Pengamat politik dan ahli hukum Saiful Huda Ems. menyatakan kalau dirinya sudah lama mendengar isu tim Ganjar Pranowo (GP) dan tim Anies Rasyid Baswedan (ARB) yang bekerja sama memasangkan mereka sebagai Capres (calon presiden) dan Cawapres (calon wakil presiden) 2024.
Isu tersebut membuat Presiden RI Jokowi (Joko Widodo) kesal pada Ketum (ketua umum) PDIP Megawati Sukarnoputri yang merestui wacana pemasangan itu. Sudah bukan rahasia umum kalau ARB memiliki tabiat ngeyel (keras kepala) yang membuat Jokowi kurang cocok. Hal itu yang membuat akhir-akhir ini Jokowi mulai berusaha menaikkan posisi tawarnya ke Megawati dengan show of force melalui berbagai manuver politik yang bertentangan dengan PDIP agar putri Bung Karno itu tahu kalau Jokowi punya kekuatan yang tidak bisa diremehkan. Dengan demikian wacana memasangkan GP dan Anies bisa dievaluasi.
Namun, kenyataan politik di lapangan menunjukkan kalau ARB memiliki elektabilitas yang tidak bisa dipandang sebelah mata, meskipun masih berada di bawah elektabilitas GP. Oleh sebab itu, bagi Capres manapun yang mau berduet dengan ARB akan diuntungkan perolehan suaranya di Pilpres 2024 nanti.
Pencapresan GP dan Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto (PS) memang sudah harga mati dan tidak bisa ditawar-tawar lagi karena itu menyangkut harga diri partai (PDIP dan Gerindra). Maka ARB hanya bisa di posisi cawapres bagi pandangan keduanya. Dan jika ARB tetap ngotot ingin nyapres sendiri, maka PDIP dan Gerindra harus merubah kembali rencana dan strategi politiknya, khususnya dalam menentukan cawapresnya.
Katum Partai Nasdem Surya Paloh (SP) yang mencapreskan ARB sadar benar akan potensi elektabilitas yang tinggi dari sosok pilihannya itu. SP kemudian berusaha jual mahal dengan meminta ARB pura-pura dulu tak mau dicawapreskan, kecuali pada akhirnya partai politik pengusungnya tidak memenuhi syarat ambang batas pencalonan presiden dan tidak menemukan cawapres yang memiliki elektabilitas tinggi, paling tidak hampir menyamai elektabilitas GP atau PS. Elektabilitas PS sendiri tampaknya masih berada di bawah ARB, namun agar dia penuh percaya diri dan mau nyapres lagi, maka dibuatlah seolah-olah elektabilitas PS selalu tinggi bahkan kadang melebihi elektabilitas GP. Tujuannya agar PS bersedia maju lagi sebagai capres.
Kondisi tersebut membuat Jokowi mulai berusaha memahami dan menyadari realitas politik demi untuk keamanannya setelah nanti tak lagi menjadi presiden. Sedangkan dalam perkembangannya ketum-ketum parpol koalisi istana satu persatu mulai tak lagi menunjukkan loyalitasnya pada mantan Walikota Solo tersebut. Sebagaimana yang pernah ditulis oleh Saiful Huda sejak lama, ini biasa terjadi menjelang berakhirnya masa jabatan presiden terlebih di akhir periode keduanya. Maka Saiful tidak pernah bosan untuk mengingatkan pada Jokowi, bahwa tak ada jalan lain bagi dia untuk menghadapi semua itu. Salah satu yang perlu dilakukan Jokowi adalah kembali merangkul para loyalisnya yang terhimpun di organ-organ relawan karena hanya mereka yang nantinya siap menjaga Jokowi meskipun sudah tak lagi menjabat.
Saiful Huda beberapa kali menyarankan Dr. Haidar Alwi yang menjabat sebagai Presiden HAC dan HAI, serta dewan pembina Forum Komunikasi Alawiyin/Habaib dan Wakil Ketua Dewan Pembina Ikatan Alumni ITB (IA ITB), dan Dewan Pembina Ikatan Alumni SMA 1 Solo, untuk diakomodir menjadi menteri di sisa jabatan Jokowi. Tujuan saran ini agar Jokowi memiliki jangkar loyalis yang lebih kuat lagi di kabinet. Dr. Haidar Alwi ini sangat mengakar di kalangan relawan berkat kekokohan tekadnya untuk membentengi Pemerintahan Jokowi. Tapi sampai detik ini alumnus Pondok Pesantren Tebuireng Jombang itu masih belum mendapatkan kepastian jawaban dari presiden, atau bisa juga masih dipertimbangkan.
Kebiasaan Saling Tikam
Langkah Jokowi merangkul kembali SP dengan mengundangnya berdiskusi empat mata di istana, menurut Saiful merupakan salah satu cara untuk bisa menaklukkan tabiat ngeyel ARB. Tapi itu hanya bersifat jangka pendek saja, sebab jika Jokowi lebih mengutamakan hubungannya dengan elite parpol, pada akhirnya dia akan ditikam mereka jika sudah tidak menjabat. Saling tikam merupakan kebiasaan politik yang terjadi di Indonesia. Hampir semua mantan presiden atau mantan kepala daerah biasanya tidak saling akur dan saling memusuhi. Hanya sedikit sekali pengecualian.
Saiful Huda menyatakan hanya Mantan Presiden RI BJ. Habibie yang masih bisa menjalin hubungan baik dengan mantan-mantan presiden lainnya karena dia mewarisi sifat kultur kesatria orang Jerman yang gentle, sportif, dan saling mendukung meski sebelumnya di politik saling bertentangan. Itu bisa jadi cara politik nasional untuk terus berproses, Dia mendoakan Jokowi dan semua tokoh-tokoh politik di Indonesia agar menemukan titik temu solusi terbaik.
"Yang penting kita semua harus jauh lebih dewasa dalam berpolitik, meski apapun perbedaannya kita tak boleh saling memutus tali silaturrahmi. Berdebatlah, mengkritiklah sesengit apapun, namun jangan sampai kita saling bermusuhan," ujar pengamat politik tersebut pada 21 Juli 2023.
Saiful Huda menutup ulasannya dengan menyatakan, panas di pikiran adem di hati, itulah sesungguhnya watak sejati yang harusnya dimiliki para petarung politik di negeri ini.
Anies Tidak Dikenal di Jateng dan Jabar
Terlepas dari pendapat Saiful Huda Ems. itu, langkah pencapresan ARB oleh Nasdem masih menjadi pro dan kontra bagi sebagian masyarakat, apalagi ditambah isu PDIP yang akan memasangkan GP dan ARB. Masyarakat Indonesia sudah paham dengan kinerja Mantan Gubernur Jakarta itu.
Berbagai kebijakan yang kontroversial membuat publik bingung dengan cara kerja ARB. Salah satu contoh, kebijakannya mengubah nama beberapa ruas jalan di Jakarta seakan tidak memperdulikan dampak kerepotan luar biasa dari penduduk yang tinggal di sepanjang jalan itu yang harus mengubah KTP, STNK, BPKB, sertifikat rumah, dan lain-lain. Itu baru satu kebijakan saja, belum yang lain, seperti rumah DP nol persen, penggantian nama rumah sakit menjadi rumah sehat, pemasangan jaring di sungai yang kumuh, dan masih banyak lagi.
Dengan rekam jejak seperti itu membuat masyarakat tidak antusias dengan pencalonan ARB, baik sebagai capres atau cawapres pada Pilpres (Pemilihan presiden) 2024.
'Orang Jateng [Jawa Tengah] dan Jatim [Jatim] tidak kenal Anies,' tulis seorang netizen di media sosial. [Benhil]