Oleh: Saiful Huda Ems.
Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Denny Indrayana melakukan demo di Melbourne Australia Selasa, 4 Juli 23. Namun saya tidak tahu dia sedang mendemo Presiden Joko Widodo (Jokowi) atau Sosilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang notabene adalah atasannya di Partai Demokrat.
Saya menyebut Denny sebagai tuyul politik SBY karena kedekatannya dengan Mantan Presiden RI tersebut, baik secara pekerjaan atau politik.
Tujuan demo tuyul politik SBY itu patut dipertanyakan sebab setahu saya Jokowi dalam kapasitasnya sebagai presiden, tidak pernah sekalipun melakukan cawe-cawe pada Pemilu 2024. Dia juga tidak membangun dinasti politik di keluarganya.
Baca juga: Mana Yang Mesti Dibela, Al-Zaytun atau FPI?
Karier politik dan keberhasilan putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka dan menantunya, Bobby Nasution adalah melalui proses demokrasi dan konstitusional. Hal itu sangat berbeda jauh dengan jabatan yang diperoleh oleh Agus Harimusti Yudhoyono (AHY) dan Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) di Partai Demokrat yang tidak demokratis dan terdapat unsur pemaksaan.
Apa yang dilakukan oleh Jokowi juga sangat berbeda dengan apa yang pernah dilakukan oleh SBY ketika masih menjabat. SBY saat itu justru terang-terangan ikut cawe-cawe dengan mendukung penuh Hatta Rajasa (HR) untuk menjadi Cawapres (calon wakil presiden) untuk mendampingi Prabowo Subianto pada Pilpres (pemilihan presiden) 2014. Hal itu dikarenakan HR merupakan besan SBY sendiri.
Selain itu, Presiden RI ke-6 itu juga sangat jelas dan tak terbantahkan lagi, membangun dinasti politik melalui partai hasil rampokan dan manipulasinya sendiri, yakni Partai Demokrat.
Itulah kenapa, kedua anak SBY yang sebenarnya masih bau kencur dalam politik, dipaksanya untuk menjadi Ketum dan Waketum Partai Demokrat. Sedangkan SBY sendiri mengukuhkan dirinya sebagai Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat, yang kedudukan dan kewenangannya tidak dapat dikalahkan oleh Presiden maupun Raja sekalipun di seluruh dunia ini.
Presiden Jokowi sampai saat ini masih menyerahkan sepenuhnya soal pemilihan Bacapres maupun Bacawapres pada rakyat, KPU, dan semua Ketua Umum Partai Politik. Jokowi sampai detik ini, belum pernah ikut cawe-cawe, setidaknya belum secara tegas menyatakan dukungannya pada Bacapres atau Bacawapres tertentu. Netralitas sikap politik Jokowi ini membuat banyak politisi dan pengamat politik kebingungan memprediksi siapa capres atau cawapres yang nantinya bakal didukung oleh Mantan Gubernur Jakarta itu. Mungkin karena itulah sebagian besar politisi pendukung capres dan Bacapres tertentu selalu mencoba memanfaatkannya, dengan memberikan tafsiran dan bahkan klaimnya sendiri, bahwa Presiden Jokowi mendukung Capres A atau B.
Netralitas pilihan politik Jokowi ini memang akan membuat lawan-lawan politiknya kebingungan dan frustasi karena berbagai pergerakan politiknya tidak mudah terbaca. Orang-orang di luar pagar kekuasaan yang selama ini merana karena tak mendapatkan apa-apa seperti Rocky Gerung dan Denny Indrayana. Mereka terus menerus memprovokasi Jokowi dengan harapan agar Presiden RI itu memanggil mereka dan memberinya jatah kekuasaan di akhir jabatannya. Namun apa dikata, Jokowi tentu sudah sangat lihai membedakan, yang mana para pejuang dan yang mana kucing garong alias tuyul-tuyul Politik yang tidak perlu dihiraukan.
Pada akhirnya, Presiden RI ke-7 itu memang akan menentukan pilihan dukungan politiknya. Dan itu sangat wajar, mengingat sebagai pemimpin nasional yang sudah banyak ikut andil memajukan negara, tentunya dia juga harus mampu memastikan siapa saja yang pantas untuk menjadi penerus kepemimpinannya. Namun tentu saja Jokowi tidak harus melakukannya sekarang, pada saat dia masih diberi amanah untuk memimpin sampai akhir masa jabatannya, bukan?
Maka biarlah Denny Indrayana dan manusia sejenisnya terus berkoar-koar menyerang Presiden Jokowi, toh pada akhirnya gema suaranya akan menghantam gendang telinga bos besarnya sendiri, yakni SBY.
Ponsel SBY Pernah disadap Pihak Australia
Justru yang menjadi sebuah tanda tanya adalah mengapa Denny Indrayana terus menerus menyerang Pemerintahan Jokowi dari Australia? Ada apa dengan negara itu? Sepertinya kalau ditelusuri ada benang merah antara Australia dengan jaringan politik bosnya Denny Indrayana (SBY).
Masih ingat dahulu pada masa Pemerintahan SBY ada narapidana terhukum mati kasus Narkoba, namun dibebaskan oleh SBY karena adanya tekanan dari Australia? Kenapa SBY sangat takut dengan Australia? Apakah karena banyaknya rahasia perampokan dan berbagai kejahatannya yang tersimpan melalui ponselnya.
Kita tahu ponsel SBY pernah disadap oleh Australia, lalu dia menjadi sosok politisi yang lemah gemulai dan tidak pernah ada gebrakan kemajuan pembangunan, kecuali puing-puing bangunan yang tersisa dari berbagai rampokan anak buahnya? Entahlah...(SHE).
4 Juli 2023.
Penulis adalah ahli hukum dan Ketua Departemen Komunikasi dan Informatika DPP Partai Demokrat KLB Pimpinan Jenderal TNI (Purn.) Moeldoko. [Benhil]