Dalam sebuah langkah penting, Departemen Perdagangan AS telah menambahkan 42 perusahaan China ke dalam daftar hitam ekspornya, menuduh mereka membantu militer dan basis industri pertahanan Rusia di tengah konflik yang sedang berlangsung di Ukraina.
Perusahaan-perusahaan tersebut, termasuk pemain semikonduktor di Hong Kong dan China daratan, diduga memasok sirkuit terintegrasi asal AS ke importir yang terkait dengan sektor militer Rusia setelah 1 Maret 2023.
Mikroelektronika yang dimaksud sangat penting untuk sistem pemandu presisi Rusia pada rudal dan drone, yang telah digunakan untuk menyerang target sipil di Ukraina.
Tindakan Departemen Perdagangan mencerminkan tekadnya untuk menghentikan aliran barang-barang asal AS ke militer Rusia, yang menekankan gawatnya situasi ini.
Baca juga: China Bereaksi Keras Terhadap Rencana AS Memboikot Huawei
Selain 42 entitas Tiongkok, seperti dikutip dari Gizmochina, tujuh perusahaan lain dari Inggris, Estonia, Finlandia, Jerman, India, Turki, dan Uni Emirat Arab juga masuk ke dalam daftar pengawasan ekspor AS.
Penambahan ini menggarisbawahi implikasi global dari konflik dan upaya kolaboratif untuk mengekang dukungan terhadap kegiatan militer Rusia.
Langkah AS ini menuai kecaman keras dari Beijing, yang dengan keras menentang keputusan tersebut, dan melabelinya sebagai tindakan pemaksaan ekonomi dan penindasan sepihak.
Kementerian Perdagangan Tiongkok mengkritik AS karena menyalahgunakan langkah-langkah kontrol ekspor, mendesak koreksi segera atas praktik-praktik ini dan mengakhiri penindasan yang tidak adil terhadap perusahaan-perusahaan Tiongkok.
China menyatakan niatnya untuk mengambil semua langkah yang diperlukan untuk mempertahankan hak-hak dan kepentingan yang sah dari perusahaan-perusahaannya yang terkena dampak dari daftar hitam tersebut.
Baca juga: 5 Rahasia Orang China Kaya Raya
Keputusan AS mencerminkan upaya internasional yang lebih luas untuk mencegah proliferasi sistem senjata berpemandu presisi canggih.
Situasi ini menyoroti tantangan rumit yang dihadapi oleh negara-negara dalam menyeimbangkan kepentingan ekonomi dan masalah keamanan nasional dalam menghadapi konflik global. [Benhil Online]