukungannya untuk dilakukannya hak angket oleh parlemen.
Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto juga menyatakan perlunya dilakukan audit forensik dan audit investigatif, bahkan juga perlu diadakannya audit data C1.
Menurut Hasto hal ini semua berdasarkan pertimbangan dari masukan banyak ahli forensik digital dan ahli tekhnologi informasi, telematika dan multi media, serta masukan dari banyak kader dan saksi di lapangan, yang mengetahui benar-benar soal manipulasi atau kecurangan selama Pemilu 2024 ini berlangsung hingga sekarang.
Hal yang sangat ironis sebelumnya telah terjadi, manakala KPU telah memanggil semua lembaga-lembaga survei yang sebelumnya telah melakukan quick count hasil perolehan suara Pilpres dan Pileg 2024, namun tidak satupun dari lembaga-lembaga survei itu yang bersedia datang ke KPU.
Mereka seperti orang-orang yang menebar angin, namun saat hendak menuai badai mereka segera pergi menjauh dan sembunyi entah dimana.
Padahal dari mereka harusnya bisa ditanyakan, darimana dana untuk servei mereka berasal, dan bagaimana asal mula kecurangan Pilpres dan Pileg itu terjadi. [Benhil Online]