Bila berkunjung ke Kota Semarang, Solo (Surakarta), dan Jogja (Yogyakarta), Anda akan menemui suatu kuliner warung tenda yang tidak menawarkan menu khusus, seperti nasi goreng, soto, atau bakso. Warung tersebut sangat populer di kalangan masyarakat bawah.
Meski
tidak menyediakan menu khusus, warung tersebut tetap menyediakan nasi dan
sedikit lauk yang dibungkus kecil. Di situ juga tersedia aneka makanan ringan,
seperti gorengan, kerupuk, kue, dan tentu saja minuman.
Uniknya,
nama jenis kuliner tersebut berbeda-beda di 3 kota itu. Di Semarang, kuliner
itu disebut warung nasi kucing. Di Solo, warung itu disebut HIK (hidangan
istimewa kampung). Sedangkan di Jogja, warung tenda itu disebut angkringan.
Perbedaan
nama tersebut berdasarkan kreativitas pengusaha kuliner yang selalu berinovasi
sesuai perkembangan jaman. Lalu diantara 3 kuliner serupa tapi tak sama itu,
manakah yang lebih dulu eksis?
Ternyata
yang mengawali warung harga hemat tersebut adalah angringan. Pada tahun 1930’an,
seorang pedagang bernama Karso Dikromo mengawali jenis kuliner ini di Desa
Ngerangan, Klaten.
Disebut
angringan karena berasal dari kata angkring, yakni tempat jualan pikulan
keliling. Jadi mulanya angkringan dijual secara keliling. Saat pembeli mulai
ramai di satu tempat, maka kuliner tersebut akhirnya menetap di tempat itu.
Namun nama angkringan tetap dipertahankan.
Di
Solo, karena warung jenis itu sangat khas dengan orang kampung, maka diberi
nama HIK (hidangan istimewa kampung). Masyarakat Kota Batik itu suka
menghabiskan waktu bercengkerama di HIK.
Kuliner
ini merambah ke Semarang pada pertengahan tahun 1990’an. Namanya yang
menggelitik (nasi kucing) membuat masyarakat penasaran. Kenapa disebut nasi
kucing? Karena porsinya yang sangat sedikit sehingga menyerupai porsi makan
kucing.
Persamaan dan Perbedaan 3 Kuliner Itu
Sebagai
kuliner yang tampilannya hampir sama, angkringan, HIK, dan nasi kucing memiliki
beberapa persamaan dan perbedaan.
Berikut
ini persamaan dan perbedaan 3 kuliner tersebut:
Persamaan
1.
Akrab dengan masyarakat bawah.
2.
Harganya murah.
3.
Disajikan di atas gerobak.
4.
Biasanya makanan yang disajikan adalah titipan dengan sistem konsinyasi.
Perbedaan
Angkringan
yogya
1.
Menu dominan adalah aneka makanan kecil.
2.
Harganya paling murah (dibandingkan nasi kucing dan HIK).
3.
Buka 24 jam karena mobilitas Yogyakarta, terutama pariwisata dan pendidikan
sangat tinggi.
HIK
Solo
1.
Menu utamanya adalah jadah dan sosis solo.
2.
Menyediakan tikar karena pengunjung suka ngobrol lama di HIK.
3.
Minuman dipanaskan di atas tungku.
4.
Buka mulai sore sampai malam.
Nasi
Kucing Semarang
1.
Harganya lebih mahal dibandingkan angkringan dan HIK (karena pendapatan di
Semarang lebih tinggi)
2.
Kebanyakan pengunjung hanya makan (jarang ngobrol).
3.
Menu dominan adalah nasi bungkus.
4.
Ada yang buka dari pagi, ada yang buka dari sore.
Karena
Semarang adalah kota bisnis yang upah minimumnya tinggi, banyak pedagang
angringan dan HIK yang merantau ke kota yang terkenal dengan makanan lumpia
itu. Jadi jangan heran jika melihat pedagang khas Jogja dan Solo itu ikut
bersaing dengan nasi kucing lokal.
Namun
pemandangan pedagang nasi kucing yang merambah ke Yogya dan Solo hampir tidak
pernah dijumpai. [Benhil]