Oleh: Saiful Huda Ems.
Kontroversi seputar isu penyimpangan ajaran agama di Pondok Pesantren (ponpes) Al-Zaytun semakin seru dan memanas. Jika sebelumnya Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang paling getol mengkritisi ajaran Panji Gumilang yang merupakan pimpinan Ponpes tersebut, kali ini pentolan-pentolan Front Pembela Islam (FPI) yang sudah dibubarkan oleh pemerintah mulai keluar dari sarangnya. Mereka secara terang-terangan menantang Panji Gumilang. Salah satu di antaranya adalah Bahar bin Smith.
Pada sebuah tayangan di YouTube (yang merupakan cuplikan pemberitaan di salah satu TV swasta), Bahar bin Smith menyatakan akan mendatangi Ponpes Al-Zaytun dan akan menyeret keluar Panji Gumilang. Saya cukup terkejut ketika melihat video itu dan berpikir, kok jadinya seperti ini? Bukankah Panji Gumilang sudah dilaporkan ke Polisi oleh salah seorang advokat yang tergabung di Forum Advokat Pendukung Pancasila (FAPP)? Bukankah Panji Gumilang sudah diperiksa oleh Bareskrim Polri? Lalu untuk apa Bahar bin Smith harus melakukan provokasi kekerasan seperti itu?
Negara Indonesia bukan penganut hukum rimba. Indonesia adalah negara hukum yang jika ada kejahatan haruslah diselesaikan secara hukum, bukan melalui pengadilan jalanan. Sistem hukum kita juga menganut asas Praduga Tak Bersalah, dimana setiap individu atau kelompok tidaklah bisa dihukum, sebelum terbukti di pengadilan kalau dia atau mereka telah melakukan kejahatan sebagaimana yang dituduhkan padanya. Memberikan hukuman pada seseorang atau kelompok sebelum mereka dinyatakan bersalah oleh pengadilan, maka itu sama saja dengan melalukan kejahatan, bahkan bisa lebih besar dan lebih berbahaya.
Panji Gumilang secara berani telah memberikan klarifikasi secara sistematis dan terbuka di acara Kick Andy Double Check. Pada acara itu, pria bergelar syekh itu menjelaskan berbagai hal mengenai tuduhan-tuduhan yang ditujukan padanya selama ini. Dari wawancara itu kita menjadi paham bahwa keadaan Ponpes Al-Zaytun dan ajaran Panji Gumilang tidaklah seangker dan seseram seperti berita-berita yang selama ini beredar.
Menurut saya pribadi (ini hanya penilaian awal saja) apa yang diajarkan pria bernama lengkap Abdussalam Rasyidi Panji Gumilang itu lebih mirip dengan trend pemikiran Islam Liberal pada awal 2000'an. Namun tentu saja ada sedikit perbedaan dalam hal praktek, misalnya tentang persamaan derajat lelaki dan perempuan. Jika Al-Zaytun terlihat dalam shaf sholat, yakni antara perempuan dan laki-laki bisa berdampingan, maka di kalangan pemikir Islam Liberal saat itu, terlihat pada pembagian warisan, dimana laki-laki dan perempuan harus mendapatkan harta warisan yang sepadan.
Kemudian mengenai kabar banyak keluarga mantan pengikut NII (Negara Islam Indonesia) dan DI TII yang diterima menjadi santri Al-Zaytun, saya pikir itu juga hal yang baik-baik saja, tidak ada masalah. Sebagaimana pernyataan Panji Gumilang saat diwawancarai oleh Andy F. Noya.
"Kalau anak-anak mantan keluarga pengikut NII tidak boleh diterima di Al-Zaytun, lalu kenapa kita masih mau menerima Prabowo yang merupakan anak mantan pemberontak NKRI? Kenapa pula kita masih mau menerima anak-anak mantan PKI dan lain-lainnya? Ini semua saya tahu kenapa saya selalu dipersoalkan. Ini karena ada yang sedang membidik saya dan Ponpes Al-Zaytun!" ujar Panji Gumilang dengan mimik tegas.
"Siapa, maksud anda MUI?" ucap Andy.
"Ya pokoknya lembaga itu yang sebetulnya sudah terbukti menjadi sarang teroris. Kan sudah ada dua anggotanya yang tertangkap Densus 88 Anti Teror? Sudah terbukti kan? Lah kok sekarang mereka malah menuduh kami?" ujar alumni UIN Syarif Hidayatullah itu.
Begitu kira-kira bantahan dari pimpinan Ponpes Al-Zaytun itu. Jika ditelusuri riwayatnya, Panji Gumilang ini asli orang Kecamatan Dukun Kabupaten Gresik, yang tidak jauh dengan tempat kelahiran saya. Di daerah itu saya kira tidak ada rekam jejak sebagai pendukung NII, bahkan konon pria 76 tahun itu keturunan dari KH. Faqih Maskumambang Dukun Sedayu Gresik yang merupakan salah satu pendiri Nahdlatul Ulama (NU).
Selain itu, ada juga Kyai yang sangat masyhur di Ponpes Walisongo Cukir, Jombang yang dilahirkan di Ponpes Maskumambang Kecamatan Dukun Sedayu Kabupaten Gresik, bernama KH. Adlan Ali yang dahulu sangat dihormati para Santri Cukir dan Tebuireng Jombang. Sewaktu beliau meninggal (6 Oktober 1990), saya ikut menguburkannya bersama ribuan santri Tebuireng. Makam beliau ada di dekat makam KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) di Ponpes Tebuireng Jombang. Jadi sekali lagi, kalau dilihat dari riwayat daerah kelahirannya, Panji Gumilang itu tidak saya temukan hal yang bisa terhubung dengan NII. Bahkan rekam jejak pimpinan Ponpes Al-Zaytun itu justru berhubungan dengan para pejuang sejati NKRI yang tergabung dalam NU.
FPI Lebih Kriminal daripada Panji Gumilang
Jika kemudian seiring waktu dan usianya ditemukan penyimpangan pemikiran dan ajaran Syekh Panji Gumilang, itu sepenuhnya kami serahkan pada pihak yang berwenang untuk melakukan penyelidikan atau penyidikan. Yang jelas, sangatlah sembrono dan berbahaya, jika FPI dibiarkan untuk menyelenggarakan pengadilan jalanan. Dalam kehidupan pondok pesantren yang terdapat ribuan santri, tentunya akan selalu saja ditemukan tindakan-tindakan kriminal di dalamnya, itu saya pikir sudah umum dan menjadi bagian dari psikologi massa. Di agama lainnya yang mengikuti pola pendidikan ala ponpes, saya dengar juga selalu saja terjadi hal yang demikian. Itu merupakan ranah dari kepolisian selaku penegak hukum.
Apabila memang ada penyimpangan di ponpes tersebut, seharusnya tidak selalu dikait-kaitkan dengan Panji Gumilang selaku pemimpinnya, karena bisa saja dia tidak tahu secara detail yang terjadi pada ribuan santrinya. Kecuali apabila tindakan kriminal itu dilakukan Panji Gumilang sendiri, atau setidaknya melibatkan dirinya, itu baru wajar jika dia mendapatkan hukuman yang setimpal.
Namun jika membahas tentang kriminal, bukankah FPI lebih banyak terbukti melakukan tindak pidana? Maka janganlah kita terburu-buru untuk menghakimi Al-Zaytun dan Panji Gumilang, sebab bisa jadi selama ini Al-Zaytun justru menjadi benteng penguat ideologi Pancasila yang sangat susah sekali dirobohkan oleh mereka, para pengusung ideologi Khilafah.
FPI sedang berusaha menarik simpati masyarakat setelah ormasnya disikat oleh Pemerintah. Maka waspadalah!
Tunggu saja, sampai di ujung proses hukum terhadap kasus ini. Kita semua percaya pada Polri selaku penegak hukum (SHE).
5 Juli 2023.
Penulis adalah ahli hukum dan Pemerhati Politik yang juga alumnus Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang (1985-1991). [Benhil]