Oleh: Saiful Huda Ems.
Perlahan namun pasti, gambaran Peta Politik Indonesia 2024 sudah mulai terlihat. Seperti yang sudah saya prediksi sebelumnya, akhirnya PAN dan Golkar akan merapat ke kubu Prabowo Subianto (Gerindra). Begitu juga PKB, tampak dari gelagat Muhaimin Iskandar yang sudah lama tidak mampu menahan gairah politik menggebu-gebu untuk jadi cawapres dari capres siapapun, baik itu capres Prabowo atau capres Ganjar Pranowo.
Muhaimin nampaknya mulai sadar, mau tetap mempertahankan egonya untuk memaksakan diri sebagai cawapres atau bersedia meredam egonya jika tidak ingin dihabisi secara politis oleh 3 poros kekuatan politik Nahdliyin, yakni Gus Yahya Cholil Staquf yang merupakan representasi dari PBNU (NU Struktural), Yenny Wahid (Gus Durian NU Kultural), dan Mahfud MD (NU Birokrat).
Dengan kesadaran pria yang akrab disapa Cak Imin itu terhadap situasi politik saat ini, maka dia rela mendukung Prabowo meskipun tidak dijadikan cawapresnya, melainkan mungkin hanya dapat jatah beberapa orang menteri saja. Itupun jika nanti Prabowo menang. Jika Muhaimin tetap memaksakan diri untuk jadi cawapres, saya dengar dia akan segera berurusan dengan KPK.
Semua orang tentu masih ingat dengan Kasus Dus Durian yang pernah menggemparkan beberapa tahun silam, bukan? Jadi di NU itu ada yang Gus Durian dan ada pula yang pengikut Dus Durian. Dua kelompok ini sampai detik ini tidak pernah dapat menyatu, karena penggusuran Gus Dur dari PKB oleh Muhaimin yang direstui Presiden SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) saat itu, sudah menjadi trauma hitam yang sangat sulit terlupakan. Maka bergabungnya PKB ke kubu Prabowo merupakan usaha tutup pintu Muhaimin terhadap masuknya Gus Yahya Cholil dan Yenny Wahid serta Mahfud MD pada kubu Prabowo.
Demikian juga dengan Airlangga Hartarto yang beberapa waktu lalu dipanggil Kejaksaan Agung dan diperiksa selama 13 jam, lalu segera menemui Puan Maharani (PDIP), sepertinya tidak mendapatkan pertolongan dari PDIP (partai yang sedang berkuasa). Akhirnya Airlangga nekat membawa gerbongnya (Golkar) ke kubu Prabowo. Sedangkan Zulkifli Hasan yang awalnya hendak merapat ke kubu Ganjar Pranowo, merasa gagal menduetkan Ganjar dengan Erick Tohir, hingga dia dan partainya (PAN) memutuskan untuk melompat ke kubu Prabowo.
Orang-orang mengira kalau merapatnya Golkar, PAN, dan PKB ke kubu Prabowo merupakan instruksi dari Presiden Jokowi (Joko Widodo), itu jelas salah besar. Perseteruan Jokowi dengan Megawati itu terlalu dibesar-besarkan dan itu sebenarnya sudah sering terjadi setiap menjelang pilpres. Celakanya banyak juga pendukung Jokowi yang mempercayai isu itu sehingga sebagian dari mereka kabur dan mendukung Capres Prabowo.
Megawati itu bukan hanya anak kandung biologis melainkan anak kandung ideologis Bung Karno. Dia adalah maestro politik Indonesia yang sangat piawai memainkan seni politik tingkat tinggi. Kelemahan ibu kandung Puan Maharani itu hanya terletak di public speaking, namun untuk soal membaca peta politik dan kemampuan lobbying antar elite politisinya sangat hebat. Konstribusi Megawati itu sangat besar pada negeri ini, termasuk salah satunya memunculkan sosok Jokowi. Oleh karena itu, sangat wajar dia kadang terlihat tampak kesal dan seolah melecehkan Presiden Jokowi di muka umum.
Padahal sejatinya Megawati tidak ingin melecehkan Jokowi dengan mengatakan Petugas Partai. Memangnya kalau bukan Petugas Partai lalu petugas apa? Petugas SPBU? Jadi itu hal yang sangat wajar. Pada suatu kesempatan publik diperlihatkan Jokowi duduk di kursi di depan Megawati dan Puan Maharani di satu meja kerja Megawati, seolah Presiden Jokowi sedang diceramahi Ibu Megawati lalu divideo dan di-share oleh Puan Maharani di medsos (media sosial). Megawati sepertinya hanya ingin memberi pesan ke publik kalau Jokowi jadi orang hebat dan tersohor itu berkat dari restunya.
Namun kita sebagai para loyalis Jokowi seolah memandang sebelah mata akan konstribusi Megawati selama ini pada Presiden RI itu. Kita seakan tidak pernah proporsional saat memuji Jokowi dibanding dengan memuji Megawati. Maka sebagai manusia biasa wajar jika sesekali Megawati jengkel pada kita dan menunjukkan kelasnya, bahwa Megawati tidak lebih kalah hebat dari Jokowi. Mantan Gubernur Jakarta itu nampaknya sadar akan hal itu. Oleh karena itu, secara pribadi Jokowi tidak akan menyimpan kebencian apalagi dendam pada Megawati yang berjasa besar dalam usaha membesarkan dirinya, keluarganya, dan tentu pula membesarkan bangsa ini.
Presiden Cerdas
Meskipun demikian, perlu diingat juga kalau ayah Gibran Rakabuming Raka itu adalah presiden cerdas yang tentu saja kaya ide. Jika Ide Jokowi tersumbat, maka akan menyiksa dirinya sendiri. Maka sebagai kader partai sekaligus sebagai pemimpin besar yang memiliki banyak ide cemerlang, Jokowi juga ingin merealisasikan ide-ide atau visinya. Tapi dalam realitas politik, Jokowi bukan Ketum Partai. Dia tidak memiliki kuasa penuh untuk mengendalikan PDIP seperti kemauannya. Dia harus berhadapan dengan Megawati. Maka Jokowi mulai meningkatkan daya tawar politiknya di hadapan Megawati.
Beberapa kali dia mulai bermanuver politik yang membuat PDIP dan publik terperangah. Di antaranya adalah bertemu secara khusus dengan Prabowo di Solo dan di istana Merdeka Jakarta, serta mempertemukan putranya (Gibran) dengan Prabowo. Pada kesempatan lain, publik juga dikejutkan, putranya yang lain, yakni Kaesang Pangarep memperlihatkan dirinya memakai kaos bergambar Prabowo yang tengah duduk di dalam kereta. Maka relawan Jokowi tambah terkejut bukan main apalagi PDIP. Loyalis-loyalis Jokowi mulai semakin percaya kalau Jokowi sedang menunjukkan dukungannya pada Capres Prabowo. Itu salah total!
Megawati dan Jokowi itu dua bintang di Nusantara. Hanya saja yang satu tersembunyi dan tertutup awan, sedangkan yang satunya bersinar terang. Dua figur ini sangat cemerlang dan sedang saling berusaha memenangkan ide-idenya untuk kemajuan Indonesia. Dan jangan lupa, keduanya tak akan pernah bermusuhan karena mereka dipandu oleh cahaya ideologi Soekarnois. Di hadapan bendera revolusi, keduanya sejajar, tak ada yang lebih rendah tak ada yang lebih tinggi. Pada saatnya tiba, mereka berdua akan memperkenalkan pada rakyat, sosok Ganjar Pranowo sebagai penerus jalan revolusioner Jokowi dan Megawati untuk menjadi Presiden ke 8 RI.
Yang menjadi Persoalan saat ini, baik itu Megawati atau Jokowi masih memiliki pekerjaan rumah, yaitu mensterilkan kabinet dari embrio kekuatan pihak lawan. Tidak harus Prabowo dikeluarkan, melainkan cukup Airlangga Hartarto, Zulkifli Hasan, dan Abdul Halim Iskandar (kakak Muhaimin Iskandar) saja yang dikeluarkan dari kabinet dan digantikan dengan para tokoh relawan yang idealis dan militan. Jika tidak, maka kemampuan gerak pendukung Ganjar Pranowo kedepan akan menemui banyak hambatan.
Mempertahankan ketiga menteri itu, juga menteri dari Nasdem, berarti sama dengan membesarkan gelombang pergerakan pihak lawan di masa depan. Itu berpotensi menghantam Jokowi dan Megawati (PDIP). Masih berbaris rapih para tokoh relawan Jokowi yang menanti uluran tangan darinya untuk ditempatkan di posisi-posisi strategis kementerian. Salah satunya yaitu Dr. Haidar Alwi, tokoh relawan yang sangat dermawan, militan, dan sudah beberapa kali saya usulkan pada Jokowi untuk dijadikan menjadi menteri. Sayangnya sampai sekarang Jokowi belum memperhatikan atau memberikan jawaban.
Masa Pertarungan Politik itu sudah sangat dekat, pada 14 Februari 2024 sudah masuk di hari pemilihan capres/cawapres. kalau sampai detik ini Presiden Jokowi masih memberi keleluasaan pada pihak lawan politik membangun kekuatan dari istana, itu sama halnya dengan dia mengajak para pendukung Ganjar Pranowo untuk berjalan menuju kekalahan. Mayoritas loyalis Jokowi dan Ganjar Pranowo sedang lelah dan kekurangan logistik. Namun di pihak lain (kubu Prabowo) justru terus menerus menumpuk logistik untuk modal Pilpres 2024.
Demoralisasi semangat tempur politik loyalis Jokowi dan Ganjar Pranowo harus segera diatasi. Jokowi perlu membangkitkan lagi moral dan semangat tempur politik mereka. Kalau tidak, maka mayoritas loyalis atau relawan Jokowi dan Ganjar akan kebingungan, tidak maksimal bergerak, dan hanya bisa main medsos saja dengan wajah memelas. Itu tidak mencerminkan pemuda-pemuda nasionalis dan ideologis Soekarnois yang dahulu menggemparkan dunia.
Maka mohon sekali untuk Jokowi, tendang satu, dua, atau tiga menteri yang mewakili kubu Golkar, PAN, PKB, atau Nasdem dari Kabinet. Lalu masukkan tokoh-tokoh relawan atau loyalis militan Anda seperti Haidar Alwi itu, sehingga bisa menjadi pintu masuk bagi kami untuk menyusun kekuatan daripada terus menerus mempertahankan menteri dari pihak lawan.
Bila Jokowi melaksanakan hal itu, maka Insya Allah pemerintahannya akan tambah berkah dan selamanya akan menjadi alasan kami untuk selalu tersenyum bersama, mengenang Presiden Jokowi yang cerdas, santun, visioner, dan menjadikan Indonesia kembali berjaya...(SHE).
14 Agustus 2023
Penulis adalah Lawyer dan Ketua Umum Ormas Harimau Jokowi. [Benhil]