Beda upaya antara dua Presiden RI di akhir jabatan. Kalau Joko Widodo (Jokowi) akan cawe-cawe politik 2024, sedangkan SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) menetapkan rumah untuk mantan presiden pada 2014 lalu.
Baru-baru ini, Presiden Jokowi menyatakan akan konsisten untuk cawe-cawe dalam arti yang positif pada pemilihan presiden (Pilpres) 2024. Tentu saja upaya tersebut sesuai aturan dan tidak melanggar hukum.
"Saya tidak akan melanggar aturan, tidak akan melanggar undang-undang," ucap ayah Gibran Rakabuming Raka itu kepada awak media di Istana, Jakarta, Senin, 29 Mei 2023.
Memilih presiden dan wakil presiden 2024-2029, menurut Jokowi, sangat krusial, penting sekali, harus tepat, dan benar. Jika upaya itu berhasil, akan menjadikan bangsa Indonesia maju pada 2030.
"Karena itu saya cawe-cawe. Saya tidak akan netral karena ini kepentingan nasional," ujar mantan Gubernur DKI Jakarta dan Wali Kota Solo itu.
Lebih lanjut Presiden Jokowi menerangkan, jika bangsa Indonesia keliru memilih pemimpin yang tepat untuk 13 tahun ke depan, maka kesempatan untuk menjadi negara maju akan hilang. Korea Selatan telah menerapkan hal itu dan sekarang jadi negara maju.
Presiden RI yang akan berakhir masa jabatan tahun 2024 itu memastikan kalau upaya cawe-cawe-nya itu tidak melanggar aturan hukum sama sekali.
Saat ditanya siapa capres dan cawapres pilihannya, Presiden Jokowi mengaku tidak bisa intervensi dan menyerahkan keputusan itu pada partai politik (parpol).
Jusuf Kalla Ingin Jokowi Contoh SBY
Nyatanya, upaya Presiden Jokowi untuk memilih pemimpin terbaik demi kepentingan bangsa Indonesia tahun 2030 itu tidak dilihat sebagai hal yang positif oleh mantan Presiden Jusuf Kalla.
Politisi Golkar itu mengingatkan Jokowi agar mencontoh Megawati dan SBY terkait pergantian kepemimpinan di akhir jabatan. Kedua mantan presiden itu tidak cawe-cawe memilih pemimpin selanjutnya.
Terkait dengan pernyataan Jusuf Kalla itu, maka perlu diketahui apa yang diupayakan oleh SBY di akhir jabatannya. Kita tahu, SBY (seperti Jokowi) merupakan presiden RI yang dipilih secara langsung oleh rakyat.
Ternyata pada akhir jabatannya pada 2014, Presiden SBY mengupayakan Peraturan Presiden Nomor 52 Tahun 2014 tertanggal 4 Juni 2014. Dengan adanya aturan ini, mantan Presiden dan Wapres akan mendapat rumah kediaman yang layak.
"Mantan Presiden dan/atau mantan Wakil Presiden hanya behak mendapatkan rumah sebagaimana dimaksud sebanyak 1 (satu) kali, termasuk bagi mantan Presiden dan/atau mantan Wakil Presiden yang menjalani masa jabatan lebih dari 1 (satu) periode dan mantan Wakil Presiden yang menjadi Presiden," bunyi Pasal 1 Ayat (2) Perpres tersebut seperti dilansir dari situs resmi setkab.go,id, Kamis, 12 Juni 2014.
Rumah tersebut akan disediakan oleh Menteri Sekretaris Negara. Dan wajib sudah ada sebelum presiden atau wapres turun dari jabatannya.
Juru bicara kepresidenan saat itu, Julian A Pasha menyatakan pengadaan rumah untuk presiden itu bukan permintaan khusus dari SBY yang akan berakhir jabatannya.
"Seorang presiden dan wapres mendapatkan hak atas rumah tinggal yang layak dengan perhitungan luas tanah yang disesuaikan di dalam permenkeu saya kira itu sesuatu yang tidak berlebihan," ujar Akademisi UI itu. [Benhil]