Pengamat Politik dan Relawan Harimau Jokowi, Saiful Huda Ems. menyatakan wacana memasangkan Capres (calon presiden) Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres (calon wakil presiden) akan membawa citra negatif Presiden Jokowi (Joko Widodo).
Citra negatif itu, menurut Saiful, berupa 3 dosa besar politik yang bakal menghantui ayah Gibran tersebut.
"Jika Jokowi membiarkan Gibran menjadi cawapres yang dipasangkan Prabowo, maka dia akan melakukan tiga dosa besar politik," ujar pria yang berprofesi sebagai pengacara itu pada pesan tertulis yang beredar di media sosial pada Sabtu, 14 Oktober 2023.
Lebih lanjut, Saiful Huda Ems. menuturkan bahwa dosa besar itu adalah:
1. Dosa Mengkhianati Reformasi 1998
Prabowo adalah satu tokoh Orde Baru (Orba) yang terlibat penculikan aktivis mahasiswa menjelang Reformasi 1998. Dia pernah menjadi musuh bersama para Aktivis 1998, dan karena aksi penculikannya itu, Prabowo dipecat dari jabatannya oleh Dewan Kehormatan Perwira (DKP). Saat ini mantan petinggi militer anggota DKP, seperti Agum Gumelar, Wiranto, dan Susilo Bambang Yudoyono (SBY) justru mendukung Prabowo sebagai Capres 2024, berarti mereka mengalami salah pemikiran. Begitu pula jika kemudian Jokowi membiarkan Walikota Solo itu menjadi Cawapres Prabowo, itu berarti Jokowi berkhianat pada Gerakan Reformasi 1998.
2. Dosa Mengkhianati Sejarah
Sebagai seorang Pemimpin Nasional, Jokowi seharusnya bisa meluruskan sejarah, bukan malah mengaburkan dan menguburkannya. Penjahat yang masih belum pernah mau meminta maaf secara terbuka pada rakyat, bahkan malah meminta izin pada rakyat untuk menjadi penguasa, perlu dihentikan oleh Jokowi, atau minimal dikritisi. Akan tetapi yang terlihat justru dia malah memberikan dukungan pada penjahat itu untuk menjadi Capres 2024. Apalagi jika anaknya diizinkan dan didukung untuk menjadi cawapresnya, itu adalah perbuatan yang tidak tahu malu, bahkan termasuk menghianati sejarah.
3. Dosa Serakah
Meskipun Soeharto itu diktaktor yang kejam dan serakah, tapi pada saat menjabat, dia tidak pernah membiarkan anak-anaknya menjadi ketua umum partai politik, apalagi membiarkan anaknya jadi capres atau cawapres. Soeharto sangat tahu diri dan sangat menghayati filosofi Jawa, ngono yo ngono ning yo ojo ngono (begitu ya begitu namun ya jangan seperti begitu). Itu artinya Soeharto itu sangat tahu batasan, tidak keterlaluan, tidak kebablasan, bukan seperti Jokowi dari mulai anak, menantu, sampai adik ipar sudah dan akan diizinkan sebagai pejabat semua. Ini serakah!
"Kami rakyat kecil sudah sangat capek Pak, berpuluh tahun memperjuangkan nasib sendiri, lah kemudian anda main potong kompas saja," ujar Saiful Huda Ems. ditujukan pada Jokowi.
Mantan Aktivis Reformasi penantang Rezim Soeharto (1991-1998) itu berharap semoga rencana untuk menduetkan Gibran dengan Prabowo hanya sekedar hiburan saja menjelang Pilpres (pemilihan presiden) 2024, dan tidak menjadi kenyataan yang sesungguhnya. Sebab jika itu terjadi, maka akan menghancurkan nama baik Jokowi.
MK jadi The Guardian of Keluarga Jokowi
Hal senada juga disampaikan Direktur Eksekutif Indonesia Political Review Ujang Komarudin yang mengatakan duet Prabowo - Gibran bakal menimbulkan citra negatif untuk Jokowi.
"[Wacana duet itu) memang akan mengundang narasi negatif terhadap publik, banyak yang menilai negatif kepada Gibran dan Presiden Jokowi. Kenapa Jokowi memasangkan Gibran sebagai cawapres?" ucapnya pada ke media pada Jumat, 13 Oktober 2023.
Ujang menghimbau Jokowi agar menghindari realisasi duet agar tidak dianggap melanggengkan dinasti politik. Dia juga khawatir jika Mahkamah Konstitusi (MK) mensahkan umur cawapres dapat berusia 35 tahun.
"Ada tuduhan dari publik kepada MK bahwa bukan the guardian of constitution, tapi the guardian of keluarga Jokowi," ujarnya. [Benhil]