Tamparan Will Smith pada Chris Rock di ajang Penganugerahan Academy Award 2022 menuai pro dan kontra. Insiden tersebut dipicu dengan lelucon Chris yang didaulat menjadi pembawa acara pada ajang yang sering disebut Piala Oscar tersebut.
Chris
Rock membuat lawakan pada istri aktor Will Smith, Jada Pinkket yang mengalami
masalah pada kepalanya sehingga rambutnya tidak tumbuh. Mulanya Will ikut
tertawa dengan lelucon Chris, tapi beberapa saat kemudian dia naik panggung dan
menampar si pembawa acara dengan cukup keras.
Banyak
yang bersimpati dengan Chris Rock yang tidak terbawa emosi dengan insiden itu
dan tetap membawakan acara dengan brilian sampai rampung. Tidak sedikit yang
menyayangkan sikap Will Smith yang mengumbar kekerasan di pentas Oscar nan
sakral dan masih menjadi barometer utama bagi sineas dunia. Bahkan komedian kondang Jim Carrey dgn mimik serius menyatakan kalau Chris bisa menuntut Will 200 juta dolar atas tindak kekerasan itu.
Terlepas
pro dan kontra penamparan itu, saya pribadi sebagai penikmat film (dan
menganggap semua film yang mendapat nominasi Piala Oscar pasti bagus) telah
menebak insiden ini akan terjadi. Kenapa?
Simpel saja. Masalah rating.
Rating
Perhelatan Oscar selalu merosot dari tahun ke tahun. Apalagi dengan hadirnya
platform hiburan lain, selain film bioskop, yakni Youtube, Media Sosial,
Tiktok, dan lain-lain. Panitia Oscar perlu bekerja keras agar acara ini bisa
diperhitungkan lagi seperti dulu.
Oleh
sebab itu, akhir-akhir ini banyak kejutan terjadi pada acara tahunan itu.
Kejutan yang cukup memalukan sebelum insiden penamparan Will Smith adalah
kekeliruan Warren Beatty yang salah mengumumkan Film Terbaik pada Oscar 2017. Aktor
kawakan itu mengumumkan Film Terbaik adalah La La Land, ternyata setelah
dikoreksi oleh pihak panitia, film terbaik adalah Moonlight.
Apakah insiden Warren Beatty dan Will Smith itu gimik? Entahlah. Tapi tidak sedikit orang yang menduga seperti itu. Sulit dipercaya jika Will Smith yg biasa memerankan tokoh humanis (seperti di film Pursuit of Happyness, Ali, Hitch, dan memenangkan Oscar Aktor Terbaik tahun ini lewat perannya sebagai ayah sekaligus pelatih tenis yg inspiratif), tega melakukan tindak kekerasan yg disiarkan TV internasional.
Oh ya, gimik artinya serangkaian adegan atau
perbuatan untuk mengelabuhi, memberikan kejutan, menciptakan suatu suasana,
atau meyakinkan orang lain.
Saya
khawatir, ke depan masih ada insiden-insiden serupa di ajang Piala Oscar. Kejutan-kejutan
tersebut hampir tidak pernah terjadi di ajang serupa yang levelnya di bawah
Oscar, yaitu ajang Golden Globe, Piala Cannes di Prancis, atau Piala Bafta di
Inggris.
Saat Oscar Tanpa Insiden
Insiden
atau Gimik bukanlah hal baru di ajang bergengsi tersebut. Pada tahun 1954
presenter Bob Hope menolak memberikan Piala Oscar untuk Aktor Pembantu Terbaik
pada Frank Sinatra untuk film From Here to Eternity. Alasannya, Bob yakin kalau
Frank Sinatra dibantu oleh Mafia untuk mendapatkan peran di fim legendaris itu.
Pada Oscar 1972, Marlon Brando menolak Oscar untuk aktor terbaik di film The
Godfather dan mengutus seorang gadis Indian, Sacheen Littlefeather untuk menyatakan penolakan itu.
Alasannya, Piala Oscar dianggap rasis terhadap penduduk asli Amerika.
Namun
pada dekade 1980-1990, Piala Oscar relatif sepi insiden. Saat itu bermunculan
para aktor dan artis langganan box office yang meraih piala tersebut, atau
paling tidak mendapat nominasi.
Kehadiran
idola anak muda dia acara itu, seperti Tom Cruise, Nicole Kidman, Jodie Foster,
Brad Pitt, dan Leonardo Dicaprio membuat karpet merah menjadi meriah. Piala Oscar
juga diraih oleh pemeran dan sineas kesayangan penonton atau terkenal dengan
sebutan American Sweethearts, seperti
Tom Hanks, Meryl Streep, Jack Nicholson, Steven Spielberg, dan masih banyak
lagi.
Puncaknya
adalah saat aktor yang dianggap hanya bermodal tampang, yakni Kevin Costner dan
Mel Gibson bisa meraih Oscar untuk kategori paling bergengsi, yakni sutradara
terbaik dan film terbaik. Sebelumnya Kevin Costner berperan di film laris
seperti No Way Out, Bull Durham, dan The Untouchables. Sedangkan kehadiran Mel
Gibson membuat laris film trilogy Mad Max, seri Lethal Weapon, dan Maverick.
Kevin
Costner meraih Oscar untuk film pertama yang dia sutradarai, Dances With Wolves
(1990). Lima tahun kemudian, Mel Gibson meraih Oscar sutradara terbaik untuk
film aksi kolosal Braveheart (1995).
Saat
itu Oscar selalu dinanti sebagai sebuah ajang prestasi, bukan sebagai
perhelatan diselipi kejutan yang mirip gimik. [Benhil]