Ketika Para Hakim dan Jaksa PN Jakbar Terkejut
Terdakwa Ternyata Punya Berkas Asli Tanah Lengkap
Oleh: Advokat Dra. Mercy Sihombing, S.H
Sidang Perkara Tanah seluas 10.259 m2 di Cengkareng pada Selasa 11/04/23 kemarin mengajukan Saksi Mahkota, Nurlela. Ia menjadi saksi bagi suaminya, SK Budiardjo (SKB). Suami istri berusia +50 tahun dijadikan terdakwa atas laporan PT Sedayu Sejahtera Abadi (SSA) sejak 10/01/23.
Mereka berdua dilaporkan oleh PT SSA dan langsung diproses oleh Penyidik Polda Metro Jaya. Proses difinalisasi berupa Berita Acara Persidangan BAP 14 saksi dalam Berkas Perkara No BP/454/X/2022 Direktorat Reserse Kriminal Umum.
Tak mau kalah cepat dengan Penyidik, Jaksa juga secepat kilat memproses berkas. Berkas dinyatakan P-21 (Pemberitahuan bahwa hasil penyidikan sudah lengkap) dan siap dilimpahkan ke Pengadilan.
Begitu gercepnya Penyidik dan Jaksa, pada hari P-21 ditandatangani Jaksa yakni 10/01/23, hari itu juga Nurlela dan SKB dijemput paksa dan dijebloskan ke penjara / rumah tahanan. Saat penyidik menjemput paksa, SK Budiardjo yang juga Ketua Forum Korban Mafia Tanah Indonesia FKMTI bersitegang karena penyidik tidak bisa menunjukkan satu alat bukti; Apalagi dua alat bukti –sesuai syarat dakwaan Undang-Undang No.1 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (ada bukti video).
Pasangan suami istri berputra empat yang masih remaja itu didakwa Pasal 263 juncto Pasal 266 KUHP tentang Tindak Pidana Pemalsuan Surat dan atau menyuruh menempatkan keterangan Palsu kedalam Akta Autentik dengan ancaman 6 dan 7 tahun penjara.
Keterangan dan Akta Apa yang Dipalsukan?
Kemungkinan (sengaja dipilih kata kemungkinan, karena memang belum ada kejelasan) dakwaan pemalsuan itu berhubungan dengan surat atas tanah girik yang sudah dibeli Nurlela dan SKB sejak 2006 sampai 2008. Pada 2010, seluruh tanah tersebut diklaim PT Sedayu Sejahtera Abadi dan menjadi bagian Golf Lake Residence Cengkareng.
Nurlela dan SKB sebagai pembeli beritikad baik melawan. Perlawanan itu juga
didukung oleh para penjual yang merupakan pemilik asli tanah dan menguasai tanah tersebut selama ini). Namun seperti modus film Mafia berjudul The Godfather, PT SSA juga tidak kalah beringas, mengerahkan oknum tentara dan preman, menggunakan kekerasan menguasai tanah dan mengusir pemilik tanah (ada bukti foto dan video). Selain terusir dari tanah miliknya, SKB dipukuli kepalanya. Bahkan lima kontainer berisi peralatan usaha bernilai milyaran rupiah, habis dicuri.
Selain menguasai fisik tanah, PT SSA mungkin ikut merekayasa persuratan tanah milik SKB dan Nurlela. Ada indikasi kuat bahwa oknum BPN Jakarta Barat bernama Syarifudin (di BAP tetapi tak berani hadir sidang, dan kabarnya pindah kerja ke Jambi) terlibat. Demikian juga oknum pegawai Kelurahan dan Kecamatan mengotak-atik surat girik kepemilikan tanah.
Dalam BAP para saksi yakni (mantan) pegawai Kelurahan kompak menyatakan Girik C 1906 milik Nurlela tidak ditemukan dalam Buku Arsip Tanah Kelurahan.
Sedangkan para saksi (mantan) pegawai Kecamatan, menyatakan Buku Arsip Persuratan Kecamatan Cengkareng tahun 2011 dan 2014 hilang. (Padahal Buku Arsip Surat Keterangan tahun 2012, 2013, 2015 dan seterusnya ada).
Apa ada alasan kuat mengapa Buku Arsip pada tahun 2011 dan 2014 “harus dilenyapkan”? Dari fakta persidangan terbongkar, ternyata pada 2011 dan 2014 Camat Cengkareng mengeluarkan Surat Keterangan yang membongkar asal muasal Sertifikat HGB No 1633 seluas 112.840 m2. Surat Camat Cengkareng jelas dan tegas menyatakan bahwa 20 dari 21 nomor Akta Jual Beli Girik yang dijadikan Alas Hak HGB No 1633 tidak pernah terdata dalam arsip Tanah Kecamatan Cengkareng.
Sertifikat HGB 1633 itulah “pegangan” PT SSA leluasa mengusir SKB dan Nurlela supaya PT SSA leluasa membangun Ruko dan Rumah bernama Golf Lake Residence, yang sangat strategis di pinggir jalan tol Cengkareng sampai saat ini.
Urusan hilang Buku Arsip 2011 dan 2014 itu juga dipertegas pegawai Kecamatan Cengkareng bernama Aries, S.H. yang sebelumnya sudah 23 tahun menjadi pegawai BPN Jakarta Barat. “Tim INAFIS sampai datang ke kantor saya untuk memeriksa. Buku Arsip 2011 dan 2014 memang sudah tidak ada. Sedangkan Buku Arsip 2010, 2012, 2013, 2015 dan seterusnya masih ada dan tersimpan.”
Jadi masuk akal, demi penghilangan jejak, oknum Tim INAFIS Polda Metro Jaya atau Bareskrim Polri mungkin sampai turun memeriksa lemari arsip Kecamatan Cengkareng. Hal itu untuk memastikan Arsip Surat Camat Cengkareng Tahun 2011 dan 2014 sudah lenyap.
Jaksa dan Para Saksi Lainnya Tidak Punya Akta Asli
Sebelumnya dalam 11 kali sidang, hanya hadir 8 dari 11 saksi dari Jaksa yang semestinya harus hadir. Ke-8 saksi bahkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) sendiri, belum pernah menyampaikan Akta Asli sebagai pembanding dakwaan Akta Palsu
Sejauh ini JPU belum membuktikan juga dakwaan Pasal 263 junto 266 KUHP; Terdakwa dan Tim Penasehat Hukum terus menerus mempertanyakan, bukti dari Jaksa, karena Jaksa belum pernah menunjukkan berkas “Akta Palsu”.
Padahal standar persidangan, untuk membuktikan surat, dokumen, barang bukti palsu atau tidak, harus berdasarkan bukti laboratorium forensik Mabes Polri.
Tanpa Alat Bukti = Kriminalisasi
Berdasarkan paparan di atas, pertanyaan berikutnya, apakah Jaksa memang mempunyai dua alat bukti untuk memenuhi syarat dakwaan Pasal 263 junto 266 KUHP? Atau ada “pesanan” untuk segera meng-kriminal-isasi SKB dan Nurlela?
Dikriminalisasi, begitu yang dirasakan Saksi Nurlela, yang sampai meneteskan air mata di depan persidangan; Tanah yang dibeli dengan uang milyaran hasil kerja kerasnya dirampas; Ia harus merasakan dinginnya dinding penjara dan dipaksa berpisah secara fisik dengan suami dan meninggalkan keempat anaknya (yang terkecil, perempuan masih SMP). Tangisan Nurlela sempat membuat suasana ruang sidang yang dijejali puluhan orang itu, hening sejenak. Sedangkan Para Hakim dan Jaksa cuma menunduk, terdiam.
Ketika Hakim Terkejut
Jika 11 sidang sebelumnya Jaksa dan semua saksi tidak mampu membawa Berkas Data Asli, maka Saksi Mahkota Nurlela dan SKB membawa lengkap Berkas Data Asli pada sidang ke-12 kemarin.
Adapun bukti asli yang ditunjukkan Saksi Mahkota antara lain:
- Surat keterangan riwayat tanah
- Surat asli tanah girik
- Surat keterangan tidak ada sengketa
- Surat keterangan penguasaan tanah sporadik
- Bukti peralihan hak milik tanah
- Bukti pembayaran IPEDA tanah girik (Pajak Tanah sebelum tahun 1985)
- Bukti pembayaran PBB (setelah tahun 1985)
- Fotokopi KK dan KTP pemohon
- Surat pernyataan sudah memasang batas-batas tanah
Hakim Yuswardi SH (58 tahun), Kristijan Purwandono Djati (56) dan Esthar Oktavi (55) terperangah. Para Hakim tidak bisa menyembunyikan keterkejutan, ketika Nurlela dan SKB langsung menunjukkan lembaran surat asli bukti kepemilikan tanah.
Ada surat yang terlihat sangat rapuh karena dicetak sebelum Tahun 1970. Semua kertas cetakan itu menunjukkan SKB dan Nurlela punya administrasi lengkap sebagai bukti asli kepemilikan tanah 10.259 m2.
Selain ditunjukkan ke Tiga Hakim Persidangan kasus 2627 itu, berkas asli diperlihatkan kepada Jaksa yang selalu hadir sidang bernama Mat Yasin (tiga jaksa lainnya, Asep Sunarsa, Buchari Taslim, Nurhayati Ulfia mangkir melulu).
Mari Kita Dobrak
Selama ini untuk meyakinkan publik, bahwa PT SSA menguasai tanah di Cengkareng dengan cara yang jujur dan suci hanya sampai bukti telah membeli di hadapan notaris Surat HGB No. 1633 dari PT Bangun Marga Jaya BMJ.
Padahal justru Alas Hak Surat HGB No 1633 seluas 112.840 m2 itu yang penuh rekayasa dan merugikan banyak orang, termasuk SKB dan Nurlela.
Demikian juga keberadaan PT BMJ sangat layak untuk diperiksa Kantor Pelayanan Pajak Cengkareng.
Berdasar Fakta persidangan terbongkar Akta Pendiriannya asli PT BMJ tidak pernah ditunjukkan di depan hakim. Ditambah lagi, Direktur PT BMJ tahun 2007 - 2010 bernama Rahmat mengaku tidak pernah mendapat gaji. PT BMJ tidak punya karyawan, hanya ada lima tenaga lapangan yang tidak digaji bulanan. Yang membingungkan, selama menjadi Direktur PT BMJ, Rahmat mengaku tidak pernah menandatangani Laporan Keuangan dan tidak pernah mengurusi SPT Pajak. Dan banyak keanehan lainnya yang membuat semua orang apalagi Para Hakim bingung.
Pertanyaan Lanjutan
- PT SSA yang katanya pengembang bonafide mengapa bersedia membeli tanah dari sebuah perusahaan PT BMJ yang “fiktif”. Ada apa ?
- Selama persidangan, PT SSA malah menghadirkan dua saksi pelapor, termasuk Direktur PT SSA sejak Tahun 2015, Letjen (Purn) Nono Sampono. Ya jelas, dalam persidangan, dia menjawab tidak tahu mengenai asal muasal sengketa tanah yang terjadi pada tahun 2010.
- Dalam persidangan, Kakek 72 tahun yang menjadi Wakil Ketua DPD RI sama sekali mengaku tidak tahu nama Direktur PT SSA pada tahun 2010.
Karena itu, Penasehat Hukum Terdakwa sudah mengajukan kepada Hakim untuk menghadirkan saksi yang benar-benar bertanggung jawab dan seharusnya mengetahui peristiwa tahun 2010, yakni Direktur PT SSA bernama Alexander Halim Kusuma.
Kita tunggu, apakah Alex yang ternyata anak Aguan, owner PT Sedayu Grup berani hadir dalam persidangan?
Kamu Tanya? Ya, kita bertanya-tanya.
MarKiBrak. Mari Kita Dobrak.