Saat Gubernur Jakarta Ali Sadikin menjabat, dia berani mengambil langkah tidak populer dalam hal pendapatan daerah. Ide tersebut kini diharamkan di sini, tapi sukses ditiru oleh negara tetangga, yakni Singapura dan Malaysia.
Gubernur yang dikenal dengan sebutan Bang Ali itu dilantik oleh Presiden Soekano untuk memimpin Ibu Kota Jakarta pada 1966. Dia menghadapi masalah komplek di wilayah itu, yaitu kemiskinan, infrastruktur payah, ketertinggalan, dan lain-lain. Berbagai problem tersebut tidak bisa diselesaikan dengan mengandalkan uang dari kas daerah yang saat dia dilantik hanya Rp 66 juta.
Untuk meningkatkan pendapatan daerah secara maksimal, Bang Ali mengambil kebijakan kontroversial yaitu melegalkan perjudian dan membuka prostitusi. Untuk tempat casino dipilih lantai 13 Gedung Sarinah Jakarta.
Alasan pria kelahiran Sumedang 7 Juli 1927 itu melegalkan bisnis judi sangat sederhana. Saat itu pendapatan bisnis perjudian Ilegal sangat besar, jadi daripada keuntungannya hanya didapat para mafia judi dan aparat korup, Bang Ali sekalian melegalkannya sehingga bisa diawasi dan ditarik pajaknya.
Ide bisnis (yang sebagian masyarakat menganggapnya brilian) tersebut sukses menjadikan pendapatan Jakarta meningkat pesat. Dari pajak judi, Bang Ali mampu memperindah ibu kota menjadi kota metropolitan. Berbagai fasilitas yang dibangun dari uang pajak judi adalah Taman Impian Jaya Ancol, Monumen Nasional (Monas), Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta Fair, dan Proyek Senen.
Namun bisnis itu menuai kecaman dari pihak-pihak tertentu. Banyak pihak berusaha menjegalnya, terutama para mafia judi dan tokoh agama. Para mafia judi menolak karena harus bayar pajak dan tidak bisa berbuat curang. Sedangkan para tokoh agama tidak setuju dengan ide bisnis ala Ali Sadikin itu karena beranggapan pembangunan Jakarta dibiayai dari uang judi yang dianggap haram.
Atas kecaman dari kaum agamawan, pria yang berlatar sebagai Letnan Jenderal Angkatan Laut Korps Komando Operasi (KKO/Marinir) itu hanya merespon dengan berkelakar bahwa mereka yang menentang (judi dan pelacuran) diminta untuk beli helikopter saja. Soalnya semua jalanan di Jakarta berasal dari duit (yang menurut tokoh agama) maksiat.
Saat selesai bertugas tahun 1977, Gubernur Ali Sadikin meninggalkan anggaran daerah sebesar Rp 116 Milyar. Jumlah yang fantastis untuk saat itu. Ide bisnis yang jenius itu menjadikan Bang Ali sebagai gubernur terbaik yang pernah memimpin Jakarta.
Ditiru Tetangga
Meski di Indonesia ide bisnis Bang Ali itu ditentang dan akhirnya kandas secara pelan-pelan, tapi justru ditiru oleh negara tetangga, yaitu Malaysia dan Singapura.
Mulanya, Malaysia lebih dulu meniru dengan membangun tempat perjudian dan Casino legal di daerah Genting yang menjadi mahsyur. Kemudian Singapura juga meniru dengan membangun tempat serupa di bilangan Sentosa island dan Marina Bay yang juga menjadi lebih terkenal di kawasan Asia dan mampu mendongkrak pendapatan Singapura.
Bahkan bisnis yang tahun 1970'an di sini dianggap haram itu justru sedang dibuka di negara-negara Arab yang kental dengan reliji, seperti Uni Emirat Arab dan Arab Saudi. Mereka sadar ke depan minyak bukan lagi komoditi yang bisa diandalkan, maka perlu pemasukan lain yang mudah dan menguntungkan. Pariwisata (termasuk judi) adalah salah satu sumber penghasilan menjanjikan bagi negara-negara kerajaan itu.
Dari pengalaman itu bisa disimpulkan kalau kemakmuran dan kemajuan (seperti Jakarta saat dipimpin Bang Ali) itu bisa datang kalau diusahakan, bukan karena menunggu dan berdoa akan keajaiban.
Kalau hanya berharap tanpa berusaha, kita yang tertinggal secara ekonomi hanya bisa melihat negara lain mengalami kemajuan pesat karena belajar dari ide bisnis yang dulu pernah kita praktekan.
Jika nanti semakin tertinggal dan terbelakang, sudah pasti kaum agamawan tidak bisa dan tidak mau disalahkan. [Benhil]