Perhatikan langkah Ganjar Pranowo ketika berjalan beriringan dengan Presiden Jokowi. Dia sering menjaga setengah langkah di belakang. Kecuali jika diminta mendekat dan diajak mengobrol. Itu namanya sikap tawaduk. Sikap hormat.
Sebagai gubernur, Ganjar tahu diri dan harus menghormat pada presiden. Badannya sedikit membungkuk, pandangannya menunduk dan senyumnya selalu mengembang.
Ini mengingatkan kita pada gubernur lain yang malah berkacak pinggang di depan Presiden Jokowi.
Tapi dengan cepat kita paham, wajar jika gubernur satu lagi itu kurang tawaduk dan tak kenal adab. Dia bukan orang Jawa. Mungkin sejak kecil dia tidak diajarkan tentang sikap hormat ala orang timur, terlebih ala orang Jawa.
Dia sebenarnya lama tinggal di Jogja, meskipun leluhurnya menyeberang dari Timur Tengah dengan membawa kebudayaannya sendiri.
Mestinya itu tak jadi soal, ketika dia bisa menempatkan diri di masyarakat. Dia belajar kesopanan ala Jogja, yang dikenal berbahasa halus dan penuh etiket.
Namun kembali lagi pada watak. Hanya padi berisi yang merunduk. Sedangkan yang kosong akan terus mendongak. Merasa tahu segalanya, paham segalanya dan menguasai segalanya.
Sebagai orang timur, khususnya orang Jawa, saya melihat orang dari sikapnya. Memilih pemimpin juga melihat tindak-tanduk dan kualitas adabnya.
Karena derajat adab itu berada di atas ilmu.
Jika dia telah selesai dengan dirinya, mampu menempatkan diri, orang seperti ini layak untuk dihormati. Layak untuk diikuti.
Tapi mereka yang adigang adigung adiguna, berkacak pinggang dan ketus, saya hanya bisa menghormatinya sebatas sebagai manusia. Tidak lebih. [Benhil]
Kajitow Elkayeni
Dulur Ganjar Pranowo