Bila suatu saat Anda berkunjung ke Kota Semarang dan melihat banyak orang berdiri mengerumuni gerobak berisi banyak makanan itulah yang dinamakan Gilo-Gilo. Aneka pilihan makanan tersedia di kuliner ini, dari lumpia mini, gorengan, donat, bermacam sate, hingga buah-buahan segar.
Tampilannya yang sederhana, yakni makanan kecil tersebut dijajar di atas gerobak yang biasanya berada di trotoar jalan raya menjadikan Gilo-Gilo akrab dengan masyarakat kelas bawah. Bedanya dengan angkringan (di Semarang akrab disebut Nasi Kucing), Gilo-Gilo tidak menyediakan kursi dan juga tidak menyajikan minuman hangat.
Jika pembeli merasa haus setelah menyantap hidangan snack itu, mereka bisa mengambil minuman yang sudah dikemas dalam kantong plastik (tentu saja tidak dingin atau panas) atau bisa menyomot buah segar yang kadar airnya besar, seperti semangka atau bengkuang.
Murahnya Gila-Gilaan
Salah satu Gilo-Gilo yang jadi favorit warga Semarang berada di dekat Stasiun Poncol atau di trotoar Jalan Imam Bonjol Semarang. Sejak buka hingga tutup, warung ini selalu dikerumuni pembeli.
"Saya makan sate 2, gorengan 6, buah 4, dan kolak 1, berapa pak?" ujar Andi (45 tahun).
"Lima belas ribu, mas," kata Sugeng, pemilik tempat kuliner Gilo-Gilo itu.
Pria pegawai swasta yang makan dengan istrinya itu terbelalak kaget dengan harga aneka makanan di tempat itu yang sangat murah. Lalu dia membayar sambil tidak lupa berterima kasih pada penjual. Sebagai orang yang tinggal di daerah Semarang Atas, Andi jarang makan di Semarang Bawah, seperti Poncol dan Johar.
"Harganya murah gila-gilaan," ujarnya setengah berbisik pada istrinya.
Mendengar betapa murahnya harga makanan di tempat itu, istri Andi memilih melanjutkan menyantap lumpia mini sambil menyomot semangak sebagai hidangan penutup.
Mengenai kisaran harga, Sugeng dengan ramah menerangkan pada pembeli yang bertanya.
"Jajan [aneka gorengan, donat mini, lumpia, dan lain-lain] dan buah seribuan, sate seribu lima ratus, minuman dua ribu," ucapnya sembari sibuk mengupas buah semangka, pepaya, bengkoang, dan nanas yang langsung diserbu pembeli.
Beberapa bongkah es batu di letakan di tumpukan potongan buah itu untuk menjaga kesegaran dagangan.
Selain di Poncol, terdapat beberapa penjual Gilo-Gilo di sekitar Pasar Johar, Bundaran Bubakan, dan Jalan Arteri Sukarno Hatta yang buka di siang hari.
Nama Unik
Satu hal yang unik dari tempat kuliner ini adalah namanya yang terdengar lucu dan mudah diingat. Tidak jelas siapa yang dulu memberi nama, namun dari cerita dari mulut ke mulut yang beredar di masyarakat Semarang, Gilo-Gilo berasal dari kata bahasa Jawa: iki lho, iki lho (ini lho, ini lho). Kalau diperpanjang kata-kata itu menjadi, iki lho akeh panganan (ini lho banyak makanan).
Seiring waktu, kata 'iki lho, iki lho' itu disebut dengan cepat menjadi Gilo Gilo.
Dari pantauan Benhil, kuliner yang menjajikan makanan, minuman, dan buah seperti itu tidak ada di kota lain. [Benhil]