Terpidanya Nur Alam kenakan rompi KPK |
Jakarta, 20/7 (Benhil) - Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta memperberat vonis mantan Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam menjadi 15 tahun penjara.
Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Nur Alam dengan pidana penjara selama 15 tahun dan pidana denda sebesar Rp1 miliar, dengan ketentuan bila denda tidak dibayar maka diganti pidana kurungan selama 6 bulan, demikian tertulis dalam dokumen putusan yang diperoleh di Jakarta, Jumat.
Pada putusan tingkat pertama pada 28 Maret 2018, majelis hakim pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta memvonis Nur Alam 12 tahun penjara karena terbukti melakukan korupsi dengan memberikan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi dan IUP Operasi Produksi yang merugikan keuangan negara sebesar Rp1,59 triliun serta menerima gratifikasi sebesar Rp40,268 miliar.
Selain itu, Nur Alam juga diminta membayar uang pengganti sebesar Rp2,7 miliar dan pencabutan hak politik selama 5 tahun setelah Nur Alam selesai menjalani konsekwensi hukum yang dijatuhkan pengadilan.
Mengenai uang pengganti dan pencabutan hak politik, majelis PT Jakarta sepakat dengan pengadilan tingkat pertama.
"Menjatuhkan pidana tambahan kepada terdakwa Nur Alam untuk membayar uang pengganti sebesar Rp2,781 miliar dengan memperhitngkan harga 1 bidang tanah dan bangunan di Kompleks Premier Estate kav 1 No 9, Cipayung yang sudah disita, subsider 1 tahun pidana. Mencabut hak politik terdakwa selama 5 tahun sejak terdakwa selesai menjalani hukuman," demikian tertulis dalam dokumen itu.
Putusan tersebut diputuskan oleh Elang Prakoso Wibawa selaku ketua majelis hakim tinggi didampingi Zubaidi Rahmat, I Nyoman Adi Juliasa, Reny Halida Ilham Malik dan Lafat Akbar sebagai anggota.
Nur Alam dinilai terbukti dalam dua dakwaan. Dalam dakwaan pertama, Nur Alam sebagai Gubernur Sulawesi Tenggara periode 2008-2013 dan 2013-2018 bersama-sama dengan Kepala Bidang Pertambangan Umum pada Dinas ESDM provinsi Sultra Burhanuddin dan Direktur PT Billy Indonesia Widdi Aswindi memberikan persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan, Persetujuan IUP Eksplorasi dan Persetujuan Peningkatan IUP Eksplorasi menjadi IUP Operasi Produksi kepada PT Anugerah Harisma Barakah (AHB) sehingga merugikan keuangan negara senilai Rp1,5 triliun.
Dalam dakwaan kedua, Nur Alam dinilai terbukti menerima gratifikasi sebesar 4,499 juta dolar AS atau senilai Rp40,268 miliar.
Uang itu diterima pada September-Oktober 2010 sebesar 2,499 juta dolar AS yang ditempatkan di rekening AXA Mandiri Financial Service. Uang berasal dari rekening Chinatrust Commericial Bank Hongkong atas nama Richcorp International Ltd. (An-DLN)
Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Nur Alam dengan pidana penjara selama 15 tahun dan pidana denda sebesar Rp1 miliar, dengan ketentuan bila denda tidak dibayar maka diganti pidana kurungan selama 6 bulan, demikian tertulis dalam dokumen putusan yang diperoleh di Jakarta, Jumat.
Pada putusan tingkat pertama pada 28 Maret 2018, majelis hakim pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta memvonis Nur Alam 12 tahun penjara karena terbukti melakukan korupsi dengan memberikan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi dan IUP Operasi Produksi yang merugikan keuangan negara sebesar Rp1,59 triliun serta menerima gratifikasi sebesar Rp40,268 miliar.
Selain itu, Nur Alam juga diminta membayar uang pengganti sebesar Rp2,7 miliar dan pencabutan hak politik selama 5 tahun setelah Nur Alam selesai menjalani konsekwensi hukum yang dijatuhkan pengadilan.
Mengenai uang pengganti dan pencabutan hak politik, majelis PT Jakarta sepakat dengan pengadilan tingkat pertama.
"Menjatuhkan pidana tambahan kepada terdakwa Nur Alam untuk membayar uang pengganti sebesar Rp2,781 miliar dengan memperhitngkan harga 1 bidang tanah dan bangunan di Kompleks Premier Estate kav 1 No 9, Cipayung yang sudah disita, subsider 1 tahun pidana. Mencabut hak politik terdakwa selama 5 tahun sejak terdakwa selesai menjalani hukuman," demikian tertulis dalam dokumen itu.
Putusan tersebut diputuskan oleh Elang Prakoso Wibawa selaku ketua majelis hakim tinggi didampingi Zubaidi Rahmat, I Nyoman Adi Juliasa, Reny Halida Ilham Malik dan Lafat Akbar sebagai anggota.
Nur Alam dinilai terbukti dalam dua dakwaan. Dalam dakwaan pertama, Nur Alam sebagai Gubernur Sulawesi Tenggara periode 2008-2013 dan 2013-2018 bersama-sama dengan Kepala Bidang Pertambangan Umum pada Dinas ESDM provinsi Sultra Burhanuddin dan Direktur PT Billy Indonesia Widdi Aswindi memberikan persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan, Persetujuan IUP Eksplorasi dan Persetujuan Peningkatan IUP Eksplorasi menjadi IUP Operasi Produksi kepada PT Anugerah Harisma Barakah (AHB) sehingga merugikan keuangan negara senilai Rp1,5 triliun.
Dalam dakwaan kedua, Nur Alam dinilai terbukti menerima gratifikasi sebesar 4,499 juta dolar AS atau senilai Rp40,268 miliar.
Uang itu diterima pada September-Oktober 2010 sebesar 2,499 juta dolar AS yang ditempatkan di rekening AXA Mandiri Financial Service. Uang berasal dari rekening Chinatrust Commericial Bank Hongkong atas nama Richcorp International Ltd. (An-DLN)
Tags
Hukum