Batik yang diproduksi di Kota Semarang semakin dikenal masyarakat di berbagai daerah karena meningkatnya masyarakat berpenghasilan menengah atau kelas menengah. Dampaknya bisa dirasakan banyak pihak.
Mungkin
batik Semarang belum bisa bersaing dengan batik dari Yogyakarta yang merupakan
kota pariwisata terbesar, namun peningkatan brand
itu sudah merupakan pertanda bagus bagi industri batik di kota berjuluk Atlas (aman,
tertib, lancar, asri, dan sehat) itu.
Dodik
Hari (46 tahun) seorang pengusaha angkutan pariwisata menyatakan, selain
wisata, batik Semarang juga ikut terdongkrak dengan peningkatan kelas menengah
di beberapa kota sekitar Semarang.
“Kelas
menengah itu belanja oleh-oleh, termasuk batik di Semarang setelah wisata ke
kota lain, baik ke Yogyakarta atau Solo. Mereka berasal dari Kudus, Jepara,
Pati, dan lain-lain,” kata Dodik pada Benhil, Minggu, 19 Juni 2022.
Dia
menambahkan, jumlah kelas menengah semakin banyak dengan keberhasilan Indonesia
lepas dari The Middle-Income Trap
atau jebakan kelas menengah dengan beberapa program.
“Indonesia
berhasil lepas dari jebakan The Middle-Income Trap dengan pembangunan jalan tol
dan industri manufaktur. Itu membuat kelas menengah meningkat. Mereka suka
jalan-jalan dan belanja batik sebagai produk khas masing-masing daerah,” ujar
Dodik.
Tentu
saja dia mengakui kalau keberhasilan itu juga berpengaruh baik pada usahanya.
Dodik menyatakan hampir setiap hari ada permintaan untuk sewa bus pariwisata,
terutama di musim libur sekolah seperti sekarang ini.
Semakin
banyak yang berwisata itu juga membuat semakin banyak yang mengenal batik
Semarang.
Ditemui
saat memilah-milah produk batik Semarang di pusat oleh-oleh Kampoeng Semarang,
Ulfah (26 tahun) mengaku tertarik untuk membelinya.
“Kalau
oleh-oleh makanan khas Semarang, pasti saya sudah beli. Ternyata saya baru
lihat kalau batik Semarang juga bagus-bagus,” ujar perempuan yang berprofesi
sebagai guru SD di Demak itu.
Ulfah
baru saja menyertai murid-muridnya wisata ke Yogyakarta, dan belum sempat
belanja oleh-oleh di sana.
“Tadi
berangkat sebelum Subuh dan langsung ke Pantai di Gunungkidul, lalu ke
Prambanan. Karena waktunya singkat, kita belum sempat belanja di sana,”
katanya.
Tidak
berapa lama kemudian Ulfah mengambil tas batik dan membawanya ke kasir.
Baca Juga: Batik Tulis dan Penganut Abangan
Tidak
hanya Dodik, berkah batik Semarang juga dirasakan oleh mereka yang di lapangan.
“Karena
ini libur sekolah, penghasilannya selalu bagus,” ujarnya sembari sibuk mengatur
bus yang akan masuk dan yang akan meninggalkan tempat parkir.
Eko
senang keadaan sudah pulih setelah hampir 2 tahun pariwisata lesu akibat
pandemi Covid 19.
“Dua
tahun Covid betul-betul bikin sengsara nuat kita [orang-orang yang
menggantungkan hidup dari pariwisata],” katanya.
Serba-serbi dan Motif Batik Semarang
Batik
Semarang memiliki serba-serbi yang belum banyak diketahui. Berikut ini
diantaranya;
1.
Sudah Ada Sejak Abad 18
Batik
Semarang telah ada sejak abad ke-18, sebagai pakaian bangsawan di kota
pelabuhan besar itu.
2.
Berawal di Kampung Batik Semarang
Batik
Semarang berasal dari daerah yang diberi nama Kampung Batik Semarang. Daerah
itu adalah sebuah komplek perkampungan yang berisi rumah para pengrajin Batik.
Pada
tahun 1970-an, kondisi masyarakat di kampung itu kurang layak. Namun, kini
kondisinya jauh lebih baik dengan campur tangan secara kolaborasi mereka yang
berkecimpung di industri tekstil dan ekonomi kreatif.
Baca Juga: Kita Memang Mengabaikan Borobudur
3.
Identik Bertema Kekayaan Alam
Corak
dan motif batik Semarang menonjolkan identitas serta keindahan kota Semarang,
yang merupakan kombinasi budaya Jawa, Arab, dan Tionghoa.
Motif
Batik Semarang
Untuk
motif batik Semarang terdiri dari 5 macam, yakni:
1.
Blekok Srondol
Nama
blekok srondol berasal dari sejenis burung kuntul perak yang hidup dan tinggal
di pepohohan asam di sebelah Selatan kota Semarang bernama Srondol.
2.
Tugu Muda
Motif
Tugu Muda diambil dari ikon tugu yang merupakan monumen bersejarah dalam
mengenang peristiwa pertempuran lima hari pada tahun 1945.
3.
Asam Arang
Motif
asam arang berasal dari dua kata yang menjadi asal muasal kota Semarang, pohon
asam yang tumbuh jarang (arang) sehingga disebut asem arang atau Semarang.
4.
Cheng Ho Neng Klenteng
Motif
ini kental dengan budaya Tionghoa yang didominasi warna cerah.
5.
Warak Ngendog
Warak
ngendog adalah motif yang terinspirasi dari hewan mitologi yang merupakan
kombinasi dari naga, buraq, dan kambing, yang terdapat telur di bawahnya. [Benhil]
Baca Juga: Setiap Orang Bisa Hidup Layak