Antusiasme masyarakat pada kesenian tradisional Wayang Kulit di setiap kelurahan di wilayah Kecamatan Banyumanik Kota Semarang sangat besar. Mereka memenuhi pagelaran tersebut hingga akhir acara.
Pagelaran
wayang kulit tersebut diselenggarakan dalam rangka acara syukuran sedekah desa
di masing-masing kelurahan wilayah Kecamatan Banyumanik. Setelah pada 18 Juni
2022, Kelurahan Gedawang, Pudak Payung, dan Padangsari menyelenggarakan pentas seni
wayang kulit, maka pada Sabtu, 25 Juni 2022, giliran Kelurahan Srondol Kulon
dan Jabungan.
Bukan
hanya masyarakat, kegiatan tersebut juga mendapat apresiasi dari pejabat
setempat. Hal itu seperti disampaikan Danramil (Komandan Rayon Militer) 05
Banyumanik Mayor Inf. Susanto.
Baca Juga: Batik Semarang Semakin Dikenal Karena Kelas Menengah
“Kita
patut acungi jempol untuk Pak Camat yang nguri uri [melestraikan] kebudayaan
Jawa, khususnya wayang kulit ini,” ucapnya dalam sambutan pada pagelaran di
kelurahan Srondol Kulon.
Susanto
menambahkan, acara seni tradisional itu bisa merekatkan kerukunan antar warga.
“Dengan
menyaksikan pagelaran seni tradisional ini masyarakat bisa berkumpul sehingga
merekatkan kerukunan antar warga,” ujarnya.
Susanto
mengakhiri sambutannya dengan menyanyikan lagu berjudul Sumi yang diiringi
tarian dari para sinden. Tak lupa dia juga mengucapkan slogan kebanggaan
bernegara dengan lantang.
“NKRI
[Negara Kesatuan Republik Indonesia] harga mati, Pancasila Jaya,” ucap Mayor
Inf. Susanto yang diikuti penonton dengan semangat dan tepuk tangan.
Baca Juga: Kisah Indiana Jones Labrak Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan
2 Setengah Tahun Tanpa Hiburan
Masyarakat
yang merindukan hiburan massal dan gratis tersebut diungkapkan di atas pentas
oleh dalang kondang Ki Joko Hadiwijoyo atau yang lebih dikenal dengan Joko
Edan.
“Sudah
dua setengah tahun tanpa hiburan karena pandemi Covid, jadi saat ini masyarakat
benar-benar ingin hiburan seperti ini,” ujar Joko Edan lewat tokoh Gareng pada
waktu yang sama di Kelurahan Jabungan.
Baca Juga: Kita Memang Mengabaikan Borobudur
Tidak
lupa dia juga berterima kasih dengan pihak kelurahan yang bersedia
menyelenggarakan acara pentas seni budaya itu.
“Terima
kasih pada pihak Kelurahan jabungan yang mau nanggap [menyelenggarakan] wayang kulit, sehingga bisa ditonton dan
tetap dicintai oleh masyarakat,” ujar dalang yang juga berdomisili di
Banyumanik itu.
Pantauan
Benhil, acara wayang di beberapa kelurahan tersebut sangat menghibur dan tidak
kaku dalam menerapkan pakem pewayangan. Hal itu dikarenakan penontonnya dipadati
para anak muda. Penonton yang biasanya menuntut pertunjukan wayang kulit secara
pakem adalah generasi tua.
Secara
pakem, saat wayang kulit dimulai (sekitar jam 21.00), adegannya adalah jejer atau dialog panjang antara para
raja dan punggawa. Dialog tersebut berkisar 2 jam, sehingga kebanyakan penonton
muda akan bosan dan meninggalkan pertunjukan.
Namun
pentas wayang kulit yang diselenggarakan di beberapa kelurahan tersebut
berusaha menghibur. Jadi langsung ke acara goro-goro
yang ditandai dengan kemunculan para punakawan dan hiburan dari para sinden
serta bintang tamu.
Sebagian
sinden yang berusia muda menjadi hiburan tersendiri bagi para penonton ABG
(anak baru gede). Andi (21 tahun) menyatakan senang dengan kehadiran sinden ABG
itu.
“Mereka
tidak kalah cakep dan menghibur dengan artis-artis di TV,” ujar pria yang
mengaku sebagai mahasiswa merangkap ojol (ojek online) tersebut.
Dia
menyatakan jika ada wayang lagi, pasti akan menonton.
Penonton
yang sudah berumur juga sangat terhibur dengan pagelaran seni itu.
“Dalangnya
pinter membawakan cerita dan memainkan wayang kulit,” ujar Tarno (65 tahun).
Dia
merasa sangat terhibur bisa melihat wayang kulit secara langsung lagi. Selama
pandemi, Tarno hanya bisa mendengar acara wayang kulit lewat siaran radio. [Benhil]
Baca Juga: Pandangan Budaya Barat Pada Batik