Oleh: Saiful Huda Ems.
Masih teringat dengan jelas, bagaimana dulu saya bersama para dosen hukum, bersusah payah menyelenggarakan acara-acara seminar nasional di Bandung, dengan tujuan agar pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI dapat segera merancang dan mensahkan Undang-Undang (UU) Tentang Mahkamah Konstitusi (MK) dan UU Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Setelah sekian lama kami dan para senior lainnya di Jakarta, Bandung, dan di berbagai kota berjuang, MK dan KPK pun berdiri di negara tercinta ini.
Namun sayang, setelah bertahun-tahun kedua lembaga itu bekerja dan berfungsi dengan baik, kini kehormatan keduanya dirusak Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di akhir masa periode keduanya. Setelah UU KPK dilemahkan, hari ini gilirannya kehormatan MK dihancurleburkan.
Betapa tidak, hanya karena ingin mengokohkan politik dinasti, pada Senin (16 Oktober 2023), MK memutuskan menolak dan mengabulkan sebagian judicial review yang diajukan oleh para pemohon soal batas usia Capres (calon presiden)/Cawapres (calon wakil presiden).
Usia minimal Capres/Cawapres memang tetap 40 tahun, namun oleh MK ditambahi dengan kalimat dan sedang atau pernah menjabat sebagai kepala daerah yang dipilih melalui Pemilihan Umum. Ini artinya, meskipun usia putra sulung Jokowi,Gibran Rakabuming Raka belum mencapai 40 tahun, namun karena ia sedang menjabat sebagai kepala daerah, maka boleh menjadi capres/cawapres. Selain itu kepala daerah yang sedang menjabat dan ingin menjadi capres/cawapres harus meminta persetujuan dari presiden, yang tidak lain saat ini yang sedang menjabat adalah bapaknya sendiri.
Baik itu MK maupun pemerintah (eksekutif), tentu bisa berkelit, bahwa tujuan keputusan MK ini bukan untuk meloloskan putra sulung presiden agar dapat maju menjadi Cawapres Prabowo, melainkan sebagai prinsip dasar aturan untuk capres/cawapres secara umum dan berjangka panjang. Akan tetapi rakyat tidak bodoh. Sudah menjadi rahasia umum kalau saat ini Gibran sedang digadang-gadang menjadi Cawapres Prabowo, Maka tidak salah kiranya jika publik mengait-ngaitkan kalau tujuan keputusan MK itu untuk memuluskan jalan bagi Gibran menjadi cawapres. Apalagi KPU (Komisi Pemilihan Umum) secepat kilat langsung merespon keputusan MK ini dengan positif, meski dibumbui kalimat akan berkonsultasi terlebih dahulu dengan pemerintah dan DPR.
MK sudah terlalu jauh keluar dari tugas dan fungsinya. Persoalan batas minimal usia capres/cawapres sudah ditentukan oleh Konstitusi dan UU Pilpres yang menjadi ranah pemerintah dan DPR RI. Jika kemudian MK turut campur dalam persoalan UU ini, maka lembaga itu telah berubah menjadi Mahkamah Adi Kuasa atau berubah menjadi Mahkamah Keluarga seperti yang minggu-minggu ini dinyatakan oleh para aktivis dan viral serta bergema di seluruh penjuru tanah air.
Ketua MK Adik Ipar Jokowi
Salah seorang hakim MK sendiri, yakni Prof. Saldi Isra telah mencemaskan keadaan MK sekarang yang keluar dari jati dirinya. Keputusan MK soal batas usia Capres/Cawapres ini dikatakannya sangat aneh, misterius, dan berubah sangat cepat setelah kehadiran Ketua MK, yakni Anwar Usman yang merupakan adik ipar dari Presiden Jokowi. Padahal sebelumnya Ketua MK itu sering tidak hadir dalam rapat-rapat yang membahas soal batas usia capres/cawapres. Hakim-hakim MK dalam rapat-rapat sebelumnya juga lebih banyak yang menolak, namun pada detik-detik akhir berbalik 180 derajat dengan keputusan setuju atau mengabulkan, meski sebagian.
Kami sebagai pendukung dan pecinta Jokowi yang selama bertahun-tahun mendukung dan membelanya, sungguh sangat kecewa dengan semua ini. Sangat kecewa pula dengan sepak terjang Jokowi akhir-akhir ini yang terlalu banyak melukai rasa keadilan masyarakat dan menghina akal sehat. Meski demikian kami sangat berharap agar kiranya Jokowi tidak mengizinkan putra putrinya untuk maju jadi capres/cawapres di Pilpres (pemilihan presiden) 2024. Bukan karena apa, melainkan hanya karena kami ingin nama baik Jokowi dan Gibran tetap terjaga dan tidak meninggalkan kesan buruk sebagai presiden dan anaknya yang paling serakah di sepanjang sejarah RI.
Jika Jokowi bersedia menerima aspirasi kami ya terimakasih, mau menolak bahkan marah ya silahkan saja. Sebab kami bukan tipe pendukung yang suka menjilat, melainkan pendukung yang menginginkan Jokowi selamat dunia akhirat dan meninggalkan berbagai kenangan manis yang tak terlupakan. Jokowi perlu mengingat jasa-jasa Ketua Umum (ketum) PDIP Megawati Soekarnoputri atau yang akrab dipanggil Mega yang telah menjadikan dia dan keluarganya sebagai orang besar dan terhormat. Jagalah perasaan Mega.
Saya tahu Jokowi sangat tersinggung dengan Mega yang menyatakan dia sebagai petugas partai. Namun percayalah, itu ibarat kelakar seorang ibu yang menginginkan anaknya selalu mengingat jati dirinya.
Mega memang kadang bicara di luar kontrol. Namun dia sejatinya tulus dan mulia, serta sangat berjasa besar untuk memajukan Indonesia. Berpuluh tahun dia telah merasakan pahit manisnya sebuah perjuangan, karena di tubuhnya mengalir darah juang seorang Proklamator tercinta dan pahlawan besar sepanjang sejarah Indonesia, yakni Bung Karno. Mega sejak awal sudah menghadapi banyak ancaman dan tekanan dari musuh-musuh politiknya yang sangat ditakuti di negeri ini, tapi dia tetap bergerak dengan nyali juangnya yang luar biasa. Dari kemahiran kepemimpinannya, Mega telah melahirkan banyak kader, tokoh-tokoh nasional brilian yang tiada tandingan, Jokowi harus mengapreasinya dan jangan sesekali menghianatinya. Ini pesan dari saya, pendukung setia Jokowi. Salam juang ! (SHE).
16 Oktober 2023
Penulis adalah pengacara, Ketum Ormas HARIMAU JOKOWI yang sedang terluka, Mantan Wakil Ketua Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) se Jerman di Berlin yang pernah mengumandangkan perang politik total melawan rezim Soeharto di Jerman (1991-1995) dan di Indonesia (1995-1998). [Benhil]