Mantan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) telah menginstruksikan seluruh kader Partai Demokrat untuk turun ke jalan sebagai sebagai bentuk people power dan gerakan cap jempol darah. Instruksi tersebut dianggap sebagai bentuk kepanikan SBY terhadap perkiraan kekalahan pada Peninjauan Kembali (PK) di Mahkamah Agung (MA).
PK tersebut diajukan oleh DPP Partai Demokrat hasil Kongres Luar Biasa (KLB) pimpinan Jenderal TNI (Purn.) Moeldoko. Hal itu sebagai bentuk ketidakpuasan para pendiri Demokrat yang merasa partai tersebut telah dikuasai oleh keluarga SBY.
SBY sendiri berencana akan memimpin langsung gerakan people power turun ke jalan bersama seluruh kader Partai Demokrat seluruh Indonesia pimpinan putranya Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) se Indonesia. Betapa naifnya Presiden RI ke-6 itu hingga tidak paham pengertian gerakan massa itu.
People power yang lazim terjadi di berbagai negara, biasanya dipimpin seorang revolusioner yang sudah kenyang dengan pahit dan getir penindasan oleh penguasa. People power versi SBY ini menjadi anomali karena dipimpin oleh seorang mantan Presiden yang saat berkuasa justru menimbun kekayaan besar.
Tahukah mereka soal kondisi objektif dan subjektif yang harus dipenuhi sebagai syarat prakondisi untuk menggerakkan manusia-manusia heroik itu? Saya yakin mereka tidak paham tentang hal itu. Syarat people power di negeri ini tidak bisa dipenuhi karena mayoritas rakyat di negeri ini masih sangat mencintai presidennya. Mereka masih percaya pada Pemerintah, masih hidup layak dan tidak kekurangan sandang, pangan, dan papan. Rakyat yang hidup dalam kemiskinan ekstrim masih banyak yang tertolong oleh berbagai kebijakan Pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin yang pro rakyat.
Lalu, apa yang menjadi agenda people power ala SBY dan AHY? Apakah gerakan itu demi kesejahteraan rakyat? Rakyat yang mana? Rakyat yang pernah jadi menteri di zaman Pemerintahan SBY dan dipenjara karena terlibat korupsi itukah? Rakyat yang ditangkap aparat karena memakai narkoba dan menyewa prostitusi di hotel itu? Rakyat yang pernah jadi Bupati Penajam Paser Utara yang diseret KPK karena korupsi itu? Rakyat yang pernah jadi Gubernur Papua dan melakukan korupsi lalu tidak mau dipanggil oleh KPK, sampai kemudian kelaparan dan baru kemudian ditangkap dan dibawa ke Jakarta oleh KPK itu? Atau, gerakan itu demi melanggengkan kekuasaan? SBY dan AHY harus jujur menjawabnya.
Cap Jempol Darah
Tulisan ini bukan opini liar semata. Menurut informasi yang diterima, hari ini Jumat, 16 Juni 2023, SBY dan AHY menginstruksikan seluruh kader Partai Demokrat melakukan gerakan cap Jempol darah di Kantor DPP Partai Demokrat Pimpinan AHY di Jalan Proklamasi Jakarta Pusat. Saya menganggap SBY benar-benar minim ide dan gagasan, sampai kubunya melakukan gerakan politik yang menduplikasi hal yang pernah dilakukan oleh PDI ketika partai itu hendak direbut oleh Rezim Soeharto dari tangan Megawati Soekarnoputri.
Padahal, yang sebenarnya terjadi pada Partai Demokrat pimpinan AHY sangat berbeda dengan PDI di zaman Orde Baru (orba). SBY merampok Partai Demokrat dari para pendirinya, sedangkan PDI hendak dirampok rezim orba dari tangan Megawati sebagai ketua umum yang sah. SBY dan AHY bukan pejuang sejati seperti layaknya Putri Proklamator itu ketika dengan keberanian penuh mempertahankan secara heroik kedaulatan PDI dari tangan penguasa.
SBY sedang kalut dengan bayang-bayang kejahatannya sendiri karena telah merampok Partai Demokrat dari para pendirinya. Namun ketika partai itu mau direbut kembali oleh para pendiri dan kader-kader secara konstitusional, Pria berumur 73 tahun itu malah panik seolah-olah akan kecolongan. Itu logika politik yang jungkir balik.
Jika presiden yang menjabat pada 2004-2014 itu seorang warga negara yang taat hukum dan benar-benar seorang Demokrat sejati, seharusnya sabar menunggu keputusan PK dari MA, dan bukan malah terus memprovokasi kubunya untuk melakukan people power dengan turun ke jalan dan melakukan Cap Jempol Darah.
Kepanikan presiden yang banyak meninggalkan proyek mangkrak (Hambalang dan Wisma Atlet) itu sebagai bentuk kecemasan kalau MA akan mengembalikan Partai Demokrat pada para pendiri dan pengurus asli yang sah. SBY mencari-cari alasan sebagai dalih melakukan gerakan melawan Pemerintah dengan menuduh Presiden Joko Widodo (Jokowi) hendak menjegal Capres (calon presiden) Anies Baswedan.
Padahal fakta yang terjadi adalah AHY tidak diterimah oleh Nasdem sebagai bakal calon wakil presiden Anies. Ditolaknya AHY itu karena tidak layak jual dan juga Nasdem serta Anies sedang bingung mendapatkan tiket untuk Pilpres (pemilihan presiden 2024) karena kurang dukungannya. (SHE)
16 Juni 2023.
Saiful Huda Ems (SHE).
Penulis adalah ahli hukum dan Pemerhati Politik. [Benhil]