Praktisi Hukum dan Pengamat Politik Saiful Huda Ems. menyatakan Anwar Usman dicopot dari jabatan Ketua MK (Mahkamah Konstitusi) karena terlalu baper (terbawa perasaan) mengikuti langkah politik dinasti Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Pencopotan itu diputuskan oleh Majelis Kehormatan MK (MKMK) yang diketuai Prof. Jimmly Asshiddiqie pada Selasa, 7 November 2023. Anwar Usman dinyatakan telah melakukan pelanggaran etik sangat berat.
"Usman terbukti lebih banyak bermain-main dengan perasaan daripada bermain dengan ide-ide yang tertuang dalam pendapat ilmiah hakim Mahkamah Konstitusi," ujarnya lewat pesan tertulis yang beredar di Media Sosial (medsos) pada hari yang sama.
Saiful menambahkan tanggal 8 November 2023 MK bersidang lagi untuk soal syarat usia capres (calon presiden) dan calon wakil presiden (cawapres) yang diajukan Mahasiswa NU dengan no registrasi 141. Jika MK memutuskan tanggal itu juga atau sebelum batas waktu berakhirnya pendaftaran Capres/Cawapres 2024 dan hasil putusan yang sangat mungkin menganulir Putusan MK sebelumnya itu diajukan oleh MK ke KPU, maka itu berarti putusan MK harusnya berlaku untuk Pilpres 2024.
"Tidak berlaku asas tidak berlaku surut karena diputuskan dan diajukan sebelum batas waktu terakhir pendaftaran Capres/Cawapres 2024. Ini berarti, langkah Cawapres Gibran Rakabuming Raka [putra Jokowi] terancam batal jadi Cawapres 2024," ungkap pria yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Pimpinan Pusat Harimau Ganjar (Hajar!) itu.
Rezim politik dinasti, menurut Saiful, telah terbukti menyeret Anwar Usman jadi baper dan bukan menghasilkan ide-ide cemerlang dan mestimulus kecerdasan rakyat.
"Ojo kesusu, ojo grusa-grusu, mengko anakku terancam batal dadi Cawapres nggarai ndasku ngelu (Jangan tergesa-gesa, jangan cepat-cepatan, nanti anakku terancam batal jadi cawapres, malah bikin pusing kepalaku)," ujarnya menyindir pernyataan yang pernah dilontarkan Jokowi.
Bersifat Final
Pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra menyatakan, meski MKMK mencopot jabatan Anwar Usman sebagai Ketua MK, namun putusan MK Nomor 90 mengenai batas usia capres-cawapres bersifat final.
"MKMK tidak berwenang menilai putusan MK meskipun telah memutuskan bahwa dalam memeriksa perkara itu ada hakimnya yang melakukan pelanggaran etik yang berat. Putusan MK tetap final dan mengikat," ucap Yusril pada awak media pada hari yang sama. [Benhil]