Nampaknya polarisasi bangsa ini mulai panas lagi menjelang Pilpres (pemilihan presiden) 2024). Para kandidat yang berniat maju telah memainkan taktik guna menarik simpati masyarakat.
Sayangnya, beberapa calon mulai menonjolkan politik identitas daripada kinerja.
Mereka tidak ingat, hingga saat ini masyarakat masih terbelah pandangan
politiknya akibat penggunaan politik identitas saat pilkada (pemilihan kepala
daerah) DKI 2017 lalu.
Setelah
video viral seorang pemuka agama yang menyebut AHY (Agus Harimurti Yudhoyono)
sebagai keturunan nabi Muhammad SAW, kini Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan
seperti tidak mau kalah untuk memainkan jurus yang membuat dia meraih posisi
DKI 1 tersebut.
Dalam
rekaman video di instagram @baznasbazisdkijakarta, dia mengajak masyarakat
membaca Al-Qur'an secara serentak. Kegiatan tersebut untuk mendukung program
Jakarta Cinta Quran dari Baznas (Bazis) DKI Jakarta.
"Ini
adalah sebuah program yang diselenggarakan oleh Baznas (Bazis) dan saya ingin
ikut mendukung. Mari kita sama-sama ikut dalam sebuah gerakan yang luar
biasa," kata Anies Baswedan dalam rekaman video yang diunggah pada
Selasa 19 April 2022 itu.
Anies
mengatakan masyarakat dapat membaca surat-surat itu di berbagai lokasi, mulai
masjid hingga halte.
"Baznas
(Bazis) telah memberikan tuntunannya, yaitu pada tanggal 20 April pukul 10.00
WIB warga Jakarta diajak untuk bersama-sama membaca Al-Qur'an pada waktu yang
bersamaan di tempat masing-masing. Kita membaca Alquran serentak di mana saja,
bisa di rumah, halte, bisa di stasiun, bisa di kantor, bisa di taman, bisa di
masjid, di mana saja," katanya.
Aksi Marak
Akhir-akhir
ini memang sedang marak aksi mengaji atau membaca Al Quran di tempat umum,
seperti yang tejadi di trotoar Jalan Malioboro, Yogyakarta dan di Pekanbaru. Kepala
daerah dari masing-masing wilayah tersebut tidak memberikan tanggapan akan aksi
tersebut. Mungkin karena isu tersebut masih terlalu sensitif.
Meskipun
begitu, banyak netizen yang prihatin dengan fenomena itu. Bagi mereka, trotoar jalan
adalah tempat umum yang siapa saja berhak untuk memakainya. Sedangkan kegiatan
mengaji yang bagian dari ibadah bisa dilakukan di masjid.
Netizen
juga menambahkan kalau mengaji di tempat umum adalah kegiatan riya (pamer) yang
mengurangi keutamaan ibadah itu sendiri. Hubungan manusia dengan Tuhan bisa
dilakukan secara pribadi (disembunyikan dari umum) dan hubungan manusia dengan
manusia perlu saling menghormati, termasuk menghormati pengguna trotoar jalan.
Bukan
Anies kalau tidak cerdik (baca: licik) menggunakan situasi kurang harmonis itu
untuk meraih simpati. Maka dengan santun dan manis, dia tampil untuk mendukung
acara aksi beribadah di jalan umum itu.
Dukungan
dari gubernur yang akan berakhir masa jabatannya pada Oktober 2022 itu sontak
membuat banyak pihak kecewa. Alih-alih, membuat situasi kondusif, Anies malah tidak
peka pada suara-suara kaum minoritas dan nasionalis yang memiliki hak terhadap
tempat-tempat umum tersebut.
Tidak Dikenal di 2 Wilayah Utama
Kita
tahu, dalam setiap polling Pilpres
2024, nama Anies Baswedan memang selalu diunggulkan bersaing dengan Gubernur
Jawa Tengah, Ganjar Pranowo dan Menteri pertahanan dan Keamanan, Prabowo
Subianto. Namun polling tersebut juga
masih patut dipertanyakan.
Anies
memang punya nama di Jakarta, sebagian Jawa Barat dan Sumatera, tapi di Jawa
Tengan (Jateng) dan Jawa Timur (Jatim), nama Anies cenderung tidak dikenal.
Apalagi, kinerja dia juga sama sekali tidak menyentuh masyarakat di wilayah yang
didominasi etnis Jawa tersebut.
Dari
pemberitaan di media sosial, masyarakat Jateng dan Jatim mengetahui apa saja
hasil kerja gubernur DKI itu yang bisa dikatakan gagal, seperti sumur resapan,
rumah DP nol persen, program Oke Oce, dan masih banyak lagi.
Masyarakat
di dua wilayah yang menguasai hampir 60 persen suara nasional tersebut sangat
perduli dengan rekam jejak dan kinerja dari masing-masing calon presiden. Mereka
tidak mudah digoyang dengan isu politik identitas karena kultur masyarakat awam
yang nasionalis sangat kuat.
Jadi
bagaimanapun AHY dan Anies mencoba keras memainkan isu ajaran mayoritas di
wilayah pusat (Jakarta), tidak akan membuat sebagian besar masyarakat menoleh
pada mereka. Jika mereka ingin meraih pengaruh di Jateng dan Jatim, mereka
perlu menunjukan hasil kerja, bukan kontroversi.
Kita
semua patut berharap agar masyarakat semakin cerdas sehingga tidak mudah
terpengaruh dengan isu politik identitas yang semakin masif digunakan oleh
politisi yang berambisi pada kekuasan. Semoga… [Benhil]