Dua hari ini timeline saya dipenuhi dengan pertanyaan atau komentar mengenai apa yang PGI nyatakan mengenai penentangan akan pelemahan KPK. Komentar Pdt. Gomar Gultom, Ketua Umum PGI langsung ramai-ramai dikomentari, bahkan cenderung mengarah ke personal. Saya melihat banyak sekali pertanyaan, atau cenderung hujatan, yang saya lihat berasal dari saudara orang Kristen juga dengan kata-kata yang cenderung kok ya kurang santun. Saya punya pendapat seperti berikut.
Pertama, sebagai persekutuan gereja-gereja, PGI memiliki dasar, baik teologis maupun organisasi yaitu Dokumen Keesaan Gereja yang berisi berbagai dokumen mengenai kesepakatan bersama gereja-gereja di Indonesia mengenai apa tugas yang harus PGI laksanakan.
Berdasarkan mandat Sidang Raya PGI PGI ke XVII di Waingapu Sumba 2019, 2 dari 8 pokok-pokok tugas PGI adalah:
"D. Memperjuangkan Keadilan dan Kemandirian Ekonomi
E. Membangun Kesadaran dan Jejaring Politik Warga Gereja "
Kedua, salah satu panggilan persekutuan gereja-gereja adalah pelayanan sosial-ekologis, yang dinyatakan dalam Dokumen Keesaan Gereja PGI 2019, Bagian II Pemahaman Panggilan Bersama, A. Pemahaman Panggilan Gereja, Pasal 12.c.:
"Menjalankan pelayanan dalam kasih dan usaha menegakkan keadilan dan Hak Asasi Manusia, perdamaian dan keutuhan ciptaan (bnd. Mrk. 10:45; Luk. 4:18; 10:25– 37; Yoh. 15:16); panggilan gereja pun mengharuskan gereja memerangi segala penyakit, kelemahan, ketidakadilan dan pelanggaran Hak Asasi Manusia dalam masyarakat. Demikian juga gereja berkewajiban mengusahakan dan memelihara secara bertanggung jawab sumber-sumber daya alam dan lingkungan hidup. Sebab waktu Yesus berkeliling di seluruh Galilea, Ia melenyapkan segala penyakit dan kelemahan di antara bangsa ini (bnd. Mat. 4:23). Inilah tugas pelayanan dalam kasih serta keadilan."
Jadi, tugas gereja bicara soal keadilan tidak hanya melulu soal penutupan gereja, tapi juga ketidakadilan, pembelaan terhadap hak asasi manusia, bicara soal perusakan alam, termasuk korupsi sebagai penyakit dan kelemahan bangsa kita. Sayangnya, sampai sekarang gereja masih jarang bicara mengenai topik ini. Jika gereja masih berkhotbah soal keadilan, jangan mencuri, jangan berbohong, jangan mengingini harta sesamamu, maka jangan korupsi juga menjadi topik pengajaran penting.
Bahkan, salah satu poin Konteks Panggilan Bersama PGI dalam Dokumen Keesaan Gereja PGI 2019, Bagian II Pemahaman Panggilan Bersama, Poin B Konteks Panggilan Bersama, Pasal 16 adalah,
"16. Konteks sosial-ekologis panggilan gereja-gereja di Indonesia adalah masyarakat yang berada dalam proses reformasi menuju masyarakat yang berkeadaban di mana masalah-masalah sosial-ekologis, ketidakadilan, kemiskinan, pelanggaran Hak Asasi Manusia, korupsi, politik transaksional, politik identitas dan fundamentalisme agama, serta kerusakan ekologis menjadi tantangan bersama seluruh masyarakat, bangsa dan negara, termasuk di dalamnya gereja-gereja. Karena itu, pemberitaan Injil lebih mengambil bentuk pelayanan sosial-ekologis, di samping pemberitaan verbal, dengan memberi perhatian khusus kepada korban-korban ketidakadilan dan pelecehan terhadap hak-hak asasi manusia, terhadap orang-orang miskin dan tertindas serta terhadap rusaknya ekologi. Ini merupakan masalah-masalah sosial-ekologis yang peka dan mendesak untuk diatasi."
Perlu dicatat, masalah korupsi, ketidakadilan, pelanggaran Hak Asasi Manusia juga harus disuarakan. Tugas PGI adalah menjadi suara moral, suara nurani, bersuara kepada semua elemen bangsa ini. Mimbar berkhotbah bukan hanya di altar, kita bisa menyuarakan keadilan di mana saja. Nabi Yehezkiel aja bicara keadilan kepada tulang belulang, karena manusianya tidak mau mendengar lagi. Jadi, jika kita setuju PGI menentang perusakan lingkungan di berbagai daerah, kita juga menyetujui isu PGI melawan korupsi.
PGI sudah lama bicara mengenai masalah korupsi, juga mengenai pelemahan KPK. Di 2015, PGI sudah bicara soal Revisi UU KPK misalnya, PGI meminta agar revisi adalah untuk menguatkan KPK, bukan melemahkannya. Di 2017 menjalin kerjasama dengan KPK tentang kampanye antikorupsi, bahkan PGI menerbitkan buku saku Gereja Melawan Korupsi di 2018. Di 2019, sudah ada pernyataan PGI menolak revisi UU KPK, yang kemudian tetap terjadi. Jadi kalau sekarang PGI bicara soal isu TWK sebagai bagian dari pelemahan KPK, dia bukan isu baru bagi PGI.
Yang terjadi, ada beberapa orang yang gagal lulus di Tes Wawasan Kebangsaan mengadukan kegagalan mereka sebagai upaya pelemahan KPK ke PGI, lalu wartawan mengutip ucapan Ketua Umum PGI. Setelah itu, berbagai pihak langsung melakukan penyerangan tanpa betul-betul membaca isi, atau peristiwa yang terjadi.
Kenapa PGI meminta ke Presiden? Karena Presiden punya perangkat untuk menyelamatkan KPK supaya tetap diperkuat. PGI meminta pertimbangan dari pemimpin bangsa kita.
Apakah PGI sedang berpolitik? Tidak, PGI sedang menyuarakan suara nurani, dengan menyampaikan permintaan kepada Presiden Joko Widodo.
Apakah PGI menyerang presiden atau pemerintah? Jika tiap anak yang meminta kepada orangtuanya dianggap menyerang, kepada siapa lagi dia meminta? PGI hampir selalu mendukung program pemerintahan Presiden Joko Widodo untuk kesejahteraan rakyat, dan sesekali bersuara jika merasa ada yang perlu diangkat seperti permintaan penundaan implementasi Omnibus Law di 2020.
Kenapa PGI berkomentar soal TWK? Prinsip PGI adalah melawan pelemahan KPK dan keadilan, yang menjadi tugas moral PGI. Ini bukan sekadar pecat memecat karyawan biasa. Beberapa yang tidak lulus TWK sedang memegang kasus besar. Kalau mau menegakkan TWK, yang kita juga setuju, kenapa tidak memulainya di BUMN? Lalu, bagaimana respons kita ketika Menhan di 2019 menyebut 3 persen TNI terpapar radikalisme? Kenapa tidak dimulai di sana? Teman-teman saya dari NU dan Muhammadiyah juga bicara dan mengeluhkan TWK.
Kalau mau, boleh juga kita coba menjawab TWK, lalu lihat apakah bisa lulus? Kedua, mari kita minta saja supaya hasil ujiannya dibuka ke publik, demi prinsip keterbukaan dan biar tidak ada masalah lain. Jika hasil menunjukkan tidak lulus, asal nilai terbuka, pasti semua pihak adem. Mari dibuka.
Lalu, apakah Ketua Umum PGI jadi kadrun atau jadi pembela kadrun karena menyatakan hal itu? Jika mengenal PGI dan perangkatnya, juga siapa Pdt. Gomar Gultom, yang sudah lama melayani di gereja dan dunia oikumene, dua kali Sekum PGI dan sekarang menjadi Ketum, pasti kita tidak akan bicara sembarangan mengenai beliau. Pemimpin-pemimpin gereja anggota PGI tiga kali memilih beliau di MPH PGI karena mengenal siapa beliau. Mari berdiskusi dan berdebat dengan sehat, tapi harus tahu bahwa tidak semua pihak akan terpuaskan.
Bagaimana dengan gereja yang ditutup? Sudah. PGI berulangkali hadir di tempat gereja ditutup, menulis permintaan, beribadah bersama teman-teman di GKI Yasmin dan HKBP Filadelfia, tapi yang memiliki kemampuan membuka gereja yang ditutup itu kan pemerintah. Apakah kalau kita meminta bantuan ke Presiden untuk meminta membuka gereja-gereja yang ditutup juga dianggap menyerang beliau? Tentu tidak, karena kita meminta tolong pemimpin bangsa kita.
Apakah PGI tidak hadir di kasus Poso, Papua, Jambi? PGI sudah hadir ke sana, menjalankan advokasi, dan mengeluarkan statemen mengenai berbagai isu. Hanya saja, tidak semua diliput oleh media.
Jadi bagaimana sekarang?
Mari doakan supaya KPK tetap memiliki taji dalam pemberantasan korupsi.
Mari doakan supaya kepolisian dan kejaksaan agung juga terus bersinergi untuk pemberantasan korupsi.
Mari doakan gereja-gereja untuk tetap bersuara melawan korupsi.
Mari doakan PGI untuk terus bersuara mengenai situasi bangsa kita.
Mari doakan pemerintahan di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo yang kita kasihi untuk memimpin bangsa kita dengan hikmat dari Tuhan.
Mari jaga lidah dan jari untuk saring sebelum sharing.
Akhir kata, biar tidak terlalu tegang, mari kita baca dan cari info yang benar, baru komentar. Kalau ada salah kata dari saya, saya juga minta maaf, kan orang Kristen bisa saling memaafkan 😊.
Semoga kita sehat selalu, God bless us, God bless Indonesia!
Binsar Jonathan Pakpahan
- Artikel Terkait: Surat Terbuka untuk PGI