Pilpres (pemilihan presiden) 2024 tinggal 1,5 tahun lagi. Banyak pihak yang mengantisipasi politik identitas pada pesta demokrasi itu.
Dua capres (calon presiden) yang elektabilitasnya makin meningkat adalah Gubernur Jawa Tengah (Jateng) Ganjar Pranowo dan Menteri Pertahanan (Menhan) RI Prabowo Subianto.
Dua capres tersebut rata-rata memperoleh 29% dan 22% dari -lembaga-lembaga survey ternama dan semakin sulit tergoyahkan.
Mantan Gubernur Jakarta Anies Baswedan bertengger di urutan ke-3 dengan 17% dan semakin turun baik elektabilitas dan popularitas. Hal itu terjadi karena kinerja dan liputan media semakin sepi sejak jabatannya selesai.
Elektabilitasnya Anies tersebut juga patut dipertanyakan di akar rumput, mengingat dia kurang dikenal di Jateng dan Jawa Timur (Jatim) yang mewakili 40% pemilih nasional. Perlu diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) menang secara maksimal di 2 provinsi tersebut.
Paling Gampang Pakai Politik Identitas Agama
Selain itu, masyarakat masih ingat cara Anies Baswedan memenangkan Pilkada (pemilihan kepala daerah) Jakarta yang menggunakan politik identitas agama yang melukai rasa persatuan dan kesatuan bangsa.
Cara kotor itu memang berhasil di Jakarta, namun masyarakat daerah sudah pasti akan menolak keras. Meski begitu, banyak pihak yang was-was kalau itu akan digunakan lagi.
Kenapa? Karena politik SARA (suku, agama, ras, dan antar golongan) adalah cara paling gampang untuk memangkas biaya kampanye pilpres. Cukup membayar tokoh-tokoh agama dan membiayai demonstran yang berteriak atas dasar keimanan, beres.
Faktanya, biaya kampanye untuk maju pilpres memang sangat besar, bisa sampai trilyunan rupiah. Biaya sebesar itu belum menjamin seorang capres melaju mulus menjadi pemenang.
Oleh sebab itu, bagi seorang capres yang kebetulan tidak didukung oleh partai politik yang memiliki dana kurang memadai, mereka bisa saja memakai cara yang ditakutkan oleh masyarakat, yakni politik identitas.
- Artikel sebelumnya: Ganjar Pranowo Tandaskan Politik Identitas Kita Adalah Merah Putih
Ganjar dan Prabowo, 2 Capres Ideal
Lalu apakah ada cara efektif agar Pilpres 2024 tidak dikotori dengan politik identitas? Pasti ada. Cara yang paling mujarab dan ideal adalah menghadirkan hanya 2 konstituen, yaitu Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto.
Ganjar bisa berdampingan dengan Panglima TNI Andika Perkasa sebagai wakil presiden. Sedangkan Prabowo dengan Puan Maharani.
Jika nantinya Ganjar berhadapan dengan Prabowo, siapa yang akan menang? Sudah pasti pemenangnya adalah kepentingan nasional. Siapapun presiden terpilih, capres dan parpol (partai politik) pendukung tetap masuk kabinet dan tidak perlu ada oposan.
Jika ide itu bisa terlaksana, Pilpres 2024 akan menjadi tahun rekonsiliasi. Kampanye akan menjadi hiburan rakyat yang menyenangkan dan penuh damai.
Wacana 2 capres ideal tersebut juga menjadi jawaban atas pertanyaan, kenapa Ganjar tidak dipasangkan dengan Prabowo saja? Jawabannya adalah agar tidak ada capres lain yang menggunakan cara kotor politik identitas.
- Boleh dibaca: Pesan Penting Ganjar kepada Pelajar di Jateng
Sistem Aman Jauh Lebih Penting
Ide 2 capres nasionalis tersebut mendapat sambutan hangat dari netizen. Rata-rata mereka setuju agar Pilpres 2024 berlangsung kondusif.
'Saat ini yang paling penting membuat sistem yang aman. Siapapun presidennya, rakyat tetap aman,' tulis seorang netizen.
'Nggak bakal ada capres yang mainin politik identitas lagi. Model gitu nggak laku di daerah2 lain.' tulis netizen lain.
Meski ini masih berupa wacana, namun sudah menjadi pertanda baik bahwa masyarakat luas berupaya untuk menghindari politik identitas. [Benhil]