Sumatera Utara adalah salah satu kawasan wisata yang dapat diperhitungkan di Indonesia, seperti Danau Toba. Banyak Wisatawan lokal dan macanegara yang berkunjung ke daerah ini. Tidak hanya ingin menikmati keindahan alam tetapi ingin menelusuri berbagai macam sejarah dan filosofi yang terdapat dalam budaya Batak.
Batak merupakan suku yang unik. Keunikan dapat lihat dari kebiasaan dan upacara adat. Selain itu, orang Batak memiliki ritual yang unik, menakutkan hingga dapat mematikan.
Hal ini dikarenakan pada zaman dahulu masyarakat Batak masih memiliki kepercayaan animisme atau memiliki kepercayaan kepada roh-roh nenek moyang. Pada saat itu nenek moyang orang Batak memiliki kemampuan supranatural yang luar biasa dan terkadang berada diluar logika manusia.
Kemampuan tersebut masih dipercaya hingga sekarang, yakni “Sibiangsa”. Hal ini merupakan satu ritual yang sangat mengerikan dan dipercaya menghasilkan racun atau senjata sangat mematikan.
Pada waktu itu, ritual tersebut selalu dilakukan oleh nenek moyang orang Batak. Sibiangsa dikenal di beberapa daerah seperti Samosir, Silalahi, Simalungun, dan Tanah Karo.
Banyak pandangan dan gambaran yang diungkapkan mengenai senjata mematikan ini. Sibiangsa ini diceritakan sebagai suatu ketakutan terhadap Begu Ganjang (black magic) pada masyarakat Batak.
Ketakutan ini muncul lewat anggapan dan tuduhan-tuduhan, serta beberapa bukti tentang rumah dirusak dan orang yang diusir atau dibunuh secara sadis. Banyak orang yang menjadi parno dan ketakutan serta merajalela menuduh suatu penyakit yang datang merupakan perbuatan yang dilakukan oleh seseorang dukun.
- Baca juga: Aliran Kepercayaan di Indonesia, Termasuk Parmalim di Tanah Batak
Salah satunya adalah kasus yang terjadi di tengah pasar Pakkat tahun 2003. Seorang yang dituduh memelihara begu ganjang, yang diseret ke tengah publik dan langsung dihakimi oleh massa sampai mati di depan pastor. (tulisan: Mgr Anicetus Bongsu Sinaga). Selain itu, ada pandangan yang berbeda tentang cerita di Tanha Batak tersebut.
Sibiangsa berasal dari seorang bayi terpilih yang kemudian dimasak hidup-hidup hingaa bayi tersebut mati serta tubuhnya mengeluarkan minyak. Minyak yang keluar tersebut kemudian dimasukan dalam tempat dan kemudian dipakai sebagai senjata andalan oleh satu kampung untuk menyerang dan bertahan dari serangan musuh. (Cerita: salah satu penduduk bermarga Sitanggang kepada situs berita Tagar di Samosir).
Ritual ini juga dikenal di kalangan masyarakat Simalungun, dimana ritual itu diceritakan bahwa ada kerajaan bernama Pagar Panei Bosi memiliki Guru Taya I yang bernama Tuan Rasaim. Ia bertugas sebagai pengambil keputusan atas sengketa dan kejahatan yang terjadi di kerajaan.
Dimana keadilan harus ditegakkan. Apabila terjadi perselisihan yang sangat panjang dan berlarut-lartut serta belum adanya pengakuan kesalahan dari kedua belah pihak, pihak yang berseteru tersebut akan dibawa dan dihadapkan ke tempat sakral yaitu cawan Sibiangsa.
- Artikel dan Video Menarik: Tips Wisata Murah Danau Toba Bagi Backpacker
Cawan ini berbentuk guci yang tertanam di dalam tanah. selama ritual dilaksanakan, wadah ini akan selalu mengeluarkan uap air mengepul keatas yang tiada berhentinya.
Proses pengadilannya dilakukan dengan cara pihak yang saling bertikai akan dibawa ke Pagar Panei Bosi untuk dipertanyakan kejujurannya di depan tempat sakral dengan cara bersumpah.
Setelah sumpah diucapkan, kedua belah pihak ini tetap dimintai kejujuran melalui tiga tahap pertanyaan bertingkat. Setelah dari tiga tahap ini belum ada pengakuan juga maka tahap terakhir yang akan dilaksanakan adalah Guru Raya akan meminta dua orang tersebut mencelupkan tangan ke dalam cawan keadilan (Sibiangsa).
Pada tahap inilah akan terbukti siapa yang berslah dan yang benar. Hal ini dilihat dari apabila ia benar maka tangannya akan tetap utuh tetapi jika salah, tangan yang dimasukkan ke dalam akan habis atau tetap tinggal di dalam cawan.
Mengerikan bukan? (tulisan: Sultan Saragih). Itulah beberapa gambaran mengerikan tentang Sibiangsa, ritual dan senjata paling mematikan di Tanah Batak dan sangat melegenda. [Benhil]