Jakarta, 17/2 (Benhil) - Dari 73 partai politik berbadan hukum yang terdaftar di Kementerian Hukum dan HAM, hanya 27 partai atau 36,9 persen yang mendaftarkan diri ke KPU.
Dari 27 partai politik berbadan hukum yang mendaftarkan diri ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menjadi peserta Pemilu 2019, ternyata hanya 14 partai politik atau 51,8 persen yang ditetapkan secara resmi oleh KPU pada hari Sabtu (17-2-2018) menjadi peserta pesta demokrasi tahun depan.
Seluruh partai yang mendaftarkan diri ke KPU itu menjalani berbagai proses administrasi hingga verifikasi faktual di tingkat KPU RI, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota. Untuk tingkat pusat dan provinsi terdapat 16 partai politik yang lolos semua proses verifikasi. Namun, di tingkat kabupaten/kota ternyata ada dua partai politik, yakni Partai Bulan Bintang (PBB) dan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) dinyatakan tidak lolos karena tidak memenuhi syarat kepengurusan dan keanggotaan sebesar 75 persen dari seluruh jumlah kabupaten/kota di Indonesia.
Pengumuman dan penetapan partai politik peserta Pemilu 2019 disampaikan oleh KPU RI di salah satu hotel di Jakarta Pusat, Sabtu (17-2-2018).
Ketua KPU RI Arief Budiman menyampaikan surat keputusan KPU kepada masing-masing pengurus dari 16 partai politik, termasuk kepada pengurus dari PBB dan PKPI.
Dari hasil penelitian dan verifikasi faktual yang telah dilaksanakan KPU terhadap partai di tingkat pusat hingga tingkat kabupaten kota, didapatkan rekapitulasi nasional partai. Kesimpulan dari rekapitulasi tersebut menyatakan, dari total 16 partai yang telah dilakukan penelitian serta verifikasi faktual, ada 14 partai yang dinyatakan memenuhi syarat serta lolos sebagai peserta Pemilu 2019, sedangkan dua partai tidak memenuhi syarat.
Ke-14 partai politik yang ditetapkan oleh KPU sebagai peserta Pemilu 2019 hari itu terdiri atas 10 partai peserta Pemilu 2014 yakni PAN (Partai Amanat Nasional), PDIP (Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan), Partai Demokrat, Partai Gerindra (Gerakan Indonesia Raya), Partai Golkar (Golongan Karya), Partai Hanura (Hati Nurani Rakyat), PKS (Partai Keadilan Sejahtera), PKB (Partai Kebangkitan Bangsa), Partai Nasdem (Nasional Demokrat), dan PPP (Partai Persatuan Pembangunan).
Sementara empat partai baru adalah Partai Berkarya, Partai Perindo (Persatuan Indonesia), Partai Garuda, dan PSI (Partai Solidaritas Indonesia).
Sesuai ketentuan perundang-undangan, partai politik yang dinyatakan tidak lulus sebagai peserta Pemilu 2019, diberikan kesempatan selama 3 hari untuk mengajukan gugatan sengketa pemilu ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) atas surat keputusan KPU RI tentang penetapan partai politik peserta Pemilu 2019 itu.
Untuk selanjutnya Bawaslu dalam tempo 5 hari akan menyidangkan sengketa tersebut dengan menghadirkan pimpinan KPU RI dan pimpinan partai politik yang mengajukan gugatan sengketa.
Bila Bawaslu memenangi putusan KPU RI itu, pimpinan partai politik yang tidak puas atas putusan Bawaslu dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). PTUN memiliki waktu kurang lebih selama 21 hari untuk menyidangkan dan memutuskan perkara sengketa tersebut.
Berpengalaman PBB dan PKPI berpengalaman memenangi gugatan di PTUN menjelang Pemilu 2014.
Ketika itu, KPU RI pada tahun 2013 juga menetapkan bahwa PBB dan PKPI tidak lulus sebagai peserta Pemilu 2014 karena tidak memenuhi persyaratan dalam verifikasi faktual. PBB di bawah kepemimpinan mantan Menkumham dan mantan Mensesneg Yusril Ihza Mahendra yang juga dikenal sebagai Guru Besar Hukum Tata Negara, ketika itu menggugat Surat Keputusan KPU Nomor 5 Tahun 2013 tertanggal 8 Januari 2013 tentang Penetapan Partai Politik sebagai Peserta Pemilu 2014.
Majelis hakim PTUN Jakarta yang diketuai oleh Arif Nur'dua saat itu, pada tanggal 7 Maret 2013 memutuskan mengabulkan gugatan PBB dan memerintahkan KPU mencabut surat keputusan itu sehingga PBB bisa menjadi peserta Pemilu 2014.
Sementara PKPI yang pada tahun 2013 dinyatakan tidak lulus oleh KPU, bisa menjadi peserta Pemilu 2014 setelah gugatan atas KPU dikabulkan oleh Bawaslu dan melalui fatwa hakim agung di Mahkamah Agung. PKPI yang saat itu dipimpin mantan Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso bisa menjadi peserta Pemilu 2014. Mahkamah Agung mengeluarkan fatwa Nomor 34 tahun 2013 tertanggal 4 Maret 2013 yang menyatakan bahwa PKPI menjadi peserta pemilu 2014 (4-3-2013). Dengan demikian, KPU harus merevisi keputusannya untuk meloloskan PKPI.
Kini PBB dan PKPI mengalami nasib serupa dengan pengalaman 5 tahun lalu. PBB saat ini masih dipimpin oleh Yusril Ihza Mahendra, sedangkan PKPI saat ini dipimpin oleh mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) A.M. Hendropriyono.
Bahkan, PBB dan PKPI sejak awal dinyatakan oleh KPU tidak memenuhi persyaratan dokumen saat mendaftarkan diri ke KPU melalui Sistem Informasi Partai Politik (Sipol) untuk menjadi calon peserta pemilu. Akhirnya, mereka bisa mengikuti proses verifikasi setelah memenangi persidangan sengketa pemilu di Bawaslu.
PKPI menggugat KPU ke Bawaslu karena merasa dirugikan dalam pelaksanaan verifikasi faktual.
Ketua Umum PKPI A.M. Hendropriyono sudah mengirimkan berkas permohonan penyelesaian sengketa tersebut ke Bawaslu pada hari Rabu (14-2-2018). PKPI juga sudah menerima tanda terima berkas dengan Nomor 009/PS.PNM/II/2018.
Disebutkan bahwa PKPI oleh KPU dinyatakan tidak memenuhi syarat di sejumlah kabupaten/kota di Papua, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Sejumlah persyaratan yang diverifikasi itu, antara lain, kepengurusan memenuhi 30 persen dari perempuan, kesesuaian nama pengurus dengan tanda pengenal dan Sipiol, serta domisili tetap kantor partai.
Setelah membaca berita acara yang dikeluarkan KPU Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Papua, PKPI menolak isi berita acara tersebut karena hasil yang mereka muat di berita acara tidak sesuai dengan fakta-fakta di lapangan. Bahkan, disebutkan ada petugas KPU daerah tertentu yang tidak mau melakukan verifikasi faktual ke kantor PKPI setempat.
Sebanyak 14 partai politik yang ditetapkan secara resmi sebagai peserta Pemilu 2019 oleh KPU pada tanggal 17 Februari 2018, akan diberi nomor urut peserta pemilu pada tanggal 18 Februari 2018 melalui pengundian dan penetapan nomor urut.
Sementara itu, PBB dan PKPI bila memenangi gugatan hukum dan dinyatakan bisa mengikuti Pemilu 2019 juga akan mendapatkan nomor urut peserta pemilu. Selain itu, juga ada partai politik tingkat lokal yang khusus ada di Aceh untuk memilih wakil rakyat di provinsi dan kabupaten/kota di Bumi Serambi Mekah itu. Partai lokal itu adalah Partai Aceh, PDA (Partai Daerah Aceh), PNA (Partai Nanggroe Aceh), dan Partai SIRA (Suara Independen Rakyat Aceh). Partai lokal itu juga akan mendapatkan nomor urut.
Dari 27 partai politik berbadan hukum yang mendaftarkan diri ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menjadi peserta Pemilu 2019, ternyata hanya 14 partai politik atau 51,8 persen yang ditetapkan secara resmi oleh KPU pada hari Sabtu (17-2-2018) menjadi peserta pesta demokrasi tahun depan.
Seluruh partai yang mendaftarkan diri ke KPU itu menjalani berbagai proses administrasi hingga verifikasi faktual di tingkat KPU RI, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota. Untuk tingkat pusat dan provinsi terdapat 16 partai politik yang lolos semua proses verifikasi. Namun, di tingkat kabupaten/kota ternyata ada dua partai politik, yakni Partai Bulan Bintang (PBB) dan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) dinyatakan tidak lolos karena tidak memenuhi syarat kepengurusan dan keanggotaan sebesar 75 persen dari seluruh jumlah kabupaten/kota di Indonesia.
Pengumuman dan penetapan partai politik peserta Pemilu 2019 disampaikan oleh KPU RI di salah satu hotel di Jakarta Pusat, Sabtu (17-2-2018).
Ketua KPU RI Arief Budiman menyampaikan surat keputusan KPU kepada masing-masing pengurus dari 16 partai politik, termasuk kepada pengurus dari PBB dan PKPI.
Dari hasil penelitian dan verifikasi faktual yang telah dilaksanakan KPU terhadap partai di tingkat pusat hingga tingkat kabupaten kota, didapatkan rekapitulasi nasional partai. Kesimpulan dari rekapitulasi tersebut menyatakan, dari total 16 partai yang telah dilakukan penelitian serta verifikasi faktual, ada 14 partai yang dinyatakan memenuhi syarat serta lolos sebagai peserta Pemilu 2019, sedangkan dua partai tidak memenuhi syarat.
Ke-14 partai politik yang ditetapkan oleh KPU sebagai peserta Pemilu 2019 hari itu terdiri atas 10 partai peserta Pemilu 2014 yakni PAN (Partai Amanat Nasional), PDIP (Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan), Partai Demokrat, Partai Gerindra (Gerakan Indonesia Raya), Partai Golkar (Golongan Karya), Partai Hanura (Hati Nurani Rakyat), PKS (Partai Keadilan Sejahtera), PKB (Partai Kebangkitan Bangsa), Partai Nasdem (Nasional Demokrat), dan PPP (Partai Persatuan Pembangunan).
Sementara empat partai baru adalah Partai Berkarya, Partai Perindo (Persatuan Indonesia), Partai Garuda, dan PSI (Partai Solidaritas Indonesia).
Sesuai ketentuan perundang-undangan, partai politik yang dinyatakan tidak lulus sebagai peserta Pemilu 2019, diberikan kesempatan selama 3 hari untuk mengajukan gugatan sengketa pemilu ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) atas surat keputusan KPU RI tentang penetapan partai politik peserta Pemilu 2019 itu.
Untuk selanjutnya Bawaslu dalam tempo 5 hari akan menyidangkan sengketa tersebut dengan menghadirkan pimpinan KPU RI dan pimpinan partai politik yang mengajukan gugatan sengketa.
Bila Bawaslu memenangi putusan KPU RI itu, pimpinan partai politik yang tidak puas atas putusan Bawaslu dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). PTUN memiliki waktu kurang lebih selama 21 hari untuk menyidangkan dan memutuskan perkara sengketa tersebut.
Berpengalaman PBB dan PKPI berpengalaman memenangi gugatan di PTUN menjelang Pemilu 2014.
Ketika itu, KPU RI pada tahun 2013 juga menetapkan bahwa PBB dan PKPI tidak lulus sebagai peserta Pemilu 2014 karena tidak memenuhi persyaratan dalam verifikasi faktual. PBB di bawah kepemimpinan mantan Menkumham dan mantan Mensesneg Yusril Ihza Mahendra yang juga dikenal sebagai Guru Besar Hukum Tata Negara, ketika itu menggugat Surat Keputusan KPU Nomor 5 Tahun 2013 tertanggal 8 Januari 2013 tentang Penetapan Partai Politik sebagai Peserta Pemilu 2014.
Majelis hakim PTUN Jakarta yang diketuai oleh Arif Nur'dua saat itu, pada tanggal 7 Maret 2013 memutuskan mengabulkan gugatan PBB dan memerintahkan KPU mencabut surat keputusan itu sehingga PBB bisa menjadi peserta Pemilu 2014.
Sementara PKPI yang pada tahun 2013 dinyatakan tidak lulus oleh KPU, bisa menjadi peserta Pemilu 2014 setelah gugatan atas KPU dikabulkan oleh Bawaslu dan melalui fatwa hakim agung di Mahkamah Agung. PKPI yang saat itu dipimpin mantan Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso bisa menjadi peserta Pemilu 2014. Mahkamah Agung mengeluarkan fatwa Nomor 34 tahun 2013 tertanggal 4 Maret 2013 yang menyatakan bahwa PKPI menjadi peserta pemilu 2014 (4-3-2013). Dengan demikian, KPU harus merevisi keputusannya untuk meloloskan PKPI.
Kini PBB dan PKPI mengalami nasib serupa dengan pengalaman 5 tahun lalu. PBB saat ini masih dipimpin oleh Yusril Ihza Mahendra, sedangkan PKPI saat ini dipimpin oleh mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) A.M. Hendropriyono.
Bahkan, PBB dan PKPI sejak awal dinyatakan oleh KPU tidak memenuhi persyaratan dokumen saat mendaftarkan diri ke KPU melalui Sistem Informasi Partai Politik (Sipol) untuk menjadi calon peserta pemilu. Akhirnya, mereka bisa mengikuti proses verifikasi setelah memenangi persidangan sengketa pemilu di Bawaslu.
PKPI menggugat KPU ke Bawaslu karena merasa dirugikan dalam pelaksanaan verifikasi faktual.
Ketua Umum PKPI A.M. Hendropriyono sudah mengirimkan berkas permohonan penyelesaian sengketa tersebut ke Bawaslu pada hari Rabu (14-2-2018). PKPI juga sudah menerima tanda terima berkas dengan Nomor 009/PS.PNM/II/2018.
Disebutkan bahwa PKPI oleh KPU dinyatakan tidak memenuhi syarat di sejumlah kabupaten/kota di Papua, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Sejumlah persyaratan yang diverifikasi itu, antara lain, kepengurusan memenuhi 30 persen dari perempuan, kesesuaian nama pengurus dengan tanda pengenal dan Sipiol, serta domisili tetap kantor partai.
Setelah membaca berita acara yang dikeluarkan KPU Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Papua, PKPI menolak isi berita acara tersebut karena hasil yang mereka muat di berita acara tidak sesuai dengan fakta-fakta di lapangan. Bahkan, disebutkan ada petugas KPU daerah tertentu yang tidak mau melakukan verifikasi faktual ke kantor PKPI setempat.
Sebanyak 14 partai politik yang ditetapkan secara resmi sebagai peserta Pemilu 2019 oleh KPU pada tanggal 17 Februari 2018, akan diberi nomor urut peserta pemilu pada tanggal 18 Februari 2018 melalui pengundian dan penetapan nomor urut.
Sementara itu, PBB dan PKPI bila memenangi gugatan hukum dan dinyatakan bisa mengikuti Pemilu 2019 juga akan mendapatkan nomor urut peserta pemilu. Selain itu, juga ada partai politik tingkat lokal yang khusus ada di Aceh untuk memilih wakil rakyat di provinsi dan kabupaten/kota di Bumi Serambi Mekah itu. Partai lokal itu adalah Partai Aceh, PDA (Partai Daerah Aceh), PNA (Partai Nanggroe Aceh), dan Partai SIRA (Suara Independen Rakyat Aceh). Partai lokal itu juga akan mendapatkan nomor urut.
Suara Rakyat
Partai-partai itu akan bersaing memperebutkan sebanyak-banyaknya suara rakyat pada pemungutan suara yang dijadwalkan berlangsung pada tanggal 17 April 2019 atas calon anggota legislatif dan calon presiden/wakil Presiden dari partai politik.
Rakyat akan memilih calon anggota legislatif tingkat pusat dan daerah, yakni DPR RI, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota. Selain itu, memilih calon presiden/wakil presiden yang didukung dan diusung oleh partai atau gabungan partai politik, dan memilih calon anggota DPD RI dari jalur perseorangan.
Pemilu 2019 merupakan pemilu pertama bagi rakyat untuk memilih secara serentak presiden/wapres, DPR RI, DPD RI, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota. Oleh karena itu, merupakan pertaruhan besar bagi setiap partai politik untuk memenangi pemilu tahun depan.
Kementerian Dalam Negeri telah menyerahkan data penduduk potensial pemilih pemilu (DP4) yang memuat sekitar 196,5 juta orang ke KPU. KPU akan mencocokkan dan meneliti data itu untuk masuk dalam daftar pemilih tetap.
Ketua KPU Arief Budiman menargetkan tingkat partisipasi rakyat pemilih dalam memberikan suara pada Pemilu 2019 sebesar 77,5 persen. Sesuai dengan slogan dari KPU "Pemilih Cerdas Pemilu Berkualitas", rakyat pemilih pada pemilu mendatang memang harus cerdas menilai masing-masing partai politik dalam mendukung dan mengusung calon presiden/wakil presiden.
Rakyat juga harus jeli dalam mencermati calon-calon anggota legislatif yang ditawarkan kepada rakyat untuk dipilih. Para calon anggota legislatif dan calon presiden/wapres mendatang tentu saja akan membuat berbagai janji, komitmen, dan rencana, serta program kerja kepada rakyat untuk sebanyak-banyaknya memilih mereka.
Di sinilah rakyat pemilih mesti cerdas dalam mempertimbangkan dan menentukan pilihannya agar jangan sampai memberikan suara kepada pemimpin yang diragukan integritas dan kualitasnya.
Setiap pemilih tentu saja berharap bahwa calon wakil rakyat, termasuk calon pemimpin tingkat nasional, yang dipilihnya merupakan yang terbaik dan mampu membawa perbaikan kesejahteraan rakyat dengan memberikan pelayanan umum secara maksimal serta dekat dengan rakyatnya dan tidak memiliki cacat hukum.
Dalam kamus politik, memang dikenal beberapa kategori pemilih dalam menentukan calonnya, seperti berdasarkan kesamaan ideologi dengan kandidat, kesamaan afiliasi terhadap partai politik pendukungnya, kesamaan latar belakang kedaerahan atau profesi, berdasarkan pragmatisme, dan berdasarkan rasional.
Pemilih yang memilih calon secara rasional memenuhi kriteria sebagai pemilih yang cerdas berdasarkan akal sehat dan penilaian objektif dengan mempertimbangkan kualitas moral, integritas, dan rekam jejak, serta perilaku sehari-hari dari calon, dan kinerja partai politik apakah benar-benar membela kepentingan rakyat atau justru saling konflik di antara mereka.
Memang untuk menjadi pemilih cerdas, rakyat mesti benar-benar mengenali sikap dan perilaku calon yang akan dipilihnya. (Budi Setiawanto)
Rakyat akan memilih calon anggota legislatif tingkat pusat dan daerah, yakni DPR RI, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota. Selain itu, memilih calon presiden/wakil presiden yang didukung dan diusung oleh partai atau gabungan partai politik, dan memilih calon anggota DPD RI dari jalur perseorangan.
Pemilu 2019 merupakan pemilu pertama bagi rakyat untuk memilih secara serentak presiden/wapres, DPR RI, DPD RI, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota. Oleh karena itu, merupakan pertaruhan besar bagi setiap partai politik untuk memenangi pemilu tahun depan.
Kementerian Dalam Negeri telah menyerahkan data penduduk potensial pemilih pemilu (DP4) yang memuat sekitar 196,5 juta orang ke KPU. KPU akan mencocokkan dan meneliti data itu untuk masuk dalam daftar pemilih tetap.
Ketua KPU Arief Budiman menargetkan tingkat partisipasi rakyat pemilih dalam memberikan suara pada Pemilu 2019 sebesar 77,5 persen. Sesuai dengan slogan dari KPU "Pemilih Cerdas Pemilu Berkualitas", rakyat pemilih pada pemilu mendatang memang harus cerdas menilai masing-masing partai politik dalam mendukung dan mengusung calon presiden/wakil presiden.
Rakyat juga harus jeli dalam mencermati calon-calon anggota legislatif yang ditawarkan kepada rakyat untuk dipilih. Para calon anggota legislatif dan calon presiden/wapres mendatang tentu saja akan membuat berbagai janji, komitmen, dan rencana, serta program kerja kepada rakyat untuk sebanyak-banyaknya memilih mereka.
Di sinilah rakyat pemilih mesti cerdas dalam mempertimbangkan dan menentukan pilihannya agar jangan sampai memberikan suara kepada pemimpin yang diragukan integritas dan kualitasnya.
Setiap pemilih tentu saja berharap bahwa calon wakil rakyat, termasuk calon pemimpin tingkat nasional, yang dipilihnya merupakan yang terbaik dan mampu membawa perbaikan kesejahteraan rakyat dengan memberikan pelayanan umum secara maksimal serta dekat dengan rakyatnya dan tidak memiliki cacat hukum.
Dalam kamus politik, memang dikenal beberapa kategori pemilih dalam menentukan calonnya, seperti berdasarkan kesamaan ideologi dengan kandidat, kesamaan afiliasi terhadap partai politik pendukungnya, kesamaan latar belakang kedaerahan atau profesi, berdasarkan pragmatisme, dan berdasarkan rasional.
Pemilih yang memilih calon secara rasional memenuhi kriteria sebagai pemilih yang cerdas berdasarkan akal sehat dan penilaian objektif dengan mempertimbangkan kualitas moral, integritas, dan rekam jejak, serta perilaku sehari-hari dari calon, dan kinerja partai politik apakah benar-benar membela kepentingan rakyat atau justru saling konflik di antara mereka.
Memang untuk menjadi pemilih cerdas, rakyat mesti benar-benar mengenali sikap dan perilaku calon yang akan dipilihnya. (Budi Setiawanto)
Tags
Sosial Politik