Sudah banyak yang gemas dengan tingkah Mantan Menteri Pemuda dan Olah Raga RI, Roy Suryo di media sosial (medsos), namun sepertinya jerat hukum tidak mempan terhadap politisi Partai Demokrat itu.
Yang terbaru ini, dia mengunggah di akun Twitter-nya foto stupa Candi Borobudur yang diedit dengan wajah Jokowi.
Baca Juga: Gibran Calon Presiden Upaya Lepas dari Oligarki
Foto
itu dia tambahkan dengan caption, ‘Mumpung akhir pekan, ringan2 saja
twit-nya.Sejalan dengan Protes Rencana Kenaikan Harga Tiket naik ke Candi
Borobudur (dari 50rb) ke 750rb yg (sdh sewarasnya) DITUNDA itu, Banyak
Kreativitas Netizen mengubah Salahsatu Stupa terbuka yg Ikonik di Borobudur
itu, LUCU, he-3x AMBYAR.’
Postingan
tersebut sontak membuat gaduh dan meradang para warganet. Banyak yang menuntut
agar pihak berwajib segera mengambil tindakan tegas terhadap pria keturunan
ningrat bergelar KRMT (kanjeng raden mas tumenggung) itu.
Foto
stupa Candi Borobudur yang wajahnya dibuat mirip dengan wajah Presiden Joko Widodo
(Jokowi) itu sudah pasti berita bohong (hoax). Apakah itu buatan Roy atau tidak,
sudah pasti dia telah ikut menyebarkan hoax itu sehingga mengakibatkan kegaduhan.
Postingan itu bisa menimbulkan opini jelek dan kerugian terhadap pihak yang
menjadi obyek.
Untuk
menjerat Roy Suryo memang perlu adanya delik aduan bagi pihak yang dirugikan
(meski saya yakin Presiden Jokowi tidak akan menghabiskan waktu untuk meladeni
nyinyiran sampah yang tidak berguna seperti itu). Namun, bukankah dengan ikut
menyebarkan hoax yang bisa mengakibatkan gaduh dan opini buruk juga sudah bisa
diproses hukum? Perbuatan itu jelas telah melanggar Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Pasal
28 ayat (1) UU ITE berbunyi, “Setiap orang dengan sengaja, dan tanpa hak
menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen
dalam Transaksi Elektronik.”
Pada ayat (2) secara khusus disebutkan kalau postingan Roy menghina salah satu ajaran agama di Indonesia, yakni agama Budha. Ayat itu berbunyi, “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA).”
Dari
situ, jelas kalau setiap orang (tanpa mengenal kedudukan) yang menyebarkan
berita bohong atau hoax seperti yang disebutkan pada pasal 28 UU ITE tersebut
akan dipidana dengan ancaman pidana paling lama enam tahun atau denda paling
banyak sebesar satu miliar rupiah.
Oleh
sebab itu, gambar editan stupa Candi Borobudur itu sudah dikategorikan sebagai
'Penghinaan' terhadap lembaga negara yang dalam hal ini adalah Presiden.
Karenanya, dapat dipidana sesuai dengan Pasal 353, ayat 1 KUHP yang berbunyi:
"Setiap
Orang yang di muka umum dengan lisan atau tulisan menghina kekuasaan umum atau
lembaga negara dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6
(enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori II."
Bukan
Roy Suryo kalau tidak licin. Segera setelah postingan itu menjadi viral, dia
langsung menghapusnya. Tentu saja banyak warganet yang sudah me-screenshoot celotehan Roy itu.
Banyak
yang paham, kalau politisi yang pernah mengaku sebagai pakar telematika itu
sering nyinyir terhadap pemerintahan Presiden Jokowi. Beberapa komentar miring
Roy, yakni tentang pertemuan Jokowi dengan Elon Musk, tentang liburan Idul
Fitri Jokowi tahun ini, tentang pawang hujan di ajang Balap GP di Mandalika,
dan masih banyak lagi.
Meskipun
bergitu, tidak sedikit juga yang tahu kalau Roy Suryo tidak memiliki prestasi
yang berarti, baik saat bergabung dalam pemerintahan (sebagai menteri) atau
sebagai oposisi. Alih-alih berguna, nyinyirannya lebih banyak membuat gaduh dan
gerah banyak pihak.
Penuh Energi Negatif
Saya
akui sebagai seorang manusia, pria kelahiran Yogyakarta itu selalu penuh
semangat untuk melontarkan komentar bernada miring. Dia bersikap layaknya
burung pemakan bangkai yang menunggu mangsa melakukan kesalahan untuk kemudian
diterkamnya dengan cepat dan ganas.
Perlu
energi negatif yang sangat besar untuk melihat sisi buruk dari seseorang atau suatu
peristiwa, itu jelas sangat sulit dan melelahkan. Pikiran kita akan tegang dan perlu
selalu waspada untuk bersikap seperti itu.
Belum
lagi bayangan karma buruk yang akan kembali pada kita apabila kita menyerang
(baik dengan tindakan atau kata-kata) seseorang yang notabene tidak melakukan
perlawanan atau tetap mengalah (seperti sikap Jokowi terhadap Roy Suryo selama
ini). Seorang yang normal akan jatuh iba atau bingung apabila lawannya memilih
tidak meladeni, tapi tidak bagi Roy.
Mentalnya yang penuh dengan energi negatif, mungkin tidak menghiraukan karma buruk yang akan menimpa dirinya apabila terus-terusan berbuat seperti itu. Tapi saya tetap percaya tentang itu. [Benhil]
Baca Juga: Tidak Hanya Abdul Somad, Singapura Juga Tegasi Warganya