Jakarta, 26/12 (Benhil) - Menjelang pergantian tahun, ekonomi Indonesia memanen harapan untuk mempercepat pemulihan perekonomian pada 2018.
Banyak lembaga keuangan internasional, instansi pemerintah dan juga regulator independen yang memandang kegiatan ekonomi tahun depan akan jauh lebih baik dibanding 2017. Pada 2017, pemulihan ekonomi dalam negeri terus berjalan, meskipun tidak sesuai ekspetasi. Di 2018, ekonomi Indonesia diperkirakan akan diberkahi dari pulihnya kinerja ekspor menyusul terus meningkatnya harga komoditas. Misalnya, untuk harga batubara dan mineral terus menguat karena tingginya permintaan dari Tiongkok karena tren perbaikan ekonomi sejak awal 2017.
Investasi asing langsung dan juga investasi portofolio juga diperkirakan akan semakin deras, apalagi di akhir tahun Indonesia memperoleh kenaikan peringkat utang menjadi BBB/"outlook stable" dari "BBB-/outlook positive" dari lembaga pemeringkat Fitch Rating, sekaligus memperkuat peringkat layak investasi yang sudah disematkan dua lembaga pemeringkat internasional lainnya, Moody's Service dan Standard and Poor's.
Dengan hanya beberapa dari sekian banyak faktor tersebut, ekonomi Indonesia diyakini akan tumbuh lebih baik pada 2018 dibanding 2017. Dana Moneter Internasional (Internasional Monetary Fund/IMF) memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,3 persen pada 2018. Otoritas moneter Bank Indonesia memproyeksi ekonomi akan tumbuh sebesar 5,1-5,5 persen. Sementara, pemerintah mematok laju pertumbuhan ekonomi sebesar 5,4 persenn tahun depan.
Namun 2018 juga diyakini bukan tahun yang mudah. Tahun depan adalah momentum tensi politik bergejolak. Sebanyak 171 pemilihan kepala daerah (pilkada) akan digelar. Sebanyak 17 di antaranya dilaksanakan di tingkat provinsi termasuk Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat. Gabungan dari pemilih yang ada di provinsi besar tersebut setara dengan 45 persen dari total populasi nasional.
Peta suara dari ketiga provinsi tersebut juga dinilai sebagai barometer untuk Pemilihan Presiden 2018. Selain di 17 provinsi, Pilkada juga akan digelar di 39 kota, dan 115 kabupaten. Persiapan tahapan pemilihan umum legislatif dan pemilihan presiden-wakil presiden juga akan dimulai tahun depan. Pendaftaran pasangan calon presiden dan calon wakil presiden dijadwalkan pada Agustus 2018.
Maka itu tantangan terhadap stabilitas ekonomi akan semakin tinggi.
Lebih gencar Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Mirza Adityaswara mendorong dunia usaha swasta untuk lebih gencar berekspansi bisnis, dan tidak terlalu mengkhawatirkan dinamika dari padatnya agenda politik nasional pada 2018.
"Dari (Pemilu) 2004, gerak ekonomi berlanjut. Dunia usaha harus gencar berekspansi tahun depan. Percaya diri saja," kata dia.
Siklus politik yang bergulir rutin sekali lima tahun itu dianggap merupakan hal yang biasa, di sisi lain, sejumlah indikator ekonomi menunjukkan daya beli masyarakat tetap tumbuh positif. Penopang pengeluaran pemerintah yang besar walau (kontribusi) APBN hanya 10 persen-12 persen dari PDB. Jadi, pertumbuhan ekonomi tetap harus datang dari konsumsi rumah tangga, ekspor, dan investasi.
Selain itu, saat ini perbankan Indonesia juga dianggap Mirza sudah merampungkan konsolidasi internal, sehingga sudah siap menyalurkan pembiayaan yang dapat dimanfaatkan dunia usaha swasta.
Untuk penyaluran kredit perbankan, Mirza melihat tahun depan akan berada di pertumbuhan 10-12 persen (yoy). Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga memasang proyeksi pertumbuhan kredit di angka yang sama. Indikator makro ekonomi Indonesia juga terus membaik hingga kuartal ketiga tahun ini. Indikatornya inflasi tahunan yang masih terjaga di 3,7 persen (yoy). BI bahkan memperkirakan inflasi tahun ini akan berada di perkiraan bawah sasaran otoritas moneter yakni 3-3,5 persen (yoy).
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani menambahkan perbaikan kinerja ekonomi pada akhir 2017 bisa memberikan momentum pertumbuhan ekonomi yang lebih positif pada 2018. Kalau momentum pertumbuhan ekonomi Indonesia sudah positif dan kuat, stabilitas tetap terjaga dari sisi inflasi dan nilai tukar, ini memberikan posisi yang jauh lebih baik untuk menghadapi ketidakpastian. Ia menyakini momentum ekonomi Indonesia untuk tumbuh lebih tinggi dan berkualitas dibandingkan tahun-tahun sebelumnya dapat tercapai, yang salah satunya melalui dukungan pulihnya sektor perdagangan global.
Pada 2017, momentum pertumbuhan ekonomi global mulai meningkat yang ditunjukkan dengan volume perdagangan dunia yang di 2016 pada 2,2 persen meningkat menjadi empat persen di 2017.
"Tentunya empat persen itu belum 'full recovery', tapi itu 'a strong momentum'," ujar Sri Mulyani.
Untuk menjaga momentum pertumbuhan ini, tambah dia, pemerintah akan terus melakukan berbagai upaya, salah satunya mengoptimalkan pengelolaan dan penggunaan APBN untuk mencapai tujuan pembangunan.
Pemerintah, lanjut dia, juga akan melanjutkan reformasi penerimaan negara baik perpajakan maupun non perpajakan untuk memperkuat dan menyehatkan ekonomi. Dari sisi pembiayaan, pengelolaan utang akan dilakukan secara "prudent" dengan menjaga kesinambungan dan kredibilitas APBN agar memberikan dampak positif terhadap kinerja pembangunan.
Dengan instrumen APBN yang kuat dan sehat maka diharapkan ekonomi Indonesia akan terus terjaga dengan momentum positif yang juga akan dikontribusi dari dunia usaha. Di sisi lain, penyelenggaraan Pilkada juga diharapkan dapat meningkatkan konsumsi rumah tangga, sehingga pada akhirnya mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia.
"Sebanyak 171 pilkada tahun depan, malah menjadi berkah secara ekonomi. Setiap kali pemilu, selalu ada hal positif terhadap ekonomi," ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution.
Penyelenggaraan pilkada ditambah pergelaran akbar Asian Games 2018 di Indonesia dapat memberikan kontribusi kepada pertumbuhan ekonomi sekitar 0,2-0,3 persen. Kepala Ekonom PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) Katarina Setiawan menilai kondisi perekonomian global yang kondusif, menjelang tahun pemilu di Indonesia pada 2018 dan 2019 bisa memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi.
Tiga periode pemilu sebelumnya sejak pemilu 2004 sangat berbeda dengan sekarang. Selain itu, ada sinkronisasi pertumbuhan ekonomi baik di negara maju dan berkembang.
Kondusifnya situasi global sangat mendukung perekonomian Indonesia dan membantu pemerintah untuk lebih fokus mengejar tujuan-tujuan ekonomi yang telah dicanangkan sejak awal, seperti pembangunan infrastruktur dan pengentasan kemiskinan. (Ben/An/IAP)
Banyak lembaga keuangan internasional, instansi pemerintah dan juga regulator independen yang memandang kegiatan ekonomi tahun depan akan jauh lebih baik dibanding 2017. Pada 2017, pemulihan ekonomi dalam negeri terus berjalan, meskipun tidak sesuai ekspetasi. Di 2018, ekonomi Indonesia diperkirakan akan diberkahi dari pulihnya kinerja ekspor menyusul terus meningkatnya harga komoditas. Misalnya, untuk harga batubara dan mineral terus menguat karena tingginya permintaan dari Tiongkok karena tren perbaikan ekonomi sejak awal 2017.
Investasi asing langsung dan juga investasi portofolio juga diperkirakan akan semakin deras, apalagi di akhir tahun Indonesia memperoleh kenaikan peringkat utang menjadi BBB/"outlook stable" dari "BBB-/outlook positive" dari lembaga pemeringkat Fitch Rating, sekaligus memperkuat peringkat layak investasi yang sudah disematkan dua lembaga pemeringkat internasional lainnya, Moody's Service dan Standard and Poor's.
Dengan hanya beberapa dari sekian banyak faktor tersebut, ekonomi Indonesia diyakini akan tumbuh lebih baik pada 2018 dibanding 2017. Dana Moneter Internasional (Internasional Monetary Fund/IMF) memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,3 persen pada 2018. Otoritas moneter Bank Indonesia memproyeksi ekonomi akan tumbuh sebesar 5,1-5,5 persen. Sementara, pemerintah mematok laju pertumbuhan ekonomi sebesar 5,4 persenn tahun depan.
Namun 2018 juga diyakini bukan tahun yang mudah. Tahun depan adalah momentum tensi politik bergejolak. Sebanyak 171 pemilihan kepala daerah (pilkada) akan digelar. Sebanyak 17 di antaranya dilaksanakan di tingkat provinsi termasuk Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat. Gabungan dari pemilih yang ada di provinsi besar tersebut setara dengan 45 persen dari total populasi nasional.
Peta suara dari ketiga provinsi tersebut juga dinilai sebagai barometer untuk Pemilihan Presiden 2018. Selain di 17 provinsi, Pilkada juga akan digelar di 39 kota, dan 115 kabupaten. Persiapan tahapan pemilihan umum legislatif dan pemilihan presiden-wakil presiden juga akan dimulai tahun depan. Pendaftaran pasangan calon presiden dan calon wakil presiden dijadwalkan pada Agustus 2018.
Maka itu tantangan terhadap stabilitas ekonomi akan semakin tinggi.
Lebih gencar Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Mirza Adityaswara mendorong dunia usaha swasta untuk lebih gencar berekspansi bisnis, dan tidak terlalu mengkhawatirkan dinamika dari padatnya agenda politik nasional pada 2018.
"Dari (Pemilu) 2004, gerak ekonomi berlanjut. Dunia usaha harus gencar berekspansi tahun depan. Percaya diri saja," kata dia.
Siklus politik yang bergulir rutin sekali lima tahun itu dianggap merupakan hal yang biasa, di sisi lain, sejumlah indikator ekonomi menunjukkan daya beli masyarakat tetap tumbuh positif. Penopang pengeluaran pemerintah yang besar walau (kontribusi) APBN hanya 10 persen-12 persen dari PDB. Jadi, pertumbuhan ekonomi tetap harus datang dari konsumsi rumah tangga, ekspor, dan investasi.
Selain itu, saat ini perbankan Indonesia juga dianggap Mirza sudah merampungkan konsolidasi internal, sehingga sudah siap menyalurkan pembiayaan yang dapat dimanfaatkan dunia usaha swasta.
Untuk penyaluran kredit perbankan, Mirza melihat tahun depan akan berada di pertumbuhan 10-12 persen (yoy). Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga memasang proyeksi pertumbuhan kredit di angka yang sama. Indikator makro ekonomi Indonesia juga terus membaik hingga kuartal ketiga tahun ini. Indikatornya inflasi tahunan yang masih terjaga di 3,7 persen (yoy). BI bahkan memperkirakan inflasi tahun ini akan berada di perkiraan bawah sasaran otoritas moneter yakni 3-3,5 persen (yoy).
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani menambahkan perbaikan kinerja ekonomi pada akhir 2017 bisa memberikan momentum pertumbuhan ekonomi yang lebih positif pada 2018. Kalau momentum pertumbuhan ekonomi Indonesia sudah positif dan kuat, stabilitas tetap terjaga dari sisi inflasi dan nilai tukar, ini memberikan posisi yang jauh lebih baik untuk menghadapi ketidakpastian. Ia menyakini momentum ekonomi Indonesia untuk tumbuh lebih tinggi dan berkualitas dibandingkan tahun-tahun sebelumnya dapat tercapai, yang salah satunya melalui dukungan pulihnya sektor perdagangan global.
Pada 2017, momentum pertumbuhan ekonomi global mulai meningkat yang ditunjukkan dengan volume perdagangan dunia yang di 2016 pada 2,2 persen meningkat menjadi empat persen di 2017.
"Tentunya empat persen itu belum 'full recovery', tapi itu 'a strong momentum'," ujar Sri Mulyani.
Untuk menjaga momentum pertumbuhan ini, tambah dia, pemerintah akan terus melakukan berbagai upaya, salah satunya mengoptimalkan pengelolaan dan penggunaan APBN untuk mencapai tujuan pembangunan.
Pemerintah, lanjut dia, juga akan melanjutkan reformasi penerimaan negara baik perpajakan maupun non perpajakan untuk memperkuat dan menyehatkan ekonomi. Dari sisi pembiayaan, pengelolaan utang akan dilakukan secara "prudent" dengan menjaga kesinambungan dan kredibilitas APBN agar memberikan dampak positif terhadap kinerja pembangunan.
Dengan instrumen APBN yang kuat dan sehat maka diharapkan ekonomi Indonesia akan terus terjaga dengan momentum positif yang juga akan dikontribusi dari dunia usaha. Di sisi lain, penyelenggaraan Pilkada juga diharapkan dapat meningkatkan konsumsi rumah tangga, sehingga pada akhirnya mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia.
"Sebanyak 171 pilkada tahun depan, malah menjadi berkah secara ekonomi. Setiap kali pemilu, selalu ada hal positif terhadap ekonomi," ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution.
Penyelenggaraan pilkada ditambah pergelaran akbar Asian Games 2018 di Indonesia dapat memberikan kontribusi kepada pertumbuhan ekonomi sekitar 0,2-0,3 persen. Kepala Ekonom PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) Katarina Setiawan menilai kondisi perekonomian global yang kondusif, menjelang tahun pemilu di Indonesia pada 2018 dan 2019 bisa memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi.
Tiga periode pemilu sebelumnya sejak pemilu 2004 sangat berbeda dengan sekarang. Selain itu, ada sinkronisasi pertumbuhan ekonomi baik di negara maju dan berkembang.
Kondusifnya situasi global sangat mendukung perekonomian Indonesia dan membantu pemerintah untuk lebih fokus mengejar tujuan-tujuan ekonomi yang telah dicanangkan sejak awal, seperti pembangunan infrastruktur dan pengentasan kemiskinan. (Ben/An/IAP)
Tags
Bisnis