Medan, 14/1 (Benhil) - Pemilihan gubernur di Sumatera Utara sudah di depan mata. Sudah ada tiga bakal calon yang mendaftarkan diri dan telah menjalani pemeriksaan kesehatan di RSUP Adam Malik Medan.
Meski penetapan sebagai calon tetap akan dilaksanakan pada 12 Februari 2018, tetapi hampir bisa dipastikan tiga pasangan yang mendaftar itu yang menjadi peserta pemilihan gubernur di Sumatera Utara. Berdasarkan masa pendaftaran, pasangan pertama adalah Edy Rahmayadi-dengan Musa Rajekshah yang didukung Partai Gerindra, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Hanura, Partai Golkar, dan Partai Nasdem dengan total 60 kursi DPRD Sumatera Utara.
Edy Rahmayadi sebelumnya merupakan perwira tinggi TNI Angkatan Darat dengan pangkat letnan jenderal. Ia pernah menduduki beberapa posisi strategis, seperti Pangdam Iskandar Bukit Barisan dan Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad).
Sedangkan Musa Rajekshah atau yang sering dipanggil Ijeck merupakan pengusaha dan tokoh muda yang cukup dikenal masyarakat.
Ijeck merupakan mantan Ketua Ikatan Motor Indonesia (IMI) Sumut dan kini dipercaya menjadi Ketua Taekwondo Indonesia Sumut dan Ketua Palang Merah Indonesia (PMI) Kota Medan.
Pasangan calon kedua adalah Jopinus Ramli (JR) Saragih dengan Ance Selian yang didukung Partai Demokrat, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) dengan total 20 kursi.
JR Saragih merupakan mantan perwira TNI Angkatan Darat dan kini masih menjabat sebagai Bupati Simalungun untuk periode kedua, sekaligus Ketua Partai Demokrat Sumatera Utara.
Sedangkan Ance Selian merupakan Ketua PKB Sumatera Utara dan pernah menjadi anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara periode 2009-2014 meski melalui proses pergantian antarwaktu (PAW).
Adapun pasangan ketiga adalah pasangan Djarot-Sihar. Djarot Saiful Hidayat dan Sihar Pangihutan Hamonangan Sitorus yang didukung PDI Perjuangan dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dengan jumlah 20 kursi.
Djarot Saiful Hidayat merupakan kader PDI Perjuangan yang pernah menjabat sebagai Wali Kota Blitar dua periode (2000-2005 dan 2005-2010), serta menjabat Gubernur DKI Jakarta menggantikan Basuki Tjahaja Purnama yang menghadapi masalah hukum.
Sedangkan Sihar Pangihutan Hamonangan Sitorus merupakan pengusaha yang memiliki minat besar pada sepak bola, serta putera dari almarhum DL Sitorus, salah satu pengusaha besar yang cukup ternama di Sumatera Utara.
Dari ketiga pasangan calon dan parpol pendukung, lantas yang manakah yang bakal menang, sekaligus yang ideal bagi Sumatera Utara? Tergantung "Mesin Politik" dan cerdas tidaknya warga Sumut, perhitungan diatas kertas tidak pernah mutlak. Pengalaman selama ini, seringkali perhitungan di atas kertas berbeda dengan realita di lapangan.
"Hitungan di atas kertas bisa terwujud jika mesin politik parpol mampu bergerak dengan maksimal," katanya.
Kemudian, kata Warjio, potensi kemenangan setiap bakal calon juga sangat dipengaruhi perkembangan isu, terutama yang "dimainkan" di tingkat pusat.
Jika isu politik yang dihembuskan tepat, tidak tertutup kemungkinan penilaian masyarakat terhadap calon tertentu akan berubah.
Permainan isu politik selama ini juga menjadi salah satu faktor dominan yang menyebabkan Pemilihan Gubernur Sumatera Utara kali ini lebih meriah dan menarik perhatian jika dibandingkan dengan kegiatan serupa pada tahun-tahun sebelumnya.
"Isu bisa mempengaruhi semua calon. Itu semua tergantung permainan politik di Jakarta," katanya.
Meski penetapan sebagai calon tetap akan dilaksanakan pada 12 Februari 2018, tetapi hampir bisa dipastikan tiga pasangan yang mendaftar itu yang menjadi peserta pemilihan gubernur di Sumatera Utara. Berdasarkan masa pendaftaran, pasangan pertama adalah Edy Rahmayadi-dengan Musa Rajekshah yang didukung Partai Gerindra, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Hanura, Partai Golkar, dan Partai Nasdem dengan total 60 kursi DPRD Sumatera Utara.
Edy Rahmayadi sebelumnya merupakan perwira tinggi TNI Angkatan Darat dengan pangkat letnan jenderal. Ia pernah menduduki beberapa posisi strategis, seperti Pangdam Iskandar Bukit Barisan dan Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad).
Sedangkan Musa Rajekshah atau yang sering dipanggil Ijeck merupakan pengusaha dan tokoh muda yang cukup dikenal masyarakat.
Ijeck merupakan mantan Ketua Ikatan Motor Indonesia (IMI) Sumut dan kini dipercaya menjadi Ketua Taekwondo Indonesia Sumut dan Ketua Palang Merah Indonesia (PMI) Kota Medan.
Pasangan calon kedua adalah Jopinus Ramli (JR) Saragih dengan Ance Selian yang didukung Partai Demokrat, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) dengan total 20 kursi.
JR Saragih merupakan mantan perwira TNI Angkatan Darat dan kini masih menjabat sebagai Bupati Simalungun untuk periode kedua, sekaligus Ketua Partai Demokrat Sumatera Utara.
Sedangkan Ance Selian merupakan Ketua PKB Sumatera Utara dan pernah menjadi anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara periode 2009-2014 meski melalui proses pergantian antarwaktu (PAW).
Adapun pasangan ketiga adalah pasangan Djarot-Sihar. Djarot Saiful Hidayat dan Sihar Pangihutan Hamonangan Sitorus yang didukung PDI Perjuangan dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dengan jumlah 20 kursi.
Djarot Saiful Hidayat merupakan kader PDI Perjuangan yang pernah menjabat sebagai Wali Kota Blitar dua periode (2000-2005 dan 2005-2010), serta menjabat Gubernur DKI Jakarta menggantikan Basuki Tjahaja Purnama yang menghadapi masalah hukum.
Sedangkan Sihar Pangihutan Hamonangan Sitorus merupakan pengusaha yang memiliki minat besar pada sepak bola, serta putera dari almarhum DL Sitorus, salah satu pengusaha besar yang cukup ternama di Sumatera Utara.
Dari ketiga pasangan calon dan parpol pendukung, lantas yang manakah yang bakal menang, sekaligus yang ideal bagi Sumatera Utara? Tergantung "Mesin Politik" dan cerdas tidaknya warga Sumut, perhitungan diatas kertas tidak pernah mutlak. Pengalaman selama ini, seringkali perhitungan di atas kertas berbeda dengan realita di lapangan.
"Hitungan di atas kertas bisa terwujud jika mesin politik parpol mampu bergerak dengan maksimal," katanya.
Kemudian, kata Warjio, potensi kemenangan setiap bakal calon juga sangat dipengaruhi perkembangan isu, terutama yang "dimainkan" di tingkat pusat.
Jika isu politik yang dihembuskan tepat, tidak tertutup kemungkinan penilaian masyarakat terhadap calon tertentu akan berubah.
Permainan isu politik selama ini juga menjadi salah satu faktor dominan yang menyebabkan Pemilihan Gubernur Sumatera Utara kali ini lebih meriah dan menarik perhatian jika dibandingkan dengan kegiatan serupa pada tahun-tahun sebelumnya.
"Isu bisa mempengaruhi semua calon. Itu semua tergantung permainan politik di Jakarta," katanya.
Perlu Kecerdasan Masyarakat
Menurut Warjio, ideal atau tidaknya gubernur yang hadir nantinya sangat bergantung dari kecerdasan masyarakat dalam mempelajari kemampuan dan jejak rekam seluruh pasangan calon.
Dilihat dari berbagai sudut, tiga pasangan bakal Cagub dan Cawagub Sumatera Utara memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Namun yang pasti, Sumatera Utara membutuhkan pemimpin yang memiliki kemampuan manajerial yang baik dan mempunyai keahlian dalam menggedor "kue pembangunan" yang ada di Jakarta.
Belum maksimalnya upaya lobi dan komunikasi dengan pembuat keputusan di Jakarta menyebabkan Sumatera Utara selama ini tertinggal, terutama dalam pembiayaan dan infrastruktur.
Dengan pengalaman sebagai Pangdam Iskandar Bukit Barisan dan Pangkostrad, Edy Rahmayadi dinilai memiliki kemampuan manajerial yang taktis dan dibutuhkan di Sumatera Utara.
Kemampuan tersebut juga dibutuhkan untuk mengelola potensi yang ada di 33 kabupaten/kota yang dinilai masih lemah selama ini.
Djarot Saiful Hidayat juga dinilai memiliki kemampuan manajerial dan pengalaman dalam pemerintahan sebagai mantan Wali Kota Blitar dan Gubernur DKI Jakarta.
Kemampuan dan pengalaman Djarot Saiful Hidayat di dua daerah tersebut sangat dibutuhkan dalam membenahi birokrasi pemerintahan di Sumatera Utara yang selama ini cukup memprihatinkan.
"Buktinya, sudah ada dua gubernur yang masuk penjara," katanya.
Kemudian, JR Saragih pun memiliki peluang bagus karena juga memiliki pengalaman dan kemampuan manajerial sebagai Bupati Simalungun.
Untuk itu, masyarakat perlu cerdas dalam melihat rekam jejak seluruh bakal cagub dan cawagub, baik melalui media massa maupun media sosial yang berkembang saat ini.
Kecerdasan itu juga dibutuhkan agar masyarakat tidak terjebak dalam kampanye negatif melalui media sosial sehingga keliru dalam memilih pemimpin.
"Pelajari dengan cermat, carilah sumber yang dapat dipercaya," ujar Warjio.
Media massa juga diharapkan mampu memberikan edukasi bagi masyarakat dengan menampilkan pemberitaan yang objektif, berimbang, sekaligus mendidik tentang seluruh pasangan calon.
"Jangan sampai media massa justru seperti 'buzzer' dan juru bicara calon tertentu," katanya.
Sementara itu, sosiolog dari Universitas Islam Negeri (UIN) Sumatera Utara Dr Ansari Yamamah mengatakan masyarakat tidak perlu buru-buru dalam menentukan pilihan.
Untuk itu, masyarakat perlu mempelajari sosok dan latar belakang para calon pemimpin yang akan menentukan kebijakan pembangunan tersebut.
Untuk menjadi pemilih yang cerdas, masyarakat tidak boleh terjebak pada fanatisme yang dapat berujung pada pembelaan yang membabi buta.
"Jangan terpengaruh dan terperdaya dengan 'kemasan', karena bisa saja isinya tidak sesuai. Jangan fanatik, berpikiran terbukalah, karena bisa saja calon lain lebih baik," katanya.
Selain itu, dalam menentukan pilihan nantinya, masyarakat juga diharapkan tidak terlibat dalam politik uang (money politic) dengan memberikan hak pilihnya terhadap kelompok atau calon yang memberikan sesuatu.
Ansari meminta kita jangan justru menjadi 'pelacur dadakan' akibat pilkada. Berpikirlah secara rasional, bukan hanya emosional supaya kita mendapatkan pemimpin yang ideal. (Irwan Arfa, Benhil Sumut)
Dilihat dari berbagai sudut, tiga pasangan bakal Cagub dan Cawagub Sumatera Utara memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Namun yang pasti, Sumatera Utara membutuhkan pemimpin yang memiliki kemampuan manajerial yang baik dan mempunyai keahlian dalam menggedor "kue pembangunan" yang ada di Jakarta.
Belum maksimalnya upaya lobi dan komunikasi dengan pembuat keputusan di Jakarta menyebabkan Sumatera Utara selama ini tertinggal, terutama dalam pembiayaan dan infrastruktur.
Dengan pengalaman sebagai Pangdam Iskandar Bukit Barisan dan Pangkostrad, Edy Rahmayadi dinilai memiliki kemampuan manajerial yang taktis dan dibutuhkan di Sumatera Utara.
Kemampuan tersebut juga dibutuhkan untuk mengelola potensi yang ada di 33 kabupaten/kota yang dinilai masih lemah selama ini.
Djarot Saiful Hidayat juga dinilai memiliki kemampuan manajerial dan pengalaman dalam pemerintahan sebagai mantan Wali Kota Blitar dan Gubernur DKI Jakarta.
Kemampuan dan pengalaman Djarot Saiful Hidayat di dua daerah tersebut sangat dibutuhkan dalam membenahi birokrasi pemerintahan di Sumatera Utara yang selama ini cukup memprihatinkan.
"Buktinya, sudah ada dua gubernur yang masuk penjara," katanya.
Kemudian, JR Saragih pun memiliki peluang bagus karena juga memiliki pengalaman dan kemampuan manajerial sebagai Bupati Simalungun.
Untuk itu, masyarakat perlu cerdas dalam melihat rekam jejak seluruh bakal cagub dan cawagub, baik melalui media massa maupun media sosial yang berkembang saat ini.
Kecerdasan itu juga dibutuhkan agar masyarakat tidak terjebak dalam kampanye negatif melalui media sosial sehingga keliru dalam memilih pemimpin.
"Pelajari dengan cermat, carilah sumber yang dapat dipercaya," ujar Warjio.
Media massa juga diharapkan mampu memberikan edukasi bagi masyarakat dengan menampilkan pemberitaan yang objektif, berimbang, sekaligus mendidik tentang seluruh pasangan calon.
"Jangan sampai media massa justru seperti 'buzzer' dan juru bicara calon tertentu," katanya.
Sementara itu, sosiolog dari Universitas Islam Negeri (UIN) Sumatera Utara Dr Ansari Yamamah mengatakan masyarakat tidak perlu buru-buru dalam menentukan pilihan.
Untuk itu, masyarakat perlu mempelajari sosok dan latar belakang para calon pemimpin yang akan menentukan kebijakan pembangunan tersebut.
Untuk menjadi pemilih yang cerdas, masyarakat tidak boleh terjebak pada fanatisme yang dapat berujung pada pembelaan yang membabi buta.
"Jangan terpengaruh dan terperdaya dengan 'kemasan', karena bisa saja isinya tidak sesuai. Jangan fanatik, berpikiran terbukalah, karena bisa saja calon lain lebih baik," katanya.
Selain itu, dalam menentukan pilihan nantinya, masyarakat juga diharapkan tidak terlibat dalam politik uang (money politic) dengan memberikan hak pilihnya terhadap kelompok atau calon yang memberikan sesuatu.
Ansari meminta kita jangan justru menjadi 'pelacur dadakan' akibat pilkada. Berpikirlah secara rasional, bukan hanya emosional supaya kita mendapatkan pemimpin yang ideal. (Irwan Arfa, Benhil Sumut)
Tags
Sosial Politik