Pakar bidang Vulkanologi Surono terpanggil untuk menjadi anggota DPR RI dengan bergabung pada Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Dia dikenal sebagai seorang sosok nasionalis yang berjiwa humanis.
Mantan Ibu Negara RI, Almarhum Ani Yudhoyono memanggil Surono dengan Mbah Rono. Nama tersebut menjadi sapaan akrab pria berusia 67 tahun itu sejak menangani erupsi Gunung Merapi tahun 2010.
Baru-baru ini Mbah Rono menghadiri acara pembekalan untuk kader yang bertempat di Sekolah PDIP, Lenteng Agung, Jakarta Selatan.
Alasan pria kelahiran Cilacap itu bergabung dengan partai berlambang banteng bermoncong putih adalah karena dia telah mengenal partai tersebut dan sudah berada di belakang layar sejak kuliah.
"Mertua saya dulu mantan ranting, kemudian sekitar saya waktu saya kuliah dan sampai perjuangan tahun 98 itu saya di belakang layar karena saya PNS, itu teman-teman saya PDI dan PDI adalah partai yang terbuka sama saya dan sementara ini partai yang dewasa dan modern dan dengan bangga saya melamar di sini," ujarnya pada Minggu, 30 November 2022.
Peraih penghargaan Lifetime Achievement pada ajang Humanity Award 2021 itu menyatakan siap maju sebagai calon legislatif (caleg) PDIP. Mbah Rono akan mewakili masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada Pemilu 2024.
Jika nantinya terpilih sebagai legislatif, sosok sederhana tapi pintar itu siap ditempatkan di bagian komisi yang membidangi Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Mbah Rono bermaksud membangun energi Tanah Air sehingga memiliki ketahanan pada bidang energi.
Ayah 2 putri tersebut berjanji akan mematuhi perintah Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri sebagai wujud sikap disiplin dalam berorganisasi.
"One man, one command, one decision, lainnya ikut," ucap Mbah Rono.
Selain Mbah Rono, terdapat nama-nama lain yang cukup dikenal publik pada acara pembekalan itu, yakni mantan atlet Yayuk Basuki, Brigjen TNI (Purn.) Donar Philip Rompas, dan Letnan Jenderal TNI (Purn.) Ganip Warsito.
- Artikel Menarik: Siapa Capres PDIP pada Pilpres 2024
Perjalanan Karier Mbah Rono
Surono meraih gelar pendidikan S-1 Jurusan Fisika di ITB (Institut Teknologi Bandung) pada 1982. Tujuh tahun kemudian, dia mengejar S-2 pada bidang geofisika di Universite Joseph Furier, Grenoble, Prancis. Pada 1992, dia mengambil S-3 pada bidang dan universitas yang sama.
Untuk disertasinya, mbah Rono membahas gunung berapi di Jawa Timur, Gunung Kelud dengan judul "Etude de phenomenes physiques observes lors d'une intrusion magmatique: Cas du volcan Kelud et de la Caldaeira de Long Valley".
Sosok nasionalis berjiwa humanis itu mulai bekerja di Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi pada 1982. Dia ditempatkan pada staf Divisi Pengamatan Gunung Api.
Sebelas tahun kemudian, dia menduduki jabatan sebagai Kepala Subdirektorat Mitigasi Bencana Geologi, sampai selanjutnya mendapat kepercayaan sebagai Kepala PVMBG pada 2006.
Kepakaran pria kelahiran 8 Juli 1955 itu tentang gunung api telah diakui beberapa lembaga dunia, seperti UNESCO (organisasi internasional bidang pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan PBB) dan USGS (lembaga penelitian geografi, biologi, hidrologi, dan geografi AS).
Pada saat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menjabat, Mbah Rono dipercaya sebagai Staf Ahli Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral yang mengomandoi Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
- Baca Juga: Tanggapan DGP Kepada Panda Nababan
Dedikasi Surono Pada Pekerjaan
Meskipun kemampuannya tentang gunung berapi sudah tidak diragukan lagi, hal itu tidak mengurangi dedikasi Mbah Rono pada kariernya.
Alasan humanis Surono menggeluti bidang vulkanologi dipicu dari rasa iba karena menyaksikan kondisi mengenaskan masyarakat yang mengalami erupsi. Dia bertekad dan berupaya membebaskan masyarakat dari ancaman erupsi vulkanik.
Sebagai konsekuensi dari pekerjaannya, dia seringkali meninggalkan keluarga selama mengamati kondisi gunung yang aktif dan mengarahkan warga tentang radius bahaya gunung berapi.
Oleh sebab itu, menurut Mbah Rono, tidak banyak pemuda Indonesia yang tertarik menjadi vulkonolog. selain tugasnya berat, perhatian negara terhadap nasib penggiat gunung tersebut juga belum memadai. [Benhil]