Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri menyatakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) disebut kasihan apabila tidak dibantu oleh partainya PDIP (Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan).
Warganet menganggap justru dengan kemunculan Jokowi yang saat itu sering disebut fenomena Jokowi, maka PDIP bisa mendulang suara maksimal pada Pemilu (pemilihan umum) 2014 dan 2019.
Megawati menyampaikan pernyataan tentang mengasihani Jokowi tersebut saat berpidato pada acara puncak HUT PDIP ke-50 di Jiexpo Kemayoran, Jakarta Pusat, Selasa, 10 Januari 2023.
"Lah iya padahal pak Jokowi kalau nggak ada PDIP kasihan dah," ucap ibu kandung Ketua DPR Puan Maharani itu.
Pada kesempatan itu, Megawati juga menerangkan kalau dirinya memiliki andil saat menentukan Ma'ruf Amin sebagai wakil presiden mendampingi Jokowi pada Pilpres 2019 dan memilih Mahfud MD sebagai Menko Polhukam.
Sontak saja pernyataan mantan Presiden RI tersebut ditanggapi dengan tidak setuju oleh warganet.
'Jangan begitulah, kan ada simbiosis mutualisme antara Jokowi dan PDIP,' tulis sebuah akun yang seorang influencer media sosial (medsos).
'Dalam memilih presiden, nomer satu figur sedangkan partai nomer sekian,' tulis sebuah akun.
Masih banyak komentar senada yang menyayangkan pernyataan putri proklamator Bung Karno itu.
Jokowi Bukan Kutu Loncat
Meski maju lewat PDIP, namun banyak yang menganggap justru kehadiran Jokowi telah mengangkat partai itu. Pada Pilpres (pemilihan presiden) 2009, partai ini dikalahkan partai baru, Demokrat yang juga menghantarkan ketua-nya SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) menjadi presiden RI.
Saat itu muncul selentingan di masyarakat bawah, seandainya SBY bisa jadi presiden pada periode ke-3, mungkin Demokrat masih bisa meraih mayoritas kembali.
Namun SBY tunduk pada konstitusi. Kemudian setiap partai mulai mencari calon pemimpin RI.
Pada saat itu Luhut Binsar Panjaitan (LBP) yang dekat dengan Megawati merekomendasikan Walikota Solo, Jokowi untuk bertarung pada Pilkada (pemilihan kepala daerah) DKI bersaing dengan petahana Fauzi Bowo.
Mulanya Megawati kurang berminat karena dia sudah mengantongi nama Ganjar Pranowo untuk posisi itu. Namun saat Ganjar maju sebagai Jateng 1, maka Jokowi pun bisa bertarung di Jakarta. Keduanya berhasil meraih kedudukan itu.
Saat Jokowi menjabat sebagai Gubernur Jakarta, masyarakat melihat seorang pemimpin yang diinginkan oleh rakyat. Jokowi adalah pemimpin egaliter yang melayani rakyat dengan tulus dan amanah.
Tidak berlebihan jika rakyat menginginkan pria yang selalu berpenampilan sederhana itu untuk menjadi calon pemimpin bangsa ini.
Padahal saat itu PDIP lebih condong untuk menjadikan Prabowo Subianto sebagai presiden RI. Namun masyarakat menginginkan sosok baru, bukan produk orde baru sebagaimana Prabowo adalah mantan menantu Presiden RI ke-2 Suharto.
Saat itu PDIP dalam posisi sulit, bergabung dengan Gerindra (yang mengusung Prabowo) akan kehilangan dukungan akar rumput, tapi kalau mengusung Jokowi maka akan pecah kongsi dengan Prabowo.
Dalam kondisi di atas angin, Jokowi tetap bersikap bijak sebagai kader PDIP. Dia memilih menunggu keputusan ketua umum partai dan tidak bersikap kutu loncat menyeberang ke partai lain, meski dukungan bagi dia untuk menjadi presiden datang dari banyak pihak.
Pada akhirnya, Megawati memberikan restu pada Jokowi untuk maju pada Pilpres 2014. Sejarah mencatat, Jokowi yang bukan elit partai berhasil menjadi presiden RI dan juga mengantarkan PDIP sebagai partai pemenang pemilu.
Megawati Pernah Sakit Hati pada SBY
Bicara tentang kutu loncat, jangan lupa, Megawati pernah sakit hati pada SBY yang memilih maju sebagai capres dengan membentuk kendaraan politiknya sendiri, Demokrat. Langkah SBY itu dianggap tidak pantas karena saat itu masih menjabat sebagai menko polkam yang diangkat oleh Mega.
Nyatanya, langkah Jenderal TNI (Purnawirawan) itu sebenarnya bisa dikatakan brilian dan tepat karena dia telah mengundurkan diri dari kabinet dan maju sebagai calon presiden RI. Dan tentu saja berhasil.
Itu lebih baik, daripada SBY menumpang partai lain yang justru bisa menggagalkan langkahnya pada Pilpres 2004. [Benhil]