Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) ikut menyoroti persoalan demokrasi di Indonesia akhir-akhir ini. Walhi menilai demokrasi di Indonesia sedang dalam kodisi tidak sehat alias sakit, dan bisa berdampak pada lingkungan.
Hal itu disampaikan Direktur Eksekutif Nasional Walhi, Zenzi Suhadi di hadapan calon presiden (capres) nomor urut 3, Ganjar Pranowo di kantor Walhi di Jakarta Selatan, Kamis (8/2/2024).
Dalam pertemuan itu, Ganjar dan Walhi berdiskusi terkait beberapa isu lingkungan demi mewujudkan ekonomi berkelanjutan.
“Dalam setahun terakhir ini kami melihat demokrasi di Indonesia sedang tidak sehat atau sakit,” ungkap Zenzi Suhadi.
Dia menjelaskan, kesejahteraan rakyat tentu bisa terwujud, bila keadilan di bumi bisa diwujudkan. Sumber keadilan utama itu adalah rakyat, tapi dalam kenyataannya rakyat malah sering menjadi korban.
“Kami berharap, kesejahteraan rakyat, keadilan, kelestarian lingkungan itu bisa diwujudkan kalau demokrasi kita sehat,” ucapnya.
Baca juga: Rukun, Relawan 01 dan 03 Nonton Bareng Wayang Kampung Sebelah
Walhi berharap Ganjar bisa merespons persoalan tersebut. Zenzi juga berharap Ganjar bisa melakukan review terhadap banyak kebijakan lingkungan yang dinilai belum terlaksana dengan baik, sehingga banyak bencana alam terjadi.
“Kami senang Pak Ganjar Pranowo datang ke Walhi, kami berharap ada yang lebih baik,” katanya.
Dalam kesempatan bertemu aktivis Walhi tersebut, Ganjar Pranowo menilai upaya mengembangkan ekonomi Nusantara yang diusung Walhi bisa terwujud tergantung dengan niat dari pemerintah untuk merealisasikannya. Konsep ini telah disampaikan kepada Presiden Joko Widodo 9 tahun silam.
“Ya karena nggak terwujud (era Jokowi) makanya diundang lagi. Harapannya kan berharap pada pemimpin-pemimpin berikutnya yang memimpin. Kan tidak bisa kemudian Walhi menangani sendiri, nggak mungkin kan,” kata Ganjar.
Ganjar menilai kunci merealisasikan usulan Walhi dengan memanfaatkan potensi rempah sebagai ekonomi nasional, bisa terwujud tergantung komitmen dari pemerintah selaku pemegang regulasi.
“Ada kadang-kadang kelembagaan bagus, sistemnya bagus. Aktornya jelek bengkok. Belum kalau kemudian itu dititipi a, b, c, d, begitu kan ceritanya,” jelasnya.
Baca juga: TPN 03 Tour Konsolidasi Bersama Relawan di Eropa Siap Jaga Suara Ganjar-Mahfud
Mantan Gubernur Jawa Tengah dua periode itu mengakui acap kali pemimpin lupa dengan komitmennya ketika telah mendapatkan kekuasaan. Ketika telah berada dalam posisi nyaman, sehingga janjinya ada yang terlupakan bahkan tidak direalisasikan.
“Ada kok aktor yang bagus, sudah duduk kepleset juga dia kan, terlibat problem. Ada yang aktivis sama, dulu teriak KKN umpama gitu pas dia duduk di situ ko asik ya, enak juga ya. Nah jadi kenapa tidak jalan, tidak akan ada yang jalan 100% seperti mimpi kita. Tapi jangan terlalu jauh,” katanya.
“Mesti ada improvement yang makin bagus untuk bisa memperbaiki situasi di mana hari ini saya datang (ke Walhi) kita ngobrol kita diskusi dengan harapan,” ujar Ganjar.
Dia menanggapi masukan Walhi yang sudah disampaikan ke Presiden Jokowi 9 tahun lalu perihal kritik terhadap ekonomi ekstraktif seperti tambang dan sawit yang memberikan dampak lingkungan sangat besar.
“Jadi kenapa kemarin nggak jalan karena macem-macem, umpama tadi kalau kita bicara salah satunya tambang itu, ceritanya jadi satu aja government (pemerintah)-nya tidak berjalan dengan baik, apa? pake ESG (Environmental, Social, and Governance),” ujarnya.
“ESG ada ilmunya kok, ESG aja dipakai sebenarnya untuk ukuran-ukuran, selebihnya apa? dikontrol, kalau itu nggak berjalan ya jelek,” tuturnya. [Benhil Online]