Meski rencana Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara sudah matang dan telah direncanakan sejak awal negara ini berdiri, namun penolakan terhadap rencana itu masih saja timbul. Sejauh ini semua berjalan sesuai jalur dan semua maklum setiap rencana besar pasti ada pro dan kontra.
Konyolnya,
alasan penolakan itu tanpa disertai ide yang lebih baik. Mereka yang menolak
hanya kepentingan politik dan keuntungan pribadi saja. Sehingga gelombang
penolakan itu tidak menarik simpati dari masyarakat. Seperti sekelompok orang
yang nyinyir terhadap orang-orang yang sedang bekerja keras untuk tujuan yang
lebih baik.
Banyak
orang bisa menilai kalau mereka yang menolak adalah orang-orang itu saja.
Kalaupun ada orang baru itu biasanya adalah mereka yang sudah tidak lagi mendapat
jabatan di pemerintahan. Masyarakat jadi semakin tidak simpati apabila ingat
saat mereka yang vokal itu, saat menjabat bersikap pasif seperti macan ompong.
Penolakan
itu justru dimanfaatkan oleh para kreator dan media daring untuk menjaring
warganet yang sepemikiran dengan gagasan penolakan IKN tersebut, karena hal itu
sangat efektif untuk meraup keuntungan sesaat.
Saya
tidak perlu menyebut satu persatu dari mereka yang berteriak menolak IKN
Nusantara karena itu tidak penting. Pemindahan ibu kota tidak bisa
ditunda-tunda lagi karena itu menjadi langkah besar bagi Indonesia baru yang
mampu bersaing dengan negara-negara besar di dunia.
Biaya
pembangunan IKN Nusantara akan menelan dana sebesar Rp 485,2 triliun.
Pemerintah sudah menyiapkan skema pembiayaannya. Rencana serius ini sudah
tertunda oleh beberapa pergantian pimpinan negara. Kalau sampai ditunda karena
mendengarkan kaum nyinyir itu, banyak yang khawatir pemerintah selanjutnya
tidak akan melaksanakan pemindahan ibu kota.
Tugas
kita adalah mendukung rencana besar itu, meskipun itu cuma dengan doa. Kalau
tidak ada yang bisa kita lakukan, lebih baik diam dan melaksanakan kewajiban
kita setiap hari, yakni bekerja untuk mencukupi kebutuhan setiap hari. Kita
bisa berteriak gusar kalau kebutuhan pokok kita menghilang di pasaran. Selain
itu, fokus pada kerja.
Menolak
Tanpa Solusi
Seperti
telah disinggung sedikit di alinea sebelumnya, bahwasannya penolakan IKN Nusantara
bersifat konyol dan demi keuntungan pribadi atau politik. Para penolak itu
menyebut kalau dana pembangunan IKN dari Cina (yang mereka sebut Aseng), rencana
pemindahan IKN tidak tepat di masa pandemi Covid 19, pemindahan IKN
mengakibatkan kerusakan flora dan fauna di Penajam, dan masih banyak lagi.
Semua
alasan penolakan itu nyatanya tidak menawarkan solusi yang lebih baik atau
tidak menjawab tujuan dari pemindahan itu, yakni agar beban Jakarta tidak
semakin berat.
Mereka
sama sekali tidak melihat pada Jakarta yang sudah tidak memenuhi syarat sebagai
pusat pemerintahan. Beban Jakarta yabg berat tersebut menyulitkan bangsa ini
untuk berkompetisi secara sehat dengan negara-negara lain.
Berikut
ini beban Jakarta yang perlu dikurangi agar menjadi kota yang produktif, yaitu:
1.
Lalu lintas macet.
Setiap
hari orang Jakarta perlu menempuh perjalanan berjam-jam dari rumah ke kantor.
Dengan siksaan yang seperti itu akan mengurangi produktivitas mereka di tempat
kerja. Selain itu, biaya perjalanan (baik itu dalam bentuk uang transport atau
bahan bakar minyak) akan terbuang sia-sia
2.
Jakarta tidak didesain sebagai Ibu Kota Negara.
Pemerintah
colonial Belanda tidak membangun Jakarta sebagai ibu kota, melainkan hanya kota
perdagangan yang berpusat di Pelabuhan Sunda Kelapa. Bahkan kota ini hanya
disiapkan untuk populasi sebesar 400 ribu orang saja.
Bisa
dibayangkan dengan penduduk Jakarta yang sebesar sepuluh juta orang, tentu akan
sangat membebani pusat pemerintahan itu.
3.
Permasalahan komplek.
Sebagai
sebuah pusat pemerintahan dan pusat bisnis, Jakarta juga memiliki permasalahan
komplek yang selalu timbul setiap waktu, seperti banjir, ketimpangan sosial, hunian
liar, dan masih banyak lagi. Dengan pemindahan pusat pemerintahan, maka setiap
wilayah di Jakarta bisa ditata dengan lebih manusiawi dan sesuai dengan
perkembangan jaman.
Jadi
tidak ada gunanya untuk menunda rencana pemindahan ibu kota negara kita. [Benhil]